Ketika salah satu pasangan calon dibatalkan, seharusnya KPU mencetak ulang surat suara yang memuat pilihan kotak kosong sesuai aturan dalam PKPU 20/2020. Dengan adanya kotak kosong, rakyat tetap memiliki hak untuk menyatakan ketidaksetujuan. Tetapi, KPPU 1774/2024 justru mengarahkan suara ke pasangan calon yang tersisa.
Ini artinya, kita dipaksa untuk memilih pasangan calon yang ada, atau suara kita dianggap tidak berarti. Bagaimana ini adil?
2. Menyalahi Prinsip Demokrasi
Pemilu harus bebas dan adil. Kebebasan artinya rakyat memiliki hak untuk memilih atau menolak siapa pun. Jika pilihan kotak kosong dihapuskan, di mana kebebasan itu?
Kita tahu, dalam pilkada dengan satu pasangan calon, kotak kosong adalah mekanisme sah untuk menolak calon tersebut. Jika kotak kosong menang, pemilu harus diulang dengan calon baru. Ini adalah jaminan bahwa demokrasi kita berjalan sesuai keinginan rakyat.
3. Mengurangi Kepercayaan Publik
Bayangkan jika pilkada ini berlangsung dengan aturan seperti ini. Banyak pemilih akan merasa bahwa suara mereka tidak dihargai, karena:
- Tidak ada pilihan lain selain pasangan calon yang ada.
- Suara yang seharusnya tidak sah malah dialihkan secara sepihak.
Akibatnya, orang akan kehilangan kepercayaan pada pemilu dan sistem demokrasi kita.
4. Berpotensi Menimbulkan Konflik
Ketentuan ini juga berisiko menciptakan konflik hukum. Bayangkan jika seseorang mencoblos kolom pasangan calon yang dibatalkan karena ketidaktahuan, lalu suaranya dianggap untuk pasangan calon yang tersisa. Ini bisa memicu protes, bahkan gugatan hukum, karena suara mereka dialihkan tanpa persetujuan.
Sebagai rakyat, kita berhak meminta KPU segera merevisi KPPU 1774/2024 agar kotak kosong tetap tersedia dalam pemilihan dengan satu pasangan calon, sesuai PKPU 20/2020.Â