Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hak Istimewa

18 Oktober 2022   17:56 Diperbarui: 18 Oktober 2022   18:04 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.gurusiana.id/

Seketika darahku berdesir, kalimat singkat itu mungkin yang diimpikan oleh puluhan siswi di sekolah ini keluar dari bibir Arjo. Sepertinya rasa senangku tak bisa ditutupi, beberapa panitia lain meledekku setelah melihat kejadian tadi dan aku kedapatan salah tingkah dibuatnya.

Setelah pentas seni malam itu aku dan Arjo semakin dekat. Mungkin bukan Arjo, melainkan aku yang akhirnya mulai berlaku sama seperti para penggemarnya. Aku mulai memberikan perhatian-perhatian kecil padanya. Rajin menelepon atau mengirimkan pesan singkat hanya untuk menanyakan apa dia sudah makan? Sudah mengerjakan PR? Dan hal remeh lainnya yang terkesan kampungan. Arjo tidak terlihat terganggu dengan sikapku. Tapi kedekatan kami tidak sampai di fase kencan. Aku pernah mengajak Arjo menonton bioskop di Sabtu malam atau hari Minggu. Arjo selalu menolak. Sabtu sepulang sekolah, Arjo harus menemani ibunya terapi ke rumah sakit, sudah setahun belakangan ibunya terkena stroke dan beliau adalah satu-satunya orang tua Arjo yang masih hidup. Sementara di hari Minggu, sejak pagi Arjo dan ibunya mengikuti misa di gereja dan sorenya ia latihan bersama grup band-nya.

Sampai akhirnya tiba di momen kelulusannya, Arjo lulus dengan nilai baik. Aku melihatnya bersama teman-teman seangkatannya sedang melompat kegirangan setelah membaca nama mereka di papan pengumuman.

"Jo, sini deh sebentar," Aku menariknya dari kerumunan itu kemudian langsung menyerahkan bungkusan berpita maroon.

"Wah, makasih, Sel," ucapnya dengan ekspresi berseri-seri.

"Sama-sama, Jo. Oh, ya, terus mau lanjut ke mana?"

"Belum tahu, masih nego sama ibu. Maklum, anak semata wayang," jawabnya diiringi tawa.

"Jo, Minggu ini aku boleh ikut misa sama kamu dan ibumu?"

"Loh, boleh banget, donk. Biasanya kamu gereja mana?"

"Di Santa Clara, kamu?"

"Santo Bartolomeus. Kayaknya lebih dekat gerejaku dari rumahmu,"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun