Kompasiana adalah Miniatur Indonesia
Sebuah rasa haru yang mendalam, tak diduga artikel “Permohonan Maaf” yang diposting tanggal 16 Desember, 2015 mendapat respon dari lebih 4.000 orang. Mendapatkan tanggapan dari hampir 100 orang dan komentar yang mendekati angka 190.
Bahkan ada dua artikel tanggapan yang diposting ,khusus membahas tentang permohonan maaf dari saya. Menyimak satu demi satu artikel yang merupakan komentar dari tulisan saya yang berjudul:” Makan Semeja dengan RI -1”.sungguh saya merasakan penampakan dari Indonesia mini.
Komentar yang datang dari berbagai daerah ,dengan budaya dan falsafah hidup yang berbeda, tak urung menampilkan juga :
- Gaya bahasa yang berbeda
- Irama dan nada yang tidak sewarna
- Ungkapan to the point
- Penyampaian yang halus
- Saran dan kritkan halus
Dukungan moral yang menyejukkan
Semuanya bagaikan gabungan beragam irama nada yang menghasilkan sebuah symphony yang indah, Dalam hal ini adalah symphony kehidupan yang penuh keberagaman.
Tentu artikel ini tidak menilai setiap komentar yang disampaikan, namun dalam hati saya memaknainya , sebagai tanda begitu banyak orang yang mengasihi saya, dengan cara dan gayanya masing masing.
Tidak Dapat Dipubish Utuh
Untuk menampilkan seluruh komentar secara utuh, jelas tidak memungkinkan, karena akan menyita ruang bagi orang lain. Oleh karena itu, saya hanya mencuplik inti dari beberapa komentar, yang diharapkan dapat menampilkan warna dari keberagaman itu sendiri Yang membuktikan bahwa memang benar , Kompasiana adalah perwujudan dari Miniatur Indonesia dalam bentuk karya tulis.
Tidak ada kriteria,mengapa komentar yang satu lebih dulu dari pada yang lainnya, karena dengan segala keterbatasan yang ada, saya lakukan secara acak, dengan tanpa memiliki keahlian dibidang edit mengedit. Maka saya hanya dapat menampilkan beberapa dari komentar yang masuk, mewakili semuanya::
Ken Absah
Bisa makan semeja dengan presiden, akan merupakan suatu kebanggaan bagi banyak kompasianer lain, kompasianer "kecil", kompasianer "remeh", menjadi suatu harapan. Maka pantas mereka sedih terluka, seperti tangis para pemain bola yang gagal meraih juara dunia, setiap melihat juara mengangkat piala.
Untuk pak Tjip, makan semeja dengan presiden tentu hal biasa, menceritakannya juga tanpa berbangga. bukan salah pak Tjip,
Anna Melody
Woles aja pak tjip, saya malah sangat terinspirasi dengan tulisan pak tjip, siapa tahu dengan terus menulis ntar diundang makan siang jokowi, ex presiden 10 thn lagi pun gpp, hahaha... Kita menulis untuk dibaca, bukan untuk diundang siapa2, apalagi untuk menyenangkan hati banyak orang...
Praboho Subianti
Ikut prihatin dengan semua yang telah terluka karena adanya makan semeja dengan RI1, semoga Pak Presiden baca artikel dan segera mengundang org yang sakit hati tsb. dan sakit hatinya segera terobati.
Axtea
Pak Tjipta, rasa nya nggak mungkin Kita bisa membuat semua orang Seneng dengan Apa yang Kita Tulis.
Agung Prasetyo.
Ada 2 hal yang perlu diperhatikan menurut saya: 1. orang yang picik tidak dapat mengambil pelajaran dan 'intisari' dari suatu hal, termasuk artikel. 2.
orang butuh pembanding untuk melakukan sesuatu, meraih sesuatu dan menerima sesuatu. hal ini penting untuk seseorang dalam menganalisa sesuatu termasuk artikel. bagi saya sendiri sih, ada hal2 yang bisa diterapkan secara pribadi dari artikel pak Tjipta. termasuk yang keluar negeri.
Etha Maria
Jangan sedih Opa. Kan bukan salah Opa tidak tahu. Maria senang Opa Oma dan teman teman Maria berangket ke Istana. Yang melukai teman teman(termasuk yang inbox opa) sebenarnya adalah admin yang gelap gelapan. Di sisi lain Maria mengerti memang kan sih admin Kompasiana ini adil? Opa dan Oma ngga salah apa apa. Yang diundangpun ngga salah kan ngga tahu. Maria balance ajalah kali ini. Sabar ya Opa. Maria sayang opa dan oma.
Bain Saptaman
I was not invited but it didn't matter much to me....... keep on writin' pak tjip..
Elde
Bagi saya pak Tjip dan teman lainnya yg 99 orang diundang ke istana tdk ada salah, apabila semuanya adalah kompasianers yg mmg layak utk diundang dan berhak pula menshare tulisan pengalamannya makan siang bersama Jokowi...salam hangat
Pasti.golput
Kalo Pak Tjip punya momen ketidakbahagiaan, monggo dishare agar penghuni kompasiana yg lgi hepi bisa mawas diri dan berjaga-jaga kelak ketika momen itu datang pada kita......... Tidak perlu menghiraukan kicauan-kicauan yang tidak bisa berbesar hati, gw aje yg sejak awal berdirinya kompasiana sdh berbaur ga pernah iri hati apalagi dengki dgn "fasilitas2" yg ditawarin kompasiana pada penghuninya entah itu bertemu presiden dan sebagainya...
saran jadikan kaca spion untuk menuntun,.Keep your fighting spirit Pak Tjip.,don't let it down
Reno Dwiheryana
Tak perlu dipikirkan Pak Tjip, senang ataupun tidak senang sesuatu hal yang biasa di Kompasiana. Apakah mereka yang menginbox melakukan keluhan tersebut ke semua artikel yang berkisahkan pengalaman ke istana Presiden, saya kira tidak. Artikel Bapak kemarin itu baik dan bagus, bisa dilihat bagaimana responnya. Jadi tidak perlu yang ada disesalkan, Pak Tjip. Salam.
Umar Zidans
Pak Tjip, izinkan sy komen, sy pendukung Prabowo, yang turut bangga Pak Tjip semeja dengan Presiden Jokowi, dan meski sy penulis ngalor ngidul, turut bangga atas eksistensi K di lembaga tertinggi negeri ini... Love You Pak Tipta.
Vlar Lantang
Irama kehidupan itu bermacam macam..Pak Tjip sudah membagai irama kebahagian pada orang lain,,itu inti tulisan Pak Tjiip..Membahagiakan orang tentu tdk lah se sempurna apa yang di niatkan..Bukti kita hidup di alam fana,di mana ada Manusia dengan berbagai macam karakter
Saya yakin dalam hati sanubari Pak Tjip tidak ada niat selain berbagi kebahagian.. Yang tidak bisa menerima,itulah bukti ada dinamika dalam kehidupan.. Jangan menyalahkan diri sendiri,,Teruslah berbagai kebahagian pada banyak orang.Hidup yang ber makna adalah sebanyak mungkin bisa memberi manfaat pada banyak orang ..Manfaat itulah yang di artikan berbeda.. Salam..
Adhieyasa Adhieyasa
Aku yang salah opa saking emosinya aku sampe lupa minta buku sama opa ... sebaiknya aku memecat diri sendiri saja
Ken Hirai
Pak Tjip yang terhormat... Setelah membaca potongan inbox yang mempertanyakan terkait postingan Pak Tjip "Makan Semeja dengan RI -1" saya melaihat ada pancaran cinta dari hati yang tulus dari mereka para pengirim inbox tersebut
Saya sangat yakin mereka mengirim inbox ke Pak Tjip karena telah menjadikan Pak Tjip sebagai orang tua sekaligus maha guru di universitas kehidupan bernama Kompasiana.
Mereka tidak menginginkan, Pak Tjip kehilangan empatinya ketika melihat ratusan Kompasianer dari berbagai daerah yang hanya bisa bengong melihat Kompasianer lainnya berjas, berfantofel sambil menenteng surat undangan.
Saya yakin, mereka tidak bermaksud untuk melarang Pak Tjip berbagi kebahagiaan. Tidak sama sekali. Saya yakin, melarang Pak Tjip untuk berbagi kebahagiaan, sama sekali tidak pernah terlintas di benak mereka
Ini semua terkait hati nurani. Dan mereka yang mengirim inbox kepada Pak Tjip meyakini bahwa hati nurani Pak Tjip masih berfungsi dengan baik. Mereka tidak menginginkan hati nurani Pak tjip ikut mati. Dan bukankah itu wujud cinta yang maha dahsyat. Menjaga agar orang tua yang sangat disayanginya tidak ikut tergelincir dan tersesat. Saya yakin sebagai orang yang sudah kenyang makan asam garam kehidupan
Mas Badiyo
Menurut saya pribadi tidak ada yang salah dengan tulisan Pak Tjitadinata Effendi itu. Tulisan tersebut jelas, saya sependapat, maksudnya adalah berbagi kebahagiaan. Sayangnya tidak semua orang senang. Saya juga memahami mereka yang merasa terlukai karena tidak diundang
Tapi setelah saya tahu situasi dan kondisinya dari tulisan Pak Iskandar Zulkarnaen, saya menjadi maklum. Panitia hanya mendapat jatah 100 kompasianer dari Istana. Tentu tidak mudah memilih 100 dari sekian ribu kompasianer yang ribuan itu dalam waktu yang mepet pula. Panitia sudah menyaring dengan kriteria tertentu yang bisa diterima dan masuk akal. Jika Pak Tjip termasuk yang diundang itu sangat wajar sekali
Semua kompasianer saya yakin tahu siapa Pak Tjip. Jika kemudian Pak Tjip bermaksud berbagi dengan menulis di kompasiana itu juga wajar dan menurut saya tidak kata-kata yang melukai, kecuali ada orang yang merasa terlukai (sebenarnya) oleh perasaannya sendiri.
Ninoy N Karundeng
Tjip, Opa deserved that privilege to dine with President Jokowi, learning your seniority and achievements in life and the spirit of spreading positive energy to people. I was the one who reminded you not to write anything about politics, as it would be a weapon to attack you. I am proud of you, learning that it was you the one there, not any other people who do not have any credibility to be there. Take your time and take your "ME" time, Opa Tjip
PAK DHE SAKIMUN
Adakah kebanggaan atau luapan emosi berlebihan yang saya tulis di artikel tersebut, sehingga melukai orang banyak?” ***** "Melukai banyak orang?"....Sungguh sangat aneh jika ada (apa ada ya) orang yang merasa terilukai atas tulisan Pak Tjip. Bagi saya--mungkin juga bagi banyak orang--tulisan Pak Tjip justru sebagai penyembuh luka, penyemangat hidup. Selamat pagi Pak Tjip.
Aldy M. Aripin
Opa Tjip, bukankah Opa selalu mengingatkan saya, bahwa tidak mungkin kita mampu membahagiakan semau orang dan adakalanya kita melukai tanpa pernah kita kehendaki. Opa, yang opa lakukan sudah benar dan tidak ada masalah, karena hanya menceritakan secara sederhana. Salam Hangat Saya dari Kalimantan Opa
Esther Liem
Tidak bisa memuaskan hati setiap orang ya Opa....menurut saya, tanpa bermaksud memuji, mencoba menilai dengan netral, selama ini tulisan2 Opa sudah dimaksimalkan menjaga hati kok. Let it go Opa.
Gherly Moel
Jadi diri sendiri saja pak, jangan mau diatur-atur orang lain. Apalagi bapak sudah sepuh, banyak makan asam garam kehidupan, tahu mana yang baik mana yang buruk. Tak ada hak orang lain mengatur atur apa yang akan bapak tulis dan sharing ke teman teman lain.
Hendro Santoso
Pak Tjip siapa yang terluka?. Sebuah artikel akan menjadi pelajaran berharga bagi para pembaca Pak Tjip selama ini, bukan melukai.
Pak Tjip, saya tidak yakin kenapa orang harus terluka dengan artikel Bapak apalagi katanya sampai ribuan orang. Hanya orang-orang yang iri saja yang terluka karena mereka tidak beruntung bisa memiliki kesempatan makan siang bersama RI 1 seperti Pak Tjip dan teman-teman yang lain. Salam hangat semoga tetap sehat Pak Tjip.
Fantasi
Saya tidak mengerti mengapa "banyak" orang terluka dengan artikel Pak Tjip. Mekanisme pemilihan Kompasianer yang diajak ke istana sama sekali di luar kendali, bahkan bagi sebagian besar di luar pengetahuan, 100 orang yang makan siang bareng presiden. Mereka (termasuk Pak Tjip) tidak merebut kesempatan orang lain, apalagi dengan cara-cara yang tak etis. Saya ikut menikmati kebahagian Kompasianer yang diundang ke istana oleh Presiden dan ikut senang membaca tulisan-tulisan mereka, meskipun saya tidak termasuk yang diundang.
Boyke Abdillah
16 Desember 2015 07:38:17 Om Tjip, Itu orang yang menginbox Om Tjip adalah tipe manusia yang cocok jadi politisi. Politisi mencatut nama rakyat demi kepentingan pribadi dan golongan. Begitu juga yang menginbox Om Tjip. Dia yang terluka dibilangnya orang banyak yang terluka. Seharusnya ditanya pada yang bersangkutan orang yang mana, bisa nggak menyebutkan siapa-siapa orang yang terluka itu. Jangan asal main sebut saja. Setahu saya, yang salah itu bukan pada kompasianer yang terpilih, tapi pada kesalahan admin memilih kompasianer.!
Alex Enha
Saya salah satu yang tidak diundang ke istana dan saya sama sekali tidak ada masalah. Tulis aja yang pingin pak Tjip tulis, tetap semangat pak
Daniel H.T.
Tidak perlu disimpan di hati, Pak, selama kita yakin hati kita selalu dalam niatan baik. Maklum juga, banyak orang kita yang "Susah melihat orang lain senang, senang melihat orang lain susah"
Subur
Kalau nggak bisa berdamai dengan dirinya sendiri, apapun yang kebahagiaan dan kesusahan dirasakan dan dilihatnya , tidak akan memuaskan yang bersangkutan pak, salam dari atambua
Abah Pitung
Semoga kesadaran Pak Tjip mengimbas kepada yang lainnya. Makan semeja dengan Presiden di Istana Negara, adalah merupakan agenda Sekneg masukan dari intelijen. Harapan mereka, hanya dengan makan semeja akan ada ratusan tulisan dan tanggapannya di Kompasiana berupa menggadang gadang Jokowi didalam anjloknya serta kesemerawutan ekonomi Nasional.
Lady 1402
Menurut saya yg jadi penyebab adalah ketidakada terbukaan dari admin. Kompasiana adalah wadah bagi semua warga, sehingga kalo ada undangan untuk warga ya harusnya disampaikan secara terbuka dan jelas kriteria2x nya dan jelas list nya jika nanti sudah terbentuk list. Kalo undangan itu disampaikan mepet oleh pihak istana, admin kompasiana harus berani katakan tidak bisa daripada mengorbankan ketidakpercayaan warga. Saya mengutip dari salah satu artikel: Kenapa sih mesti pake cara2x yg tidak baik untuk melakukan sesuatu yang baik? Saya rasa para admin kompasiana tahu cara2x yg baik dan patut.
Rakyat Jelata
Pak Tjip, masalahnya banyak orang yang tidak ikhlas melihat kebagiaan orang lain, yang dia juga ingin terlibat di dalamnya tetapi dia belum mendapat rizki tersebut. Apalagi kalau dia merasa lebih berhak dari orang-orang yang berbahagia itu. Alhamdulillah saya ikut merasakan kebahagiaan itu. Mudah-mudahan yang merasa tersakiti bisa segera mendapat kebahagiaan. Salam hormat, Pak Tjip!
Hantus Tommy
Kalau pun ada yang sakit hati (karena tulisan Pak Tjip baik itu yang judul makan semeja dengan Presiden RI ataupun jalan2 keluar negeri) berarti belum siap melihat orang lain bahagia, Pak Tjip... Berbagi pengalaman baik kebahagian ataupun kesedihan kepada orang lain itu adalah suatu pembelajaran hidup
RITA AUDRIYANTI
Hmmm..... Om Tjip, bagi saya sejauh ini tulisan Om biasa saja, normal, "tidak menganggu" bahkan sering inspiratif. Saya sadar, bahwa hidup ini akan selalu pro kontra dengan apa yang kita lakukan. Ada yang subyektif, ada yg objektif. Maksud saya, mudah2an "colekan" seseorang via inbox tidak menganggu kenyamanan Om Tjip.
Tapi saya juga angkat topi dengan jiwa sensitif Om Tjip yang berunjuk minta maaf jika postingan tsb menganggagu. Salut. Salam damai Om dari negeri jiran.
Marzozen MSatin
terenyuh juga baca artikel om ini, om yang tua masih ingin mawas diri. Jelas kita hidup tidak bermaksud buruk bagi sesama dan juga tidak mungkin bisa menyenangkan semua orang, salut om, wassallam
Ma'arif Setyo Nugroho
Sebenarnya jika ada yang benar-benar terluka itu bukan karena artikelnya, pak TJip, tetapi lebih karena prosedurnya. Justru saya menunggu semua kompasiner yang datang menuliskan kisahnya.
Giens
Gak mungkin mengikuti keinginan semua orang, Opa. Ada pemain bola mencetak gol lalu melakukan selebrasi pun "menyakiti perasaan" tim yg kebobolan, plus suporternya, dan keluarga mereka yang mendukungnya di rumah. Tapi klo tak melakukan selebrasi, bisa dianggap tak menghargai usaha timnya yang mengantarnya mencetak gol.
Susah, mau jaga perasaan pihak yg mana. Simalakama. Semoga nanti tertawa tidak "dilarang" meski masih ada yg menangis.. gembira juga tidak "dilarang" meski masih ada yg bersedih. Semoga makan pun tidak "dilarang".. meski masih ada yg kelaparan. Salam opa.
Alam semesta
Gak mungkin mengikuti keinginan semua orang, Opa. Ada pemain bola mencetak gol lalu melakukan selebrasi pun "menyakiti perasaan" tim yg kebobolan, emang member kompasiana ini ada di tim yang berbeda, ini cuma 1 tim, kompasiana. kira2 dong klo mau beranalogi.
Andy Laksmana Sastrahadijaya
Dari 1.600 artikel yang sudah terpublished,rasanya tak satupun isinya menunjukkan kebanggaan diri."
Pak Tjip yang baik hati, meskipun Anda tidak memaksudkannya untuk membanggakan diri, oleh sebagian Kompasianer yang belum "matang" banyak artikel Anda dapat dapat dengan mudah dipersepsikan (secara keliru) sebagai ekspresi kebanggaan diri
Menulis kisah diri sendiri atau keluarga sendiri dan menempatkan diri sendiri/istri sebagai protagonis/tokoh jagoan dalam artikel sering disalahtafsirkan oleh pembaca sebagai penggelembungan ego alias membanggakan diri, walaupun hal itu dilakukan secara tidak sengaja dan sangat halus sehingga saking samarnya, Anda sampai tidak merasa atau menyadarinya. Semoga komentar yang mungkin terasa pahit ini menjelma menjadi "jamu" psikologis yang sangat manjur bagi Anda.
Asco
tenang aja pak gak terluka sedikitpun kok.menurutku mau senang atau tidak itu urusan kita masing masing,bukan urusan orang laen,emang gak ada tujuan buat melukai orang laen kok.tak ada yang salah sama sekali dari tulisan pak tjip,dan tidak perlu harus minta maaf karena memang tak ada yang perlu di maafkan.yang terluka itu hanya anak kecil yang tingkat kedewasaannya masih perlu di uji di laboratorium kira kira bs di buat dewasanya kapan.salam hangat pak tjip
Umi Setyowati
Tetap semangat Pak Cip. Saya sudah baca koment teman-teman di atas. Intinya, ya begitulah yang namanya kita keluarga besar di K,tapi secara pribadi, saya tak merasa terluka dengan kebahagiaan orang lain, bahkan ikut merasa bersyukur. Tuhan sdh mengatur bagian hidup kita semasing. Salam hangat Pak Cip dan Ibu.
CIN CIN
saya termasuk yang tidak diundang tapi saya ikut bahagia pak tjip bisa diundang. soal pantes tidaknya itu biar tim admin yang mengklarifikasi ke yang merasa berhak diundang tapi tidak terundang. membagi kebahagiaan adalah hak pribadi kalau ada yang merasa tersinggung akan artikel pak tjip itu juga hak pribadinya. jangan membiarkan orang lain mengendalikan kita untuk membagi kebahagiaan.
Seti
Selamat pagi pak Tjip. Jangan dipikirkan dan buang enerji untuk hal yang membuat bapak sedih. Biasa banyak komentar miring yang baik untuk introspeksi namun selalu baca dan lihat orang yang mukanya berbinar bila membaca tulisan bapak dan merasa tercerahkan. Smile to the world and the world will smile at you.
Giri Lumakto
Kalau ada yang terluka, mungkin itu salah satu cara dia sayang dengan njenengan pak Tjip. Walau dengan cemburu.
Imam Muttaqin
jangankan njenengan, seorang nabi saja tidak bisa memuaskan semua orang,.. yang penting niat, karakter, bentuk, dan caranya.. dan menurut saya artikel2 Opa ga ada niat melukai, ga ada konten sombong atau negatif,.. saya yang bodoh saja bisa menilai itu,.. njenengan malah menurut saya luar biasa energinya untuk sudi berbagi, salut! Itu pun, meski sudah baik, namun tetap rendah hati untuk instropeksi diri,.. makin salut saya dengan Opa!!,.. luar biasa humble Jangan gusar, jangan sedih, tep semangat Opa Tjip!
Find Leilla
tidak ada yg salah, pak tjipta.. bagi sy pribadi, justru tulisan mengenai kepala negara yg dtulis oleh teman2 dari banyak sisi bisa memberi gambaran yg berbeda dari yg kita dapat di banyak media.. tetap semangat, pak tjipta.. salim
Emmanuel Astokodatu
justru kesadaran reflektif yang menyusul dari anda itu bagi saya pelajaran yang sangat berharga dan anda tulis pula diatas ini.
Komentar Yang Melambangkan Kompasiana sebagai Miniatur Indonesia
Karena ada begitu banyak komentar yang masuk, sehingga tidak memungkinkan untuk mempublish keseluruhannya. Tampilan beberapa diantaranya. ,mohon dianggap sudah mewakili semua komentar yang masuk.
Bahwa Kompasiana sungguh merupakan perwujudan dari Indonesia mini, dapat terlihat dari rangkuman beragam nada dan warna komentar, yang merupakan penampakan dari falsafah hidup berbagai kalangan.
Terima kasih tak terhingga, kepada teman teman ,tanpa ada yang dikecualikan. Dan Seandainya dalam penuangan komentar ini, terdapat kalimat atau kata kata yang mungkin tidak pas untuk semua orang, mohon dimaafkan. Karena artikel ini justru untuk menunjukkan bahwa dalam keberagaman dan tangga nada yang berbeda, kita semua dapat merupakan sebuah symphony kehidupan nan indah.
Tak lupa terima kasih kepada Admin yang sudah berkenan menempatkan artikel ini di highlight, sehingga dapat kesempatan untuk dibaca banyak orang. Salam hangat dari benua kanguru.
Iluka, Western Australia, 18 Desember, 2015
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H