Pasar pondok gede selalu macet di sore hari. Bagi sebagian orang, itu lokasi yang seharusnya dihindari. Namun, bagi Maya, kondisi ini adalah saat paling baik untuk mengais rejeki. Maya menengadahkan tangan sambil sedikit bergoyang-goyang dan menyanyi. Lagunya apa saja yang melintas di kepala. Bisa lagu pop sampai dangdut koplo. Tak jarang ia kenal dengan orang yang diharapkan akan memberinya uang. Namun, karena wajahnya tertutup cat warna perak, orang jadi sulit mengenalinya. Maya menepiskan rasa malu yang sebenarnya sudah sampai di ulu hati. Yang ada di kepalanya hanya bagaimana cara membahagiakan Boni.
*
Pukul 7 malam, suara sendok yang diketuk-ketuk pada mangkok terdengar nyaring dari ujung jalan. Tandanya, Haidir sudah menuju pasar. Dari kejauhan pria itu  bisa melihat Maya berdiri di tempat biasa ia memarkir gerobak sekotengnya.
"Nungguin gue, May?"
"Iya,"
Haidir senang bukan kepalang. Memang pria itu sudah lama menaruh rasa pada Maya. Hanya saja Maya tak peka. Entah tak peka, atau tak mau berdamai dengan traumanya.
"Tumben udah bersih, ada apaan, nih?"
"Boni minta dibeliin sekoteng,"
Haidir menahan senyum, ekspektasinya ternyata berlebihan. Walau hanya sekotengnya yang diharapkan tapi Haidir cukup senang.
"Bungkus sekotengnya sekarang? Ngomong-ngomong, tadi nggak ngamen?"