Dengan demikian Rapor Pendidikan Indonesia telah secara resmi diluncurkan.
Ada pun platform Rapor Pendidikan dapat digambarkan melalui cerita sebagai berikut:
Pada suatu pagi, Ibu Engkom Komariah yang merupakan Kepala SD Negeri Ciseupan sedang melihat hasil evaluasi satuan pendidikannya, dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa kemampuan numerasi satuan pendidikannya belum mencapai batas kompetensi minimum, ia mulai berpikir berbagai cara untuk memperbaiki capaian numerasi di satuan pendidikannya.
Pada waktu yang bersamaan, Ibu Siska Selvia memiliki kekhawatiran yang berbeda sebagai Kepala SMP PIB, data evaluasi yang ia dapatkan menunjukkan bahwa satuan pendidikan tempat ia mengabdi memiliki masalah dengan iklim keamanan. Perundungan merupakan salah satu isu penting yang perlu diatasi segera.
Di sisi lain, Bapak Agung Gunawan kepala SMA Muara Madani sedang melihat hasil Asesmen Nasional (AN) yang menunjukkan capaian Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) satuan pendidikannya sangat baik. Namun, pada bagian survei karakter satuan pendidikannya memiliki hasil capaian yang masih kurang baik.
Ibu Engkom Komariah, Ibu Siska Selvia, dan Bapak Agung Gunawan dengan para pendidik mulai membuka platform Rapor Pendidikan. Mereka merefleksikan capaian satuan pendidikannya, lalu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hasil tersebut. Hasil analisis tersebut menjadi dasar mereka menyusun program dan kegiatan melalui perencanaan berbasis data.
Perencanaan berbasis data merupakan program Kemendikbudristek yang mendorong perbaikan kualitas pendidikan lebih terarah dan efektif.
Dari hasil analisis, Ibu Engkom Komariah menemukan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil kemampuan numerasi di satuan pendidikannya adalah karena metode belajar yang kurang interaktif. Ibu Engkom Komariah dan para pendidik merencanakan untuk lebih melibatkan para peserta didik untuk mendukung proses belajar mengajar di satuan pendidikannya.
Hal yang serupa terjadi pada Ibu Sisika Selvia dan para pendidik di SMP PIB, mereka menemukan bahwa masalah perundungan di satuan pendidikannya terjadi karena berawal dari ejekan antar peserta didik. Mereka pun merencanakan untuk mengadakan kegiatan diskusi rutin yang interaktif dan menarik bagi para peserta didik tentang perundungan dan meningkatkan kualitas layanan bimbingan konseling.
Bapak Agung Gunawan yang satuan pendidikannya memiliki kekurangan di aspek karakter, juga menemukan bahwa ternyata hal tersebut dikarenakan kurang adanya kolaborasi dan kepedulian sosial antar peserta didiknya. Mereka pun merencanakan untuk membuat pembelajaran berbasis proyek sosial secara berkelompok agar para peserta didik dapat bersosialisasi dan bergotong-royong lebih baik lagi.
Rencana kegiatan yang dibuat diaplikasikan dengan melibatkan seluruh warga satuan pendidikan di lingkungan SD Negeri Ciseupan, SMP PIB, dan SMA Muara Madani. Satu tahun kemudian, Ibu Engkom Komariah, Ibu Siska Selvia, dan Bapak Agung Gunawan kembali melihat Rapor Pendidikan milik satuan pendidikannya. Hasilnya menunjukkan bahwa ternyata terjadi peningkatan yang sangat signifikan pada hasil capaian satuan pendidikan mereka. Ibu Engkom Komariah, Ibu Siska Selvia, dan Bapak Agung Gunawan merasa sangat senang dan merasakan manfaat dari Rapor Pendidikan.
Mari, gunakan Rapor Pendidikan untuk introspeksi secara menyeluruh dalam menyelesaikan persoalan pendidikan sesuai akar masalah demi perbaikan yang berkelanjutan dan peningkatan kualitas pendidikan Indonesia!
Rapor Pendidikan: Identifikasi, Refleksi, Benahi.
Selanjutnya dalam sesi diskusi didapatkan kesimpulan berupa harapan semoga platform Rapor Pendidikan dapat menjadi ajakan untuk aksi dengan menggunakan Rapor Pendidikan secara aktif di tingkat satuan pendidikan dan daerah. Dengan kejujuran dan transparansi menerima data tersebut, kemudian proses membelajari Rapor Pendidikan itu akan menjadi proses transformasi terbesar di masing-masing satuan pendidikan. Sekarang dapat kita bayangkan, semua satuan pendidikan akan membuka Rapor Pendidikan, mungkin masih belum mengerti semuanya, namun akan menyelidiki apa yang dimaksud dengan iklim keamanan, apa yang dimaksud dengan literasi dan banyak pertanyaan lainnya yang memunculkan diskusi inspiratif menuju satuan pendidikan yang seharusnya.
Berbagai pertanyaan bermunculan terkait Rapor Pendidikan ini, beberapa pertanyaan tersebut, antara lain:
Bagaimana upaya Kemedikbudristek agar Rapor Pendidikan dapat digunakan secara optimal? Bagaimana koordinasi dengan Kemendagri serta apakah ada sanksi yang diberikan jika daerah tidak memanfaatkan Rapor Pendidikan tersebut? (Pertanyaan Indriani -- LKBN Antara)
Menjawab pertanyaan tersebut, Bapak Menteri mengingatkan kembali bahwa esensi dari Rapor Pendidikan ini adalah untuk memudahkan kepala satuan pendidikan, Dinas Pendidikan untuk memetakan kondisi pendidikan di satuan pendidikan atau di daerahnya, kemudian langkah berikutnya adalah mengoptimalkan pemanfaatannya oleh Kemendikbudristek yang akan mendampingi pemerintah daerah, forum kepala daerah, dan forum pengawas satuan pendidikan untuk melakukan refleksi dan perencanaan berbasis hasil dari Rapor Pendidikan tersebut.
Nah, untuk mengoptimalkan pemanfaatan Rapor Pendidikan Pemerintah Daerah, sejak Oktober 2021, Kemendikbudristek berkoordinasi erat dengan Kemendagri. Dari koordinasi tersebut, telah disepakati bahwa Rapor Pendidikan itu digunakan untuk mengukur pemenuhan Standar Pelayanan Minimum (SPM) bidang pendidikan sebagaimana diatur dalam Permendagri No. 59 tahun 2021. Karena platform ini merupakan bagian dari Merdeka Belajar, Kemendikbudristek tidak memaksakan pemerintah daerah untuk menggunakan Rapor Pendidikan ini. Jadi, Kemendikbudristek tidak akan memberikan sanksi jika pemerintah daerah tidak menggunakan Rapor Pendidikan. Hanya saja sangat disayangkan saja, karena Rapor Pendidkan ini adalah data yang luar biasa paling komprehensif, refleksinya untuk meningkatkan - tentu saja semua daerah menginginkan tingkat literasi dan numerasinya meningkat, tentu semua daerah ingin iklim satuan pendidikan mereka aman. Kemendikbudristek optimis bahwa ada kepala dinas atau pun kepala satuan pendidikan yang tidak ingin buru-buru membuka Rapor Pendidikannya, mereka pasti ingin mengetahui seperti apa gambaran peta mutu kualitas di satuan pendidikannya maupun di dalam daerahnya. Jadi, itu merupakan harapan besar Kemedikbudristek. Namun, ini adalah Merdeka Belajar, bukan paksaan. Ini merupakan bantuan Kemendikbudristek agar semua satuan pendidikan bisa memulai proses refleksi atas Rapor Pendidikannya.
Lalu, bagaimana dengan respon daerah dan satuan pendidikan mengenai Rapor Pendidikan sejauh ini? (Pertanyaan Dian Warastuti -- Harian Waspada)
Bapak Menteri menyampaikan jawaban bahwa Rapor Pendidikan ini baru dirilis secara terbatas, Kemendikburistek memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah dan Dinas Pendidikan tentang tujuan dan manfaat dari Rapor Pendidikan.
Alhamdulillah, kepala daerah dan kepala satuan pendidikan mendukung platform Rapor Pendidikan ini. Mereka menyampaikan bahwa platform ini akan sangat berguna untuk memperbaiki kualitas pendidikan mereka dari daerah sampai nasional. Tentunya mereka masih membutuhkan pendidikan, pemahaman lebih mendalam terhadap semua aspek ini, karena banyak dari mereka ini merupakan hal baru bagi mereka. Kemendikburistek mendengar isu-isu bahwa Rapor Pendidikan ini nantinya dapat merusak citra satuan pendidikan dan daerah untuk kinerjanya yang belum baik. Menyikapi hal ini, Kemendikbudristek menekankan sekali lagi bahwa data dari Rapor Pendidikan di tahun pertama ini hanya merupakan base line untuk memetakan kondisi awal, yang terpenting nanti itu adalah deltanya, progresnya dari tahun ke tahun. Karena kita bukan berlomba melawan satuan pendidikan lain atau melawan daerah lain. Namun, kita berlomba pada diri sendiri untuk menjadi lebih baik  setiap harinya dengan memperbaiki diri melakukan perencanaan berbasis data.
Jadi, yang terpenting adalah bagaimana Rapor Pendidikan ini menjadikan suatu tindakan, suatu langkah dengan sadar menjadi lebih baik setiap harinya.
Bagaimana perubahan yang berfokus pada kualitas pendidikan ini benar-benar bisa segera dirasakan anak-anak Indonesia sehingga mereka punya bekal yang cukup/mumpuni untuk sukses dalam kehidupan dan menjadi pembelajar sepanjang hayat? (Pertanyaan Ester -- Harian Kompas)