Mohon tunggu...
Titiek Septiningsih
Titiek Septiningsih Mohon Tunggu... Lainnya - IRT yang merangkap sebagai ASN dan mencoba mengasah kemampuan menjadi penulis

5 tahun bergabung di Sekolahalam Bontang (2003-2008). Saat ini mengabdikan diri sebagai ASN di Kota Banjarbaru

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mengembalikan Hak Demokrasi Pemilih: Kritisi KPPU 1774/2024

25 November 2024   11:37 Diperbarui: 26 November 2024   10:21 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kutipan Pasal 14 PKPU 20/2020 (Sumber : jdih.kpu.go.id)

#Pilkada serentak 2024 tinggal menghitung hari. Untuk Banjarbaru sendiri Pilkada Tahun 2024 ini terasa berbeda karena dari 2 (dua) calon kandidat, salah satunya didiskualifikasi sebulan menjelang pemilihan.

Ketika calon kepala daerah yang juga merupakan petahana didiskualifikasi, isu memenangkan "kotak kosong" mulai mencuat. 

"kotak kosong" merupakan sesuatu yang baru bagi masyakarat Banjarbaru, karena sepanjang sejarah pemilihan kepala daerah di kota ini, belum pernah ada calon tunggal untuk pemilihan kepala daerah, termasuk di Pilkada tahun 2024. Namun, karena satu calon pasangan didiskualifikasi Banjarbaru terpaksa menghadirkan calon tunggal.

Sebenarnya tidak masalah bila hanya ada calon tunggal. Tokh ... berdasarkan peraturan pemilih tetap diberikan ruang untuk menolak calon tunggal dengan menghadirkan "kotak kosong".

Aturan tentang "kotak kosong" dijelaskan melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan Satu Pasangan Calon. Dalam kondisi seperti ini, pemilih diberikan pilihan antara mencoblos pasangan calon yang masih tersisa atau kotak kosong. 

Fenomena "kotak kosong" telah ada sejak Pilkada tahun 2015, tepatnya sejak MK memutuskan bahwa pemilu harus tetap berlangsung walaupun hanya ada 1 (satu) pasangan calon. Jika kotak kosong menang seperti yang terjadi pada Pilkada 2018 di Makassar, KPU akan menyelenggarakan pemilihan kembali pada pemilihan serentak periode berikutnya. Hal ini telah diatur melalui PKPU 13/2018

Kutipan Pasal 25 PKPU 13/2018 (Sumber : jdih.kpu.go.id)
Kutipan Pasal 25 PKPU 13/2018 (Sumber : jdih.kpu.go.id)

Polemik terjadi ketika KPU mengeluarkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1774 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota dimana pada halaman 76 terdapat poin yang berbunyi :

"Dalam hal ketua KPPS menemukan Surat Suara Pemilihan yang dicoblos pada 1 (satu) kolom Pasangan Calon yang memuat nomor urut, foto, atau nama Pasangan Calon yang dibatalkan karena adanya rekomendasi Bawaslu atau putusan lembaga peradilan, suara pada Surat Suara tersebut dinyatakan tidak sah."

dan

"Dalam hal ketua KPPS menemukan Surat Suara Pemilihan yang dicoblos pada 1 (satu) kolom Pasangan Calon yang memuat nomor urut, foto, atau nama salah satu calon dari Pasangan Calon yang dibatalkan karena adanya rekomendasi Bawaslu atau putusan lembaga peradilan, suara pada Surat Suara tersebut dinyatakan sah untuk salah satu calon dari Pasangan Calon yang tidak dibatalkan."

menurut saya, kedua poin ini memiliki makna yang bertentangan. 

Pernyataan pertama menghormati pilihan pemilih dengan tidak mengalihkan suara mereka ke pasangan calon yang masih tersisa. Hal ini menjaga asas netralitas dan independensi pemilih. Pemilih yang tidak setuju dengan pasangan calon yang tersisa dapat memilih untuk tidak sah, tanpa secara tidak langsung dipaksa mendukung calon yang tersisa. Prinsip keadilan dan transparansi dalam pemilu tetap dijaga, karena setiap suara yang dicoblos pada calon yang dibatalkan tidak akan dihitung.

Pernyataan kedua berpotensi menyalahkan niat pemilih, karena suara yang diberikan untuk calon yang dibatalkan akan dialihkan tanpa persetujuan pemilih. Pilihan demokratis pemilih (seperti memilih kotak kosong atau tidak memilih sama sekali) bisa terganggu, karena suara mereka mungkin dihitung untuk calon yang tidak mereka pilih. Pengalihan suara seperti ini dapat menimbulkan kontroversi hukum, terutama terkait dengan kebebasan pemilih dalam menentukan pilihan mereka.

Selain itu, pernyataan ini menimbulkan pertanyaan lain. Bagaimana bila calon yang dibatalkan adalah satu dari tiga calon yang ada. Apakah surat suara dari pasangan yang dianggap tidak sah itu dialihkan hanya pada salah satu calon dari pasangan calon yang tidak dibatalkan? Lucu.

Di Banjarbaru, KPPU 1774/2024 ini langsung memunculkan pemberitaan di media seperti  "Tak ada kotak kosong di Pilwali Banjarbaru" (Radar Banjarmasin) atau pernyataan dari KPU Kalsel:Pilwali Banjarbaru Tidak Masuk Klasifikasi Kotak Kosong" (Kanal Kalimantan).

Dalam sistem demokrasi kita, pilkada bukan hanya soal memilih pemimpin, tetapi juga soal memberikan rakyat kebebasan untuk menyuarakan kehendaknya. Salah satu cara kita menjaga itu adalah melalui pilihan kotak kosong dalam pemilihan dengan satu pasangan calon. Pilihan ini bukan sekadar simbol, melainkan jalan bagi pemilih yang tidak setuju dengan calon yang tersedia untuk menyampaikan sikap secara sah.

Namun, terbitnya Keputusan KPU Nomor 1774/2024 yang ditandatangani pada tanggal 23 November 2024 justru menghilangkan kesempatan penting ini. Ketentuan dalam KPPU ini menyatakan bahwa jika salah satu pasangan calon dibatalkan, maka suara yang diberikan kepada pasangan yang dibatalkan akan dianggap sah untuk pasangan calon yang tersisa.

Inilah poin yang menjadi masalah besar. Mengapa?

1. Menghilangkan Pilihan Kotak Kosong

Kutipan Pasal 14A PKPU 20/2020 (Sumber: jdih.kpu.go.id)
Kutipan Pasal 14A PKPU 20/2020 (Sumber: jdih.kpu.go.id)

Ketika salah satu pasangan calon dibatalkan, seharusnya KPU mencetak ulang surat suara yang memuat pilihan kotak kosong sesuai aturan dalam PKPU 20/2020. Dengan adanya kotak kosong, rakyat tetap memiliki hak untuk menyatakan ketidaksetujuan. Tetapi, KPPU 1774/2024 justru mengarahkan suara ke pasangan calon yang tersisa.

Ini artinya, kita dipaksa untuk memilih pasangan calon yang ada, atau suara kita dianggap tidak berarti. Bagaimana ini adil?

2. Menyalahi Prinsip Demokrasi

Pemilu harus bebas dan adil. Kebebasan artinya rakyat memiliki hak untuk memilih atau menolak siapa pun. Jika pilihan kotak kosong dihapuskan, di mana kebebasan itu?

Kita tahu, dalam pilkada dengan satu pasangan calon, kotak kosong adalah mekanisme sah untuk menolak calon tersebut. Jika kotak kosong menang, pemilu harus diulang dengan calon baru. Ini adalah jaminan bahwa demokrasi kita berjalan sesuai keinginan rakyat.

3. Mengurangi Kepercayaan Publik

Bayangkan jika pilkada ini berlangsung dengan aturan seperti ini. Banyak pemilih akan merasa bahwa suara mereka tidak dihargai, karena:

  • Tidak ada pilihan lain selain pasangan calon yang ada.
  • Suara yang seharusnya tidak sah malah dialihkan secara sepihak.

Akibatnya, orang akan kehilangan kepercayaan pada pemilu dan sistem demokrasi kita.

4. Berpotensi Menimbulkan Konflik

Ketentuan ini juga berisiko menciptakan konflik hukum. Bayangkan jika seseorang mencoblos kolom pasangan calon yang dibatalkan karena ketidaktahuan, lalu suaranya dianggap untuk pasangan calon yang tersisa. Ini bisa memicu protes, bahkan gugatan hukum, karena suara mereka dialihkan tanpa persetujuan.

Sebagai rakyat, kita berhak meminta KPU segera merevisi KPPU 1774/2024 agar kotak kosong tetap tersedia dalam pemilihan dengan satu pasangan calon, sesuai PKPU 20/2020. 

Walau belum melihat surat suara dengan munculnya "poin" tadi pada KPPU 1774/2024 saya bisa menebak kalau surat suara yang dipakai adalah yang masih bergambar 2 (dua) pasangan calon. 

Tapi kita tetap harus berpikir positif, bukan? Semoga saja surat suara untuk Pilkada di Banjarbaru dicetak ulang dengan desain yang benar. Sebulan saya pikir adalah waktu yang cukup untuk bisa mencetak ulang surat suara sesuai peraturan. Apalagi jumlah DPT Banjarbaru hanya 195.819 dari 3.025.220 pemilih se-Kalsel.

Ini hanyalah sebuah tulisan untuk menyatakan ketidakpuasan pada sistem demokrasi pada Pilkada Serentak 2024 tahun ini. Semoga tulisan ini tidak dianggap sebagai ketidaknetralan sebagai ASN, tidak dianggap sebagai keberpihakan pada salah satu calon atau mantan calon kepala daerah. Ini murni hanya tulisan seorang calon pemilih yang resah karena hilangnya demokrasi di Banjarbaru .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun