Survei lingkungan belajar merupakan pengukuran terhadap kualitas pembelajaran, refleksi pendidik, perbaikan praktik belajar, iklim keamanan dan inklusivitas satuan pendidikan dan latar belakang keluarga peserta didik. Survei lingkungan belajar ini menjadi dasar untuk diagnosis masalah dan perencanaan perbaikan.
Hasil Asesmen Nasional 2021:
(a) Komponen Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) Literasi-Numerasi
Terdapat isu kompetensi peserta didik di Indonesia dengan perbedaan capaian per jenjang, bahwa capaian kompetensi literasi per jenjang didapatkan bahwa 1 dari 2 peserta didik belum mencapai kompetensi minimum literasi dan 2 dari 3 peserta didik belum mencapai kompetensi minimum numerasi. Hal ini merupakan Pekerjaan Rumah (PR) besar kita untuk meningkatkan daya literasi dan numerasi di seluruh Indonesia. Kompetensi literasi dan numerasi yang rendah berpotensi berakibat buruk pada keberlangsungan masayarakat, antara lain:
- Kesulitan peserta didik melanjutkan belajar di tingkat pendidikan selanjutnya, karena literasi dan numerasi adalah pondasi kemampuan belajar.Â
- Daya saing rendah di era teknologi dan digital terutama di kancah internasional.
- Kesadaran rendah terhadap hoax yang disebarkan di masyarakat.
Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa terdapat kesenjangan kompetensi antara Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa, yaitu capaian kompetensi minimum literasi jenjang pendidikan SD/MI/sederajat. Dengan adanya AN, maka kita dapat melihat data berbasis per kabupaten/kota bahkan per sekolah sebagai masalah kita bersama yang harus ditangani oleh pemerintah maupun masyarakat. Dari data dapat terlihat satuan pendidikan yang benar-benar membutuhkan bantuan yang lebih banyak baik dari pemerintah maupun dari masyarakat.
Sebagai salah satu contohnya kita mengambil seberapa besar kesenjangan ini. Kesenjangan antar daerah serta kesenjangan antar satuan pendidikan dalam satu daerah masih tinggi dengan persebaran skor literasi satuan pendidikan SMA/SMK/MA/sederajat di salah satu kabupaten di luar Jawa dengan salah satu kota di Pulau Jawa. Pertama, satuan pendidikan terbaik di salah satu kabupaten di luar Pulau Jawa setara dengan performa satuan pendidikan terburuk di salah satu kota di Pulau Jawa. Begitu pula kesenjangan antara satuan pendidikan terbaik dan terburuk dalam daerah yang sama masih tinggi. Intervensi spesifik terhadap satuan pendidikan tertentu dapat memiliki dampak yang signifikan.
Selanjutnya, capaian kompetensi numerasi per jenjang pada jenjang SD/MI/sederajat adalah jenjang yang memiliki proporsi satuan pendidikan "Perlu Intervensi Khusus" terbanyak untuk kompetensi numerasi, yaitu 18% satuan pendidikan di jenjang SD/MI/sederajat berada pada kategori Perlu Intervensi Khusus ini jauh lebih tinggi dibandingkan jenjang lain seperti SMP (8%), SMA (6%), dan SMK (7%). Oleh karena itu penting untuk mengimplementasikan program-program Kemdikbudristek seperti Kurikulum Merdeka, Kurikulum Darurat, Modul Literasi dan Numerasi, serta Kampus Mengajar yang mendukung pemulihan pembelajaran terutama pada jenjang SD/MI/sederajat.
(b) Survei Karakter
Profil Pelajar Pancasila yang menjadi pilar-pilar dari survei karakter dapat dibagi menjadi enam dimensi karakter pada peserta didik antara lain sebagai berikut:
1. Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia
Karakter peserta didik yang berkaitan dengan beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia menjadi pilar karakter spiritual dan moral.
2. Gotong-royong
Kesediaan dan pengalaman berkontribusi dalam kegiatan yang bertujuan memperbaiki kondisi lingkungan fisik dan ligkungan sosial menjadi pilar kemampuan bekerja-sama sebagai tim.
3. Kreativitas
Kesenangan dan pengalaman untuk menghasilkan pemikiran, gagasan, serta karya yang baru dan berbeda.
4. Nalar kritis
Kemampuan dan kebiasaan membuat keputusan yang etis berdasarkan analisis logis dan pertimbangan yang obyektif atas beragam bukti dan perspektif sebagai pilar kemampuan problem solving dan analisis logis.
5. Kebhinekaan global
Ketertarikan terhadap keragaman di berbagai negara serta memiliki kepedulian terhadap isu-isu global.
6. Kemandirian
Kemampuan dan kebiasaan mengelola pikiran, perasaan, dan tindakan untuk mencapai tujuan belajar dalam berbagai konteks.Â
Dalam Rapor Pendidikan sekarang dapat kita lihat persentase peserta didik yang memenuhi profil Pelajar Pancasila dalam pilar iman, takwa, dan akhlak mulia dan kreativitas merupakan karakter yang paling menonjol dari peserta didik Indonesia.
Hasil karakter SD/MI/sederajat cukup tinggi tetapi terdapat indikasi pengerjaan oleh pendidik. Sementara itu, hasil SMA/SMK/MA/sederajat relative lebih tinggi dibandingkan dengan hasil SD/MI/sederajat atau SMP/MTs/sederajat.
Jadi, iman, takwa, dan akhlak mulia dan kreativitas merupakan aspek yang paling menonjol dari peserta didik Indonesia. Tapi, sarana peserta didik untuk menyalurkan kreativitas masih terbatas.
Sementara itu, kebhinekaan global dan kemandirian merupakan aspek yang relatif paling rendah dari peserta didik Indonesia. Dalam pilar kemandirian ini menunjukkan beberapa kelemahan dalam aspek kemandirian yaitu banyaknya peserta didik yang tidak bisa memotivasi dirinya secara independen karena tidak diberikan cukup ruang untuk memberikan otonomi atau motivasi dalam dirinya ini menjadi suatu aspek sangat sulit untuk ditingkatkan tanpa pendidik dan lingkungan belajar yang mendorong kemandirian peserta didik serta mendorong pembelajaran sepanjang hayat.
Pilar kebhinekaan global juga menempati aspek yang relatif paling rendah dari peserta didik Indonesia, terutama dalam wawasan kebhinekaan dan kerukunan antar berbagai macam aspek kebhinekaan baik dari nasionalisme maupun toleransi yang harus kita tingkatkan di masa yang akan datang.
Jadi, ini adalah gambaran besar dari enam pilar Profil Pelajar Pancasila tersebut yang harus ditingkatkan.
Mengapa survei karakter ini penting?Â
Indeks karakter berkorelasi positif dengan kemampuan literasi dan numerasi, menunjukkan pentingnya Kurikulum Merdeka yang memiliki pendekatan lebih holistik.
Semakin baik karakter, maka semakin baik capaian literasi dan numerasi.
Dengan demikian, AN memberi gambaran komprehensif tentang kualitas pendidikan di Indonesia, yaitu bahwa terdapat korelasi antara kompetensi literasi-numerasi dan karakter peserta didik - menunjukkan pentingnya kurikulum dan pembelajaran yang holistik. Selain itu, kualitas pembelajaran dan iklim satuan pendidikan penting untuk diperhatikan -- lebih penting dari aspek sarana prasarana dan administratif. Â
Budaya positif, iklim yang aman, dan Profil Pelajar Pancasila itu sangat penting sebagai indikator untuk potensi pencapaian literasi dan numerasi.
Indeks karakter peserta didik SMA/SMK/MA/sederajat cenderung lebih baik dibandingkan dengan sebaran capaian literasi dan numerasi, termasuk di daerah luar Jawa, dengan Kalimantan Utara memiliki capaian  karakter yang merata.
Contoh:
Studi kasus menunjukkan bahwa lingkungan satuan pendidikan memiliki pengaruh penting terhadap karakter peserta didik, dan AN berperan sebagai perangkat untuk melihat pencilan positif.
Performa asesmen literasi dan numerasi
- Â SMP Negeri 2 Poco Ranaka di Manggarai Timur, NTT menunjukkan performa literasi (65,6) dan numerasi (57,9) yang relatif lebih tinggi dari rerata nasional, yaitu 52,7 untuk numerasi
- Capaian ini dapat terjadi walaupun berada di daerah yang memiliki indeks status sosio-ekonomi yang rendah (10% terendah secara nasional)
- Hal ini dapat terjadi karena karakter peserta didik yang kuat dan lingkungan pembelajaran yang kondusif
Performa asesmen karakter peserta didik
- Asesmen karakter menunjukkan bahwa SMP Negeri 2 Poco Ronaka memiliki indeks karakter yang tinggi (2,97) dibandingkan rata-rata nasional (2,06), dengan semua sub-aspek karakter berada di level baik
Performa asesmen lingkungan satuan pendidikan
- Iklim keamanan dan kebhinekaan juga menunjukkan hasil tertinggi di SMP Negeri 2 Poco Ronaka
- Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan satuan pendidikan memiliki peran penting dalam mendukung hasil pembelajaran peserta didik
(c) Survei Lingkungan Belajar
Survei lingkungan belajar ini mengukur faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik, seperti kualitas pembelajaran, iklim keamanan, dan iklim kebhinekaan.
Kualitas pembelajaran: tingkat kualitas interaksi antara pendidik dan materi pembelajaran dalam proses pengajaran dan pembelajaran.
Iklim keamanan: tingkat rasa aman dan kenyamanan peserta didik di satuan pendidikan dalam hal perasaan aman, perundungan, hukuman fisik, pelecehan seksual, dan narkoba di lingkungan satuan pendidikan.
Iklim kebhinekaan: menyangkut bagaimana lingkungan satuan pendidikan menyikapi keberagaman seperti perbedaan individu, identitas, maupun latar belakang sosial budaya dan mengenai komitmen kebangsaan.
Dari Rapor Pendidikan Indonesia, kita bisa melihat bahwa pendidik Indonesia relatif baik dalam memberikan dukungan afektif pada peserta didik tetapi perlu peningkatan kemampuan manajemen kelas dan aktivasi kognitif.
Performa kualitas pembelajaran di satuan pendidikan:
Dukungan afektif (percaya pada potensi peserta didik, perhatian dan kepedulian pendidik, dan umpan balik yang konstruktif)
Instruksi yang adaptif dinilai rendah oleh pendidik (1,7%) dan peserta didik (0,9%)
Manajemen kelas (disiplin positif dan keteraturan suasana kelas)
Persepsi peserta didik terhadap panduan pendidik (1,3%) dan aktivitas interaktif (0,1%) relatif lebih rendah dibanding persepsi pendidik terhadap kedua aspek tersebut (19,8% dan 11,1% secara berurutan)
Aktivasi kognitif (pembelajaran yang interaktif dan sesuai kemampuan peserta didik) masih membutuhkan perbaikan dalam banyak hal sebesar 67% ini sebagai hasil survei terhadap pendidik.
Dalam Rapor Pendidikan Indonesia, terdapat perbedaan besar antara persepsi kualitas pembelajaran antara pendidik dan peserta didik, padahal persepsi peserta didik menunjukkan korelasi lebih tinggi terhadap capaian pembelajaran.
Dalam persentase penilaian baik terhadap kualitas pembelajaran (meliputi ekspektasi akademik, umpan balik konstruktif, panduan pendidik, aktivitas interaktif) terdapat adanya perbedaan persepsi antara pendidik dan peserta didik menunjukkan bahwa level pembelajaran berorientasi peserta didik masih rendah di seluruh jenjang pendidikan.
Sedangkan dalam korelasi penilaian pendidik dan peserta didik, mengenai kualitas pembelajaran terhadap capaian literasi dan numerasi menunjukkan bahwa penting untuk memperhatikan penilaian peserta didik memiliki korelasi yang lebih besar terhadap capaian kompetensi dibandingkan dengan penilaian pendidik.
Saat ini, kita memasuki beberapa iklim keamanan, salah satunya adalah isu perundungan seperti telah kita ketahui bersama bahwa secara nasional bahwa perundungan merupakan isu yang sangat serius dan sangat berdampak terhadap pencapaian pembelajaran dan rasa keamanan peserta didik. Dalam Rapor Pendidikan Indonesia didapatkan angka sebesar 24,4% peserta didik berpotensi mengalami insiden perundungan di satuan pendidikan dalam satu tahun terakhir. Sebagaimana contoh pertanyaan di dalam survei yang berkaitan dengan insiden perundungan adalah sebagai berikut:
Selama satu tahun terakhir, seberapa sering kamu memiliki pengalaman-pengalaman berikut ini di sekolah?
- Saya dipukul atau ditendang atau didorong oleh siswa lain di sekolah
- Saya diancam oleh siswa lain
- Siswa lain mengambil atau merusak barang-barang milikku
Salah satu hal yang menarik adalah adanya korelasi bahwa semakin pendidik/kepala satuan pendidikan paham tentang konsep perundungan, maka semakin berkurang insiden yang terjadi. Pemahaman pendidik/kepala satuan pendidikan atas konsep perundungan berbanding terbalik dengan insiden perundungan. Contoh pernyataan dalam survei untuk mengukur pemahaman pendidik/kepala satuan pendidikan tentang perundungan:
- Kejadian yang dianggap sebagai bullying/perundungan itu biasanya kenakalan yang wajar dilakukan peserta didik
- Satuan pendidikan tidak terlalu serius menangani kasus-kasus yang sering disebut sebagai bullying/perundungan
- Saya tahu apa yang perlu dilakukan jika ada peserta didik yang melapor telah mengalami bullying/perundungan
- Saya paham cara menangani peserta didik yang menjadi pelaku bullying/perundunganÂ
Sekarang kita memasuki topik kekerasan seksual dimana ini harus menjadi atensi nasional kita yang sangat penting. Dalam Rapor Pendidikan Indonesia, terdapat 22,4% peserta didik Indonesia menjawab "Pernah" pada pertanyaan survei yang menunjukkan potensi insiden kekerasan seksual. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya potensi insiden kekerasan seksual di satuan pendidikan memerlukan perhatian khusus. Sebagai contoh pertanyaan dalam survei yang menunjukkan potensi insiden kekerasan seksual adalah sebagai berikut:
- Apakah siswa lain/pendidik/orang dewasa lain di sekolahmu pernah menunjukkan bagian tubuh tertentu atau hal-hal seksual lain secara langsung?
- Apakah siswa lain/pendidik/orang dewasa lain di sekolahmu pernah menunjukkan bagian tubuh tertentu atau hal-hal seksual secara tidak langsung (misal melalui gambar/video di HP atau media sosial)?
Sama seperti perundungan, kita melakukan analisis terhadap satuan pendidikan-satuan pendidikan yang mempunyai program pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di satuan pendidikan. Potensi insiden kekerasan seksual di satuan pendidikan lebih rendah pada satuan pendidikan yang memiliki program pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Keberadaan program pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di satuan pendidikan berbanding terbalik dengan potensi insiden kekerasan seksual. Hal ini ditunjukkan dalam contoh program pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di satuan pendidikan yang ditanyakan dalam survei berikut di bawah ini:
- Seminar atau pelatihan untuk pendidik
- Seminar atau pelatihan untuk peserta didik
- Kampanye dan sosialisasi rutin mengenai pencegahan kekerasan seksual
- Pedoman pencegahan kekerasan seksual
Selanjutnya pengukuran iklim kebhinekaan di lingkungan pendidikan Indonesia didasarkan pada empat aspek, yaitu:
- Sikap inklusif, meliputi sikap inklusif peserta didik di satuan pendidikansif peserta didik dan pendidik di satuan pe
- Komitmen kebangsaan, meliputi dukungan terhadap bentuk negara dan Pancasila sebagai ideologi yang memayungi keragaman agama dan budaya
- Toleransi agama dan budaya, meliputi sikap menerima dan menghargai keragaman agama dan budaya di satuan pendidikan
- Dukungan keselarasan agama dan budaya, meliputi dukungan dalam keselarasan hak-hak sipil antara kelompok mayoritas agama dan budaya dari pendidik pimpinan satuan pendidikan.
Persentase satuan pendidikan berdasarkan iklim kebhinekaan dalam Rapor Pendidikan Indonesia menunjukkan bahwa terdapat 32% satuan pendidikan di Indonesia telah membudayakan sikap kebhinekaan, 59% satuan pendidikan di Indonesia perlu menguatkan sikap kebhinekaan, dan 9% satuan pendidikan di Indonesia perlu meningkatkan sikap kebhinekaan.
Kemendikbudristek meluncurkan Rapor Pendidikan untuk membantu satuan pendidikan dan Dinas Pendidikan mempelajari kondisi masing-masing dan melakukan perbaikan. Rapor Pendidikan menyajikan informasi mengenai kualitas dan ketimpangan secara sederhana dan mudah dipahami. Rapor Pendidikan adalah platform yang menyajikan hasil asesmen nasional dan data lain mengenai capaian hasil belajar satuan pendidikan ke dalam suatu tampilan terintegrasi. Platform ini ditujukan untuk satuan pendidikan dan pemerintah daerah agar bisa mengidentifikasi tantangan pendidikan di satuan pendidikan dan menjadi bahan refleksi sehingga bisa menyusun rencana perbaikan pendidikan secara lebih tepat dan berbasis data.
Apa saja yang ada di dalam Rapor Pendidikan?
Rapor Pendidikan terdiri dari indikator-indikator yang merefleksikan 8 Standar Nasional Pendidikan dan mencakup area yang berkaitan dengan input, proses, dan output pembelajaran.
8 Standar Nasional Pendidikan
Output:
(1) Standar Kompetensi Lulusan
- A. Mutu dan relevansi hasil belajar peserta didik
- B. Pemerataan pendidikan yang bermutu