Mohon tunggu...
Tobi J. Doseng
Tobi J. Doseng Mohon Tunggu... Guru - Biarlah gelas yang kuminum cukup setengah penuh.

Kehormatan terbesar dalam hidup saya adalah jika saya total mencintai diri, keluarga, sesama, dan profesiku. Untuk itu, segala yang bernada positif adalah tamu pertama yang kupersilakan memasuki pikiranku.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengurai Benang Kusut Literasi di SMAN 3 Poco Ranaka

27 Januari 2025   18:59 Diperbarui: 27 Januari 2025   18:59 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Situasi Awal

Nun jauh dari ibu kota Manggarai Timur, tepatnya di Pandang, desa Arus, Kecamatan Lamba Leda Timur, Kabupaten Manggarai Timur adalah koordinat di mana SMAN 3 Poco Ranaka berada. Sekolah yang sejak tahun 2021 menerapkan Kurikulum Merdeka (KM) melalui Program Sekolah Penggerak.

Kurikulum Merdeka yang berpijak pada enam pilar Profil Pelajar Pancasila itu, membawa salah satu misi, yaitu terciptanya pendidikan berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui misi itu, Kemdikbudristek hendak merekomendasi transformasi pendidikan Indonesia untuk empat aspek penting ini, yaitu  1) pembelajaran yang berpihak kepada peserta didik, 2) terciptanya lingkungan belajar yang aman, nyaman, menyenangkan, dan inklusif, 3) adanya budaya refleksi, dan 4) hasil belajar peserta didik terus mengalami peningkatan terutama dalam kompetensi fondasi, seperti literasi, numerasi dan karakter.

Menariknya, keempat butir rekomendasi untuk segera ditransformasi tersebut di atas sangat mudah ditemukan dan dibaca oleh satuan pendidikan. Masing-masing sekolah tidak lagi pusing untuk melihat dan menganalisis kekuatan dan kelemahan sekolahnya dari aneka dokumen yang ia terima. Tetapi ia cukup mengaksesnya melalui akun belajar.id milik kepala sekolah atau guru-guru.  Jika kemudian akun belajar.id dinyatakan aktif, maka ruang untuk masuk ke Rapor Pendidikan bisa diakses.

Saat pertama kami membaca Rapor Pendidikan 2024 milik kami, ada rasa senang   terbesit. Hal itu dikarenakan warna untuk kompetensi literasi (dan numerasi) secara kumulatif bukan lagi berwarna merah. Melainkan, kedua-duanya, berwarna kuning. Warna yang jelas menunjukkan anak didik kami mendekati kompetensi minimum untuk kompetensi fondasi tersebut. Warna yang lebih adem  dari tahun-tahun sebelumnya.

Namun demikian, warna kuning bukanlah target kami. Komunitas smantipora, sebutan populer untuk SMAN 3 Poco Ranaka, tetap menargetkan warna biru sebagai simbol kecakapan dalam kompetensi literasi. Atas hasil yang kurang ideal tersebut, banyak pertanyaan recehan yang muncul, antara lain: mengapa anak-anak yang sangat gamblang memiliki kelemahan dalam kompetensi fondasi itu masih dinyatakan naik kelas atau bisa dinyatakan lolos ke fase berikutnya oleh sekolah asalnya? Apakah fase-fase sebelumnya tidak pernah melakukan asesmen untuk mendeteksi lebih awal ketercapaian kompetensi tersebut? Dan seterunya.

Ironisnya, semakin banyak pertanyaan rasionalisasi tersebut semakin kami tidak nyaman. Akhirnya, kami berefleksi: anak-anak sudah dipercayakan penuh kepada sekolah kita oleh orang tua mereka. Mengembalikan mereka kepada fase sebelumnya apalagi angkat tangan atas kepercayaan yang sudah diberikan adalah sebuah tindakan tidak bertanggung jawab.

Oleh karena itu, kami belokan pertanyaan dan fokus ke arah yang membantu kami memperbaiki kualitas layanan pendidikan dengan rapor pendidikan sebagai basis data. Dan inilah ketiga pertanyaan sentral terkait kategori yang  belum menggembirakan pada elemen literasi di sekolah kami. Pertama, mengapa kemampuan literasi masih berkategori sedang dan bukan baik? Kedua, apa pokok masalah sehingga agak susah berkategori baik? Dan ketiga, langkah taktis apa yang harus diambil untuk mengatasi masalah kompetensi fondasi tersebut?

Tantangan yang Harus Dipenuhi

Meskipun data yang dipaparkan Rapor Pendidikan bukanlah sumber tunggal yaitu dari hasil Asesmen Nasional (AN) saja, namun sejumlah siswa yang dipilih secara random dari Kemdikbudristek tersebut menyeruak fenomena gunung es tentang perkara literasi di sekolah kami.

Saya (selaku kepala sekolah) dan para guru mencurigai berat bahwa semua peserta didik terjebak dalam kubangan yang sama. Oleh karena itu, sekolah sesegera mungkin mengambil tindakan cepat. Ini amat urgen karena kompetensi literasi adalah fondasi utama untuk menguasai bidang ilmu lainnya.

Untuk itu, tantangan yang sebenarnya yang harus kami penuhi adalah kompetensi literasi di tahun 2025 ada pada wilayah peringkat menengah (41-60%), bahkan di menengah atas (61-100%). Patokan yang dalam dirinya sebagai sebuah tuntututan sebagaimana yang sudah terpenuhi oleh elemen lain di luar kedua elemen tersebut.     

Dan untuk mempertajam tercapainya tuntutan di atas, maka beberapa pertanyaan penutun perlu diberikan, antara lain:

  • Bagaimana mengukur kompetensi literasi dari peserta didik yang tidak ambil bagian dalam AN? Masalah ini segera dicari jalan keluar agar data dari Rapor Pendidikan tidak dinilai mengada-ada. Tetapi benar-benar sesuai kondisi riil di sekolah kami.
  • Agar pula semua berjalan sesuai rencana:
  • Apakah action plan-nya diatur secara reguler atau di luar jam sekolah?
  • Materi apa saja yang diberikan? Bagiamana teknik asesmen untuk mengukur perkembangannya? Siapa-siapa yang bertanggung agar program berjalan lancar?
  • Siapa-siapa pihak di luar sekolah yang bisa berkolaborasi untuk meningkatkan kompetensi literasi?

Aksi Nyata yang Dilakukan

Adanya tantangan yang sudah dipatok maupun pertanyaan-pertanyaan sebagai pengikutnya di atas, tidak dimaksudkan untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang teoretik dan indikator kinerjanya absurd terpenuhi. Namun kedua-duanya adalah tagihan yang harus tercapai. Bagaimana langkah-langkahnya? Berikut penjelasannya.

Pertama, semua siswa harus diasesmen kemampuan literasi dan numerasinya. Langkah ini diambil karena jumlah siswa yang mengikuti AN hanya 30% dari keseluruhan siswa yang ada. Lalu, apakah yang 70% yang tidak ikut AN akan memperburuk hasil yang sudah ada ataukah mencatat hasil yang menggembirakan seperti elemen lain diluar kedua elemen tersebut?

Berdasarkan ketakutan tersebut, maka kami memutuskan agar semua siswa, dari fase E sampai dengan fase F, wajib mengikuti asesmen literasi dasar. Metode asesmen yang kami pilih benar-benar kami mempertimbangkan kondisi yang kami miliki, baik potensi dan karakter siswa maupun kompetensi guru dan sarpras yang dimiliki sekolah.

Untuk itu, sebelum asesmen berlangsung, seharian kami duduk bersama untuk membentuk tim kerja, menentukan metode asesmen, merumuskan ragam soal yang diberikan, menentukan waktu, dan ruang pelaksanaan asesmen.

Berkat duduk bersama tersebut dihasilkan beberapa kerangka kerja, yaitu 1) satu orang guru (jumlah guru ada 26 orang) menangani 12 siswa 2) dengan teknik asesmen face to face. 3) Soal yang diberikan bersumber dari teks bacaan yang sudah ditetukan oleh tim dan tingkatan pertanyaannya pun secara elaboratif. Sementara 4) waktu pelaksanaannya dipilih pada hari Sabtu setelah senam pagi bersama. Dan 5) tempat pelaksanaan tidak meluluh di dalam kelas tetapi bisa di bawah pohon atau di teras kelas.

Sepanjang asesmen berlangsung, ada beberapa tata tertib yang wajib dimiliki para guru, yaitu 1) roman muka harus menunjukkan keramahan. Tidak diperkenankan menunjukkan wajah amarah, jengkel, atau kesal. 2) Ciptakan suasana nyaman selama asesmen berlangsung. Jika siswa tampak mulai lelah, lakukan ice breaking. 3) Pertanyaan yang diberikan juga tidak boleh terlalu baku dan formal serta jauh dari pengalaman hariannya. Dan 4) di mana asesmen berlangsung adalah kesepakatan bersama.

Setelah kami melakukan asesmen, di hari berikutnya kami kembali duduk bersama untuk menganalisis hasilnya. Kami kategorikan hasilnya mengikuti klaster rapor pendidikan 2022, yaitu kelompok intervensi khusus, kelompok dasar, dan kelompok cakap/mahir.

Kelompok intervensi khusus dikhususkan bagi siswa yang membacanya masih terbata-bata, intonasi suaranya buruk, belum menguasai tanda-tanda baca, dan belum membaca dengan jelas.

Selanjutnya, yang bisa masuk ke kelompok dasar untuk siswa yang bisa membaca tetapi tidak dengan penuh perasaan dan tidak ekspresif, belum mengerti dan memahami isi bacaannya, warna suaranya masih kaku dan belum percaya diri, masih mengeluarkan suara, bibir komat-kamit, terdengar suara mendesis, dan selama membaca kepala digerakkan.

Akhirnya, siswa yang dikategorikan kelompok cakap/mahir adalah mereka yang sedikit demi sedikit bisa mengakses dan menemukan isi teks, menginterpretasi dan memahami isi teks, dan mengevaluasi dan merefleksikan isi teks, serta mendramatisir teks.

Setelah semua siswa diklaster berdasarkan kategori tersebut di atas, maka tugas tim kerja selanjutnya adalah merumuskan meteri ajar per masing-masing kategori untuk selanjutnya dijabar ke dalam modul bimbingan.

Berikut adalah contoh materi yang hendak diberikan..

Kategori

Pokok Materi 

Intervensi Khusus

  • Menulis dengan benar
  • Membaca dengan tidak terbata-bata, intonasi suara yang wajar, menguasai tanda-tanda baca, membaca dengan jelas dan terang

Dasar

  • Membaca dengan penuh perasaan dan ekspresif, mengerti dan memahami bahan yang dibacanya, membaca dengan tanpa terus-menerus melihat bacaan, membaca dengan penuh percaya diri.
  • Membaca tanpa bersuara, tanpa bibir bergerak, tanpa desis apa pun, membaca tanpa ada gerakan-gerakan kepala dan lebih cepat
  • Menulis karangan di mading sekolah

Cakap/ Mahir

  • mengakses dan menemukan isi teks,   menginterpretasi dan memahami isi teks, dan mengevaluasi dan merefleksikan isi teks.
  • Mendramatisir teks
  • Menulis karangan ilmiah popular

Bila semua hal mendasar tersebut dinyatakan beres, maka hal yang paling penting juga adalah penetapan roster kegiatan dan waktu pelaksanaan. Kami pun sepakat bahwa kegiatan dilakukan setiap sabtu (yang locus pelaksanaanya bebas menurut kesepakatan kelas)  di pekan pertama dan ketiga dalam bulan. Waktu kegiatan yang pernah dilaksanakan rutin di setiap Sabtu dalam pekan tersebut harus diselingi dengan kegiatan pengembangan bakat di pekan kedua dan keempat. Ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kegiatan literasi sebisa mungkin dikondisikan enjoy, nyaman, jauh dari tekanan, dan akrab dengan permainan.

Tentu sekolah tidak berhenti pada perencanaan dan impelemantasi tanpa ada evaluasi atas kegiatan peningkatan kompetensi literasi. Semua diwajibkan untuk melakukan asesmen kepada siswa dampingannya, baik secara formatif maupun sumatif.

Asesmen formatif dilakukan oleh guru di setiap kali pendampingan. Dengan demikian, mereka  bisa mengetahui dengan baik perkembangan kompetensi tersebut yang kerap menjadi momok bagi sekolah. Sedangkan asesmen suamatif dilakukan di akhir semester atau saat menjelang perayaan hari-hari nasional, seperti saat hardiknas (2 Mei), HUT RI (17 Agustus), dan bulan Bahasa (25 November).

Bentuk tagihan untuk mengukur ketercapaian materi yang diajarkan pun bervariatif. Ada secara tertulis, ada secara lisan, ada secara audio visual, dll. Intinya, penilaian yang diberikan berdasarkan kategori, potensi, dan karakter masing-masing peserta didik.

Kedua, membangun mitra dengan pihak luar sekolah. Karena keterbatasan kompetensi, jumlah, dan waktu yang dimiliki oleh para guru, maka sekolah berkolaborasi dengan pihak-pihak di luar sekolah yang memiliki ambisi yang sama untuk meningkatkan kemampuan literasi dari peserta didik.

Untuk itu, kami bekerja sama dengan fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas St. Paulus Ruteng. Melalui beberapa dosen yang diutus fakultas, para guru dilatih bagiamana menulis ilmiah maupun non-ilmiah. Mengapa duluan guru? Kami berasumsi bahwa bila gurunya sudah mahir maka dengan mudah dalam membimbing anak didiknya.

Selain itu, kepala sekolah mewajibkan para guru, terutama wali kelas, melaporkan secara berkala tentang perkembangan kompetensi literasi anak walinya kepada kedua orang tua atau walinya. Langkah ini penting untuk menyadarkan orang tua/wali murid bahwa ketercapaian kompetensi literasi juga merupakan tanggung jawab orang tua/wali.

Terkahir namun tidak kalah pentingnya adalah SMP-SMP pendukung. Kami menjalin komunikasi yang intens dengan mereka tentang kompetensi literasi dari siswa asal sekolah mereka. Tindakan ini dinilai efektif untuk meminimalisir waktu dan energi yang disediakan bagi siswa yang berada pada zona merah.

Refleksi Akhir

Akhirnya, sebuah masalah yang akar-akarnya diuraikan secara mendetail lalu langkah taktis sebagai solusi yang kontekstual diambil dan dijalankan, maka hasilnya sangat memuaskan. Apalagi dilakukan secara konsisten, terencana, dan tidak bombastis.

Spiritualitas ini sudah kami rasakan. Betapa tidak, jumlah siswa yang berada pada zona merah diawal asesmen kompetensi literasi mengalami penurunan dari bulan ke bulan. Anak-anak pada kategori di atasnya pun semakin percaya diri untuk menyatakan pendapatnya di depan umum, mampu menuangkan pikirannya dalam tulisan, dan tidak malu-malu untuk melamar bidang studi olimpiade sains yang ia minati.

Yang sungguh menggembirakan juga adalah SMP-SMP pendukung pun terinspirasi dari apa yang kami lakukan. Demikian juga respon dari orang tua siswa atau pihak-pihak lain yang sempat mengunjungi sekolah kami. Mereka sangat apresiasif untuk langkah dan model penangan yang kami lakukan.

Tentu keberhasilan ini bukan karena kerja keras seorang kepala sekolah semata. Tetapi karena team work internal sekolah yang kuat, dukungan dari mitra lintas sektor, dan berkembangnya kesadaran dari peserta didik bahwa kompetensi literasi adalah kunci menguasai ilmu-ilmu lain. Bahwa kompetensi literasi yang memedai adalah ciri manusia yang berintelek.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun