"Halo, Dinan, biasanya sendirian ke sini," sapa pria muda itu.
Sebagai anak-anak, Dinan tak terlalu peduli dengan basa-basi, ia terus menarikku menuju ke ruang baca perpustakaan ini.
Langkah Dinan terhenti, ia menunjuk seorang gadis yang usianya sebaya dengannya. Gadis itu tersenyum padaku, manis dan hangat.
Kami bergerak mendekatinya, namun di jarak yang semakin dekat rasa-rasanya aku tak asing dengan wajah itu.
"Ibu, ini Nuraini, temanku. Kami suka membaca di sini,"
Aku masih terus memperhatikan wajah gadis kecil itu yang juga terus menatapku tanpa senyum yang memudar. Tersirat jelas wajahnya begitu bahagia.
Sampai akhirnya aku menyadari, siapa gadis kecil ini.
Nuraini Ningsih, orang-orang terdekat memanggilnya dengan nama "Nung". Aku baru menyadari saat Pak Dal memintaku untuk mengabaikan kata-kata yang dibisikkan istrinya tempo hari saat kami bertemu.
"Nung masih di sini, Nung masih di sini,"
Bu Dal tidak depresi, semua yang ia sampaikan benar adanya. Nung masih di sini, di depan mataku saat ini.