"iya sayang..." tangan kirinya memelukku.
"bu..." aku menyandarkan kepalaku di dadanya.
"iya?"
"menurut ibu Tuhan jahat gak sih?" ibu menatapku heran.
"maksud kamu?"
"Daniel kan masih kecil, ko tega-teganya Tuhan ngasih kanker ke dia?" ibu tersenyum mengelus-elus kepalaku.
"ibu gak tahu... tumben kamu nanya-nanya hal begini?" tanya ibu sambil menguap.
Sambil menyandarkan kepalaku di dadanya, aku lalu menceritakan obrolanku dengan Zahra dan Rani tadi siang, sampai soal presentasi agamanya, tapi ketika aku berhenti dan menatap ibuku, ternyata dia sudah tertidur lelap, mungkin dari awal aku bercerita dia sudah tidur, mungkin di tengah-tengah ceritaku, aku tidak tahu. Dia pasti lelah, aku segera mematikan TV mengambilkan selimut untuknya dan pergi ke kamarku untuk tidur.
Esoknya, aku mendekati dia saat jam istirahat makan siang, Rani pun mengikutiku, hanya Zahra yang tidak ikut, dia tidak tertarik dengan apa yang akan kami obrolkan. Setelah memesan siomay favoritku dan mie ayam kesukaan Rani, kami duduk di meja tempat dia sedang makan.Â
Dia tidak pernah membeli makanan dari kantin, dia selalu bawa bekal sendiri, dan menu yang selalu dia bawa adalah sayuran rebus, nasi merah dan telur dadar.
"presentasi pelajaran agama?" tanyanya.