Mohon tunggu...
Titin Widyawati
Titin Widyawati Mohon Tunggu... Lainnya - Pengamat Kehidupan

Suka melamun dan mengarang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Riana

18 April 2024   23:57 Diperbarui: 18 April 2024   23:57 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Riana menatap titik-titik air hujan yang menetas dari langit, ia diam menyelami waktunya dan kesendiriannya. Ada orang yang berteduh dan menunggu bus Kota Dalam di sana, kesemuanya sibuk menatap layar ponsel, kecuali Riana, yang justru menenggelamkan pikirannya pada tragedi setahun silam. Ia tidak pedih seperti korban banjir lainnya, sebab ia merasa tak memiliki sanak keluarga, dari umurnya lima tahun, ia sudah tinggal di Panti Asuhan Kristen dengan belbagai peraturan yang membuat kepalanya pening. Ia tak tahu siapa ayah dan ibunya, pergi ke manakah mereka, ia juga tak ingin tahu. Siapa yang melahirkannya lantas tega meninggalkannya? Ia mengabaikan pertanyaan-pertanyaan yang baginya tidak memiliki jawaban tersebut.

 Ia hanya kesal dengan pemilik panti yang mewajibkannya belajar dan berdoa kepada Yesus. Ia malas berdoa, karena sadar doanya tidak akan pernah membuat kedua orangtuanya datang menjemputnya. Ia benci belajar karena baginya saat itu, pandai tak akan membuat bangga siapa pun, termasuk pemiliki panti asuhan. Pendeta yang merawatnya dari kecil telah lelah mendengar tangisan anak-anak lainnya, ia tak sempat memerhatikan Riana. Sebab itulah, ketika panti asuhannya dikabarkan luluhlantah, Riana diam saja, tak sedih, juga tak berduka cita. Yang ia khawatirkan hanya ia takut jika dirinya mati. Ia trauma dengan hujan besar yang mendatangkan badai. Ia belum siap mati. 

Wajah Riana terlihat sangat Bimbang. Aland dapat menangkap gerak-gerik gesture mimik wajahnya. Aland memutuskan mengikuti Riana. 

"Di mana rumahmu?"

"Perumahan Sekar, Gang 05 Timur."

"Kebetulan aku sedang mencari tempat tinggal, bisakah aku ikut denganmu? Aku ingin menyewa rumah yang tersisa."

Pada akhirnya mereka tinggal bersebelahan. Aktivitas Riana terekam oleh Aland, begitupun sebaliknya. Aland orang yang jarnag keluar rumah, entah apa pekerjaannya, sehari-hari ia berkutat di dalam rumah bermodalkan dengan beberapa laptop dan ponsel. 

Jika pun pergi maka hanya pada hari Sabtu dan Minggu, sama dengan penghuni kontrakan rumah yang lain, kebanyakandi hari-hari tersebut mereka akan berlibur, namun entah Aland pergi ke mana, ia tak pernah memberitahu Riana. Setahun mereka bertetangga, kedekatan mulai terjalin. Riana yang terkadang kelelahan seringkali mencurahkan isi batinnya kepada Aland secara spontan tanpa sadar ketika otaknya dibius oleh minuman keras. 

Pada suatu malam Riana membeberkan jati dirinya yang dulu pernah bekerja menjadi pelacur. Ia tampak menjadi wanita yang sangat putus asa. Ia juga membocorkan semua protes-protes konsumen. Apa saja yang mengganjal di benaknya ia muntahkan di hadapan Aland. Keesokan harinya, ia malu dan menyesali kebodohannya. 

"Tak apa, aku memahaminya," 

Sejak saat itu, mereka menjadi tetangga yang sangat dekat, bahkan lebih sering makan bersama di teras rumah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun