Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jangan Lagi Sebut Dia Anak Yatim

28 Oktober 2023   13:43 Diperbarui: 28 Oktober 2023   15:14 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.kepoindonesia.id

Tiap kali memandang wajah Boni saat tidur membuat air matanya meluncur. Ada sesal mengapa harus menciptakan kehidupan sepahit ini pada buah hati yang memang muncul tanpa disangka.

Jika saja malam itu dirinya tak pergi, jika saja malam itu dirinya tak mabuk, jika saja .... Semua sesal menumpuk di kepala, yang kerap membuat otaknya tak pernah bisa benar-benar beristirahat.

Maya membuka tas selempangnya, teramat pelan agar tak menimbulkan suara. Lalu mengeluarkan beberapa lembar uang kertas dan segepok recehan hasil kerjanya hari ini. Terhitung 47ribu uang yang terkumpul. 20ribu disisihkan untuk cicilan bayar kontrakan, sisanya untuk mereka makan. Wanita itu tak pernah punya target harus berapa uang yang dibawanya pulang, yang terpenting sebelum jam 12 malam ia sudah harus sampai di kontrakan.

Sebenarnya ia bisa saja meminjam pada Haidir untuk menutupi kekurangan biaya hidup, toh pria itu memang selalu ada untuknya. Hanya saja Maya enggan jika suatu saat terjadi hal yang tak diinginkan. Rambut boleh sama hitam, isi hati orang tak ada yang pernah benar-benar tahu. Sekalipun mereka cukup akrab, tetap ada batasan yang Maya bangun di antara mereka.

*

Dua bungkus nasi uduk berlauk bihun goreng dan tempe orek sudah tersedia, menu sarapan yang menjadi selingan dari mie instan. Selain tak ada pilihan, Boni pun bukan anak yang banyak mau. Ia menerima saja apapun yang disediakan ibunya.

"Bu, ada lomba antar kelas hari ini. Boni ikut lomba futsal. Juara pertama hadiahnya sepatu futsal."

"Wah, bagus itu. Ibu mau nonton, ah."

"Eh, jangan, Bu. Nanti aku jadi nggak fokus. Ibu di rumah aja, tunggu aku pulang bawa hadiah."

Maya tersenyum sambil melepaskan karet dari bungkus nasi uduk. Waktu terasa begitu cepat. Boni kini sudah besar, sudah tahu malu, sudah nggak mau lagi dibilang anak ibu. Ia tumbuh dengan mandiri walau tanpa ada sosok laki-laki yang bisa dijadikannya sebagai panutan.

"Nanti malam bawain sekoteng ya, Bu?" ucapan Boni menyadarkan Maya dari lamunan sesaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun