Mohon tunggu...
Titin Widyawati
Titin Widyawati Mohon Tunggu... Lainnya - Pengamat Kehidupan

Suka melamun dan mengarang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Riana

18 April 2024   23:57 Diperbarui: 18 April 2024   23:57 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kota Luar sore itu menangis, hujan menggenangi permukaan aspal. Kopi-kopi di meja kafe mendingin tak kunjung diminum. Warna-warni payung menghiasi jalan trotoar. Jas-jas hujan berkeliaran melawan arus hujan. Remang cahaya membias pada butiran air, yang membuat senja tampak elegan. Sayangnya hujan tak lagi menyimpan kerinduan dalam bola mata bocah-bocah. Semua manusia meringkuk di bawah naungan atap, kecuali mereka yang sengaja memadati jalanan untuk pulang. Punggung-punggung berbalik. Nuansa yang manis di tepian jembatan kota menjadi hal yang paling dirindukan, saat sepasang pemuda saling sandar membicarakan kesemuan masa depan. 

Hari itu, hujan membawa kabar duka bagi sebuah kota, meluluhlantahkan gedung dan bangunan-bangunan tua, menyapu bersih orang-orang yang ada di pusar jalan, meleburkan pasar dan pusat perbelanjaan. Gagang payung lepas dari genggaman tuannya. Cangkir-cangkir kopi pecah, seiring dengan ambruknya kafe yang menaungi. Waiters-waiters kalang-kabut, tunggang-langgang mencari pegangan agar tidak terseret banjir. Mayat-mayat hanyut, lalu tersangkut di tiang listrik yang roboh. 

Seorang Pelacur meratap mencari bantuan di hotel teratas, ia menjerit, memohon pertolongan kepada Tuhan yang telah lama dilupakan. 

Sungai-sungai yang semula dipenuhi dengan sampah membuat banjir bandang yang tak pernah diinginkan mereka itu terjadi. Kabar duka mengalir sederas air. Keluarga tak lagi lengkap. Sementara Pelacur itu, pasrah dengan takdir menunggu penyelamat membenarkan lift hotel yang rusak. 

Di bening bola matanya sendiri, ia menyaksikan musibah itu. Ia meraung-raung bukan karena kesakitan, namun penuh  dengan ketakutan. Yang ada di dalam benaknya, jika ia mati, siapakah yang akan menanggung dosa berzinanya dengan orang-orang berdasi selama ini? Ia tak tahu, akan mengambil keputusan untuk menyelamatkan diri, atau menenggelamkan diri. Orang  yang dikencaninya jatuh pingsan beberapa menit lalu karena tak tahan melihat keadaan di luar sana yang dipenuhi dengan pengakhiran. Ia aman. Ya, ia aman namun jiwanya tak tentram. 

Satu bulan pasca musibah banjir bandang, ketika rakyat masih berebut makan di tenda-tenda pengungsian, Timsar masih mencari mayat-mayat dalam lumpur, ia memutuskan pergi. Merantau ke Kota Dalam, menutup masa lalu kelamnya, menyembunyikan riwayat hidupnya. Ia menghapus rekaman jejak dalam ingatannya tentang semua orang yang telah menidurinya, bahkan ia sangat bersyukur media masa mengabarkan diri mereka hilang. Mulai waktu itu, ia ingin mempercayakan hidupya kepada hati nurani, bukan nafsu duniawi. 

Di Kota Dalam ia tinggal di rumah kontrakan sederhana. Setiap Minggu, ia aktif beribadah dan berdoa di Gereja, sementara kebutuhan hidup sehari-harinya ia mengandalkan pekerjaannya sebagai Kurir Penjualan Barang Online. 

***

Pagi ini, Riana mengepak barang yang akan dikirim ke konsumen, beberapa produk kecantikan dan pakaian gamis syar'i. Ia memasukkannya ke dalam kardus yang proporsional. Melapisi permukaannya dengan lakban kuning, kemudian membawanya ke Kantor Pos. Begitulah pekerjaan Riana sehari-hari selain mendapatkan komplain dari konsumen mengenai paket yang tak kunjung datang, atau paket yang cacat ini dan itu. 

Ia selalu berpikir rasional, bahwa paket di negara ini tidak hanya untuk satu orang, maka pending ke alamat tujuan merupakan hal yang wajar, sementara mengenai isi brang yang tak sesuai dengan keinginan konsumen, ia serahkan sepenuhnya kepada pencipta alam. Lantas baginya sendiri, pekerjaan diomeli dan dibom dengan pesan-pesan tak sabaran itu merupakan anugerah.  

Di Kota Dalam, Riana terkenal sebagai Seorang kurir yang ramah dan baik hati dalam melayani konsumen-konsumennya, ia juga sering mendapatkan reward dari atasan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun