"Dewi?"
"Biasa, minta aku pulang." Jawab pria itu sambil mengambil posisi duduknya.
"Kenapa nggak pulang? Kemarin kan aku sudah bilang, acara kita bisa ditunda. Sudah empat kali di hari ulang tahunmu  kamu nggak pulang. Nanti dia curiga."
"Biar saja curiga. Kan sudah sering aku bilang, pernikahan kami ini salah."
"Jangan begitu. Tidak ada pernikahan yang salah. Tapi pelakunya."
"Iya, aku yang salah. Kenapa dulu aku nggak tunggu kamu ke Semarang. Dan salah kamu, kenapa kamu nggak cepat-cepat berangkat ke Semarang. Iya, nggak?" Bara berusaha melemparkan canda yang kali ini ditanggapi datar saja oleh Irene. Berbeda dari hari-hari biasanya. Batin Irene penuh kecamuk malam ini. Malam yang seharusnya penuh suka cita karena bertambahnya usia. Â
Sesungguhnya Irene tak ingin Bara mengorbankan waktu bersama keluarganya untuk dirinya. Irene sadar posisinya saat ini. Ada Banu dan Dewi diantara mereka. Tapi Irene pun tak bisa menahan hasrat Bara yang begitu menggebu ingin memilikinya. Bara selalu  mencoba menggantikan posisi Banu dalam hatinya.Â
Sesungguhnya semua sudah terpenuhi. Bara begitu bertanggung jawab atas dirinya. Bahkan Bara melarang Irene untuk mengeluhkan segala macam  kesulitannya di kota ini. Bara ingin menjadi satu-satunya  orang yang tahu keadaan Irene. Dewi tersisihkan dalam waktu yang sangat singkat. Entah, di mana Bara simpan semua kenangan hidup bersama Dewi dan  buah hati mereka.
"Mas, minggu depan aku pulang ke Jakarta."
"Lho, kok mendadak? Ada apa?"
"Banu minta aku pulang. Dia mulai curiga aku ada main di sini."