Seperti kita ketahui, pada Merdeka Belajar Episode Pertama, Kemendikbudristek telah menghapus Ujian Nasional dan menggantinya dengan Asesmen Nasional (AN) sebagai evaluasi capaian dan kualitas pembelajaran di satuan pendidikan dengan berfokus pada penilaian kompetensi esensial sebagai hasil belajar, yaitu literasi, numerasi, dan karakter serta penilaian kondisi lingkungan belajar yang mendukung proses pembelajaran yang efektif.
Selama ini, evaluasi terhadap sistem pendidikan melibatkan berbagai instrumen pendataan dan penjaminan mutu sebagai referensi pemerintah dalam menyusun dan memperbaiki kebijakan serta program, namun secara terpisah dan sektoral sehingga tidak memberikan gambaran yang utuh tentang kinerja sistem dengan komponen-komponen yang saling berkaitan satu sama lain. Selain itu, banyaknya instrumen tersebut juga sangat merepotkan sekolah dalam pengisiannya sehingga sekolah tidak lagi memiliki waktu dan tenaga untuk melakukan refleksi dari laporan tersebut untuk merencanakan perbaikan. Perubahan informasi yang menyita banyak waktu dan tenaga ini tidak akan terjadi jika data-data dari berbagai instrumen yang telah ada dikonsolidasikan dalam satu sistem.
Untuk itu, Kemendikbudristek meluncurkan platform Rapor Pendidikan yang menyajikan laporan komprehensif tentang layanan pendidikan untuk satuan pendidikan, daerah hingga pusat sebagai bahan refleksi untuk perencanaan perbaikan secara berkelanjutan yang lebih terarah yang lebih mengatasi masalah-masalah yang ada.
Baiklah, sebelum membahas lebih lanjut tentang Rapor Pendidikan Indonesia, Bapak Anindito Aditomo (Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan) pun telah menyampaikan laporannya antara lain sebagai berikut:
Rapor Pendidikan telah diluncurkan secara resmi oleh Bapak Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi dalam episode Merdeka Belajar Kemendikbudristek.
Merdeka Belajar kali ini menjadi tonggak penting dalam upaya kita untuk mentransformasi sistem evaluasi dan penjaminan mutu pendidikan yang kini sudah kita mulai pada Merdeka Belajar Episode Pertama, yaitu penghapusan Ujian Nasional (UN) dan pengumuman Asesmen Nasional (AN).
Kali ini dilaporkan bahwa hasil Asesmen Nasional (AN) sudah dapat diakses dan digunakan di platform Rapor Pendidikan. Rapor Pendidikan ini merupakan hasil kolaborasi, karya gotong-royong dari banyak sekali pihak. Asesmen Nasional (AN) yang menjadi sumber data utama Rapor Pendidikan itu dirancang oleh Pusat Asesmen Pendidikan di Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan  (BSKAP) bersama dengan puluhan akademisi dan praktisi ahli dari berbagai bidang pendidikan. Unit-unit lain di Kemendikbudristek  juga terlibat erat dalam menyusun Rapor Pendidikan. Pusat Standar dan Kebijakan di BSKAP Menyusun konsep dan regulasinya, Ditjen Pendidikan Vokasi berkontribusi untuk indikator-indikator yang khas SMK, Ditjen GTK berkontribusi untuk indikator-indikator terkait dengan guru dan tenaga kependidikan, dan Ditjen PAUDDikdasmen menyusun sebagian indikator yang juga nanti akan mengawal pemanfaatan Rapor Pendidikan ini oleh Pemerintah Daerah (Pemda) di seluruh Indonesia dan tentu saja PUSDATIN yang bekerja ekstra keras untuk merancang sebuah platform yang memudahkan kepala satuan pendidikan, kepala daerah, dan Dinas Pendidikan untuk melihat kondisi pendidikan di satuan pendidikan atau di daerahnya. Di luar Kemendikbudristek, BSKAP juga bekerja sama dengan Badan Akreditasi Nasional dalam merancang kerangka dan indikator-indikator Rapor Pendidikan ini. BSKAP juga bekerja sama dengan Kementerian Agama untuk melaksanakan Asesmen Nasional (AN) di madrasah dan nantinya akan memberi akses juga kepada Kemenag untuk menggunakan Rapor Pendidikan ini. Sedangkan kerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri untuk menyelaraskan indikator standar pelayanan minimum di bidang pendidikan dengan Rapor Pendidikan ini. Dengan demikian, bagaimana kita menilai kinerja satuan pendidikan dan Pemda di bidang pendidikan itu menjadi selaras.
Jadi, Rapor Pendidikan ini adalah hasil karya bersama dari banyak pihak dan hal ini sangat menggembirakan bahwa berdasarkan laporan tersebut Rapor Pendidikan sudah siap digunakan bukan hanya untuk memantau dan memetakan kualitas pendidikan secara menyeluruh, tetapi juga yang paling penting refleksi kepala satuan pendidikan dan Pemda untuk meningkatkan kualitas pendidikannya. Peluncuran Rapor Pendidikan ini merupakan inisiatif Kemendikbudristek yang menjadi bagian penting dari upaya kita mewujudkan cita-cita merdeka belajar.
Selanjutnya, penjelasan Bapak Nadiem Anwar Makarim (Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) dalam episode kali ini menyampaikan paparannya antara lain sebagai berikut:
Beliau menyampaikan apresiasi sebesar-besarnya kepada tim di Kemendikbudristek dan kementerian-kementerian terkait untuk berhasil mendorong episode Merdeka Balajar -- Rapor Pendidikan ini sebagai salah satu episode terpenting karena hasil Asesmen Nasional (AN) sekarang akan dijadikan bahan refleksi dan perbaikan semua satuan pendidikan kita.
Tahun 2021, Kemendikbudristek telah menyelenggarakan Asesmen Nasional (AN) sebagai salah satu bentuk evaluasi sistem pendidikan yang berfokus pada kompetensi literasi, numerasi, dan karakter, serta penilaian kondisi lingkungan belajar yang mendukung proses pembelajaran yang efektif.
Kini, Kemendikbudristek menghadirkan platform Rapor Pendidikan yang berisi laporan hasil Asesmen Nasional (AN) dan analisis data lintas sektor untuk masing-masing satuan pendidikan dan daerah.
Rapor Pendidikan mengintegrasikan berbagai data pendidikan untuk membantu satuan pendidikan dan Dinas Pendidikan mengidentifikasi capaian dan akar masalah, melakukan refleksi, serta merancang langkah-langkah pembenahan yang efektif berbasis data.
Pada tahun 2021, AN mulai dilaksanakan secara sangat masif dan melibatkan peserta didik, pendidik, dan kepala satuan pendidikan. Pelaksanaan AN ini melibatkan lebih dari 3,1 juta pendidik serta lebih dari 6,5 juta peserta didik dari lebih dari 259 ribu satuan pendidikan baik pada jenjang SD/MI/sederajat, SMP/MTs/sederajat, maupun SMA/SMK/MA/sederajat.
AN menggantikan UN dengan penyempurnaan pengukuran aspek kognitif dan non-kognitif serta penggunaan teknologi dengan banyak cakupan perubahan.
Pertama, pengukuran aspek kognitif UN mengukur pengetahuan konten spesifik terhadap mata pelajaran. Pengukuran aspek kognitif AN mengukur kompetensi dasar literasi dan numerasi menggunakan metode berstandar internasional. Implikasi pengukuran aspek kognitif ini berbasis intervensi yang berfokus pada pengembangan kompetensi dasar sebagai bagian paling penting dari kualitas pendidikan.
Kedua, Pengukuran aspek non-kognitif pada UN hanya mengukur hasil belajar kognitif di satuan pendidikan, sedangkan pada AN mengukur karakter peserta didik dan kualitas lingkungan belajar selain kompetensi literasi dan numerasi. Implikasi pengukuran non-kognitif ini merupakan analisis hasil belajar secara holistik sebagai dasar identifikasi akar permasalahan pendidikan Indonesia.
Ketiga, penggunaan teknologi pada pelaksanaan UN belum sepenuhnya berbasis komputer, beberapa masih paper-based dan terbatas pada pertanyaan yang konvensional. Sedangkan, pada pelaksanaan AN sepenuhnya berbasis komputer memungkinkan penggunaan pertanyaan/media yang lebih komprehensif dan interaktif. Implikasi penggunaan teknologi ini adalah hasil asesmen menjadi lebih akurat, valid, komprehensif,dan cepat diolah sebagai basis intervensi ke depan.
Keempat, cakupan jenjang pendidikan pada UN belum dilaksanakan di level SD/MI/sederajat dalam artian hanya pada jenjang SMP/MTs/sederajat dan SMA/SMK/MA/sederajat. Sedangkan, cakupan jenjang pendidikan pada AN sudah dilaksanakan pada level SD/MI/sederajat dan juga SMP/MTs/sederajat dan SMA/SMK/MA/sederajat. Sehingga implikasinya adalah tersedianya potret lengkap pendidikan Indonesia sejak jenjang pendidikan dini untuk intervensi lebih awal.
Selanjutnya, pelaksanaan AN tersebut sejalan dengan prinsip perubahan yang dilakukan oleh Kemendikbudristek dalam melakukan evaluasi sistem pendidikan yang berorientasi kepada mutu, terintegrasi secara sistem dan pengumpulan informasi, serta mendorong refleksi dan perbaikan.
Nah, AN memiliki komponen instrumen terdiri dari tiga aspek penilaian, yaitu kompetensi literasi-numerasi, karakter, dan lingkungan pembelajaran. Asesmen diikuti oleh peserta didik, pendidik, dan kepala satuan pendidikan dasar dan menengah di seluruh Indonesia.
Seperti telah diketahui sebelumnya bahwa Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) Literasi-Numerasi mencakup pengukuran kompetensi literasi dan numerasi pada peserta didik. Asesmen ini berfokus pada pengembangan daya nalar dibanding pengetahuan konten.
Survei karakter merupakan survei terhadap sikap, nilai, dan kebiasaan yang mecerminkan profil Pelajar Pancasila. Survei karakter ini menjadi basis untuk tumbuh kembang peserta didik secara utuh dan tidak hanya berfokus pada dimensi kognitif.
Survei lingkungan belajar merupakan pengukuran terhadap kualitas pembelajaran, refleksi pendidik, perbaikan praktik belajar, iklim keamanan dan inklusivitas satuan pendidikan dan latar belakang keluarga peserta didik. Survei lingkungan belajar ini menjadi dasar untuk diagnosis masalah dan perencanaan perbaikan.
Hasil Asesmen Nasional 2021:
(a) Komponen Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) Literasi-Numerasi
Terdapat isu kompetensi peserta didik di Indonesia dengan perbedaan capaian per jenjang, bahwa capaian kompetensi literasi per jenjang didapatkan bahwa 1 dari 2 peserta didik belum mencapai kompetensi minimum literasi dan 2 dari 3 peserta didik belum mencapai kompetensi minimum numerasi. Hal ini merupakan Pekerjaan Rumah (PR) besar kita untuk meningkatkan daya literasi dan numerasi di seluruh Indonesia. Kompetensi literasi dan numerasi yang rendah berpotensi berakibat buruk pada keberlangsungan masayarakat, antara lain:
- Kesulitan peserta didik melanjutkan belajar di tingkat pendidikan selanjutnya, karena literasi dan numerasi adalah pondasi kemampuan belajar.Â
- Daya saing rendah di era teknologi dan digital terutama di kancah internasional.
- Kesadaran rendah terhadap hoax yang disebarkan di masyarakat.
Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa terdapat kesenjangan kompetensi antara Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa, yaitu capaian kompetensi minimum literasi jenjang pendidikan SD/MI/sederajat. Dengan adanya AN, maka kita dapat melihat data berbasis per kabupaten/kota bahkan per sekolah sebagai masalah kita bersama yang harus ditangani oleh pemerintah maupun masyarakat. Dari data dapat terlihat satuan pendidikan yang benar-benar membutuhkan bantuan yang lebih banyak baik dari pemerintah maupun dari masyarakat.
Sebagai salah satu contohnya kita mengambil seberapa besar kesenjangan ini. Kesenjangan antar daerah serta kesenjangan antar satuan pendidikan dalam satu daerah masih tinggi dengan persebaran skor literasi satuan pendidikan SMA/SMK/MA/sederajat di salah satu kabupaten di luar Jawa dengan salah satu kota di Pulau Jawa. Pertama, satuan pendidikan terbaik di salah satu kabupaten di luar Pulau Jawa setara dengan performa satuan pendidikan terburuk di salah satu kota di Pulau Jawa. Begitu pula kesenjangan antara satuan pendidikan terbaik dan terburuk dalam daerah yang sama masih tinggi. Intervensi spesifik terhadap satuan pendidikan tertentu dapat memiliki dampak yang signifikan.
Selanjutnya, capaian kompetensi numerasi per jenjang pada jenjang SD/MI/sederajat adalah jenjang yang memiliki proporsi satuan pendidikan "Perlu Intervensi Khusus" terbanyak untuk kompetensi numerasi, yaitu 18% satuan pendidikan di jenjang SD/MI/sederajat berada pada kategori Perlu Intervensi Khusus ini jauh lebih tinggi dibandingkan jenjang lain seperti SMP (8%), SMA (6%), dan SMK (7%). Oleh karena itu penting untuk mengimplementasikan program-program Kemdikbudristek seperti Kurikulum Merdeka, Kurikulum Darurat, Modul Literasi dan Numerasi, serta Kampus Mengajar yang mendukung pemulihan pembelajaran terutama pada jenjang SD/MI/sederajat.
(b) Survei Karakter
Profil Pelajar Pancasila yang menjadi pilar-pilar dari survei karakter dapat dibagi menjadi enam dimensi karakter pada peserta didik antara lain sebagai berikut:
1. Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia
Karakter peserta didik yang berkaitan dengan beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia menjadi pilar karakter spiritual dan moral.
2. Gotong-royong
Kesediaan dan pengalaman berkontribusi dalam kegiatan yang bertujuan memperbaiki kondisi lingkungan fisik dan ligkungan sosial menjadi pilar kemampuan bekerja-sama sebagai tim.
3. Kreativitas
Kesenangan dan pengalaman untuk menghasilkan pemikiran, gagasan, serta karya yang baru dan berbeda.
4. Nalar kritis
Kemampuan dan kebiasaan membuat keputusan yang etis berdasarkan analisis logis dan pertimbangan yang obyektif atas beragam bukti dan perspektif sebagai pilar kemampuan problem solving dan analisis logis.
5. Kebhinekaan global
Ketertarikan terhadap keragaman di berbagai negara serta memiliki kepedulian terhadap isu-isu global.
6. Kemandirian
Kemampuan dan kebiasaan mengelola pikiran, perasaan, dan tindakan untuk mencapai tujuan belajar dalam berbagai konteks.Â
Dalam Rapor Pendidikan sekarang dapat kita lihat persentase peserta didik yang memenuhi profil Pelajar Pancasila dalam pilar iman, takwa, dan akhlak mulia dan kreativitas merupakan karakter yang paling menonjol dari peserta didik Indonesia.
Hasil karakter SD/MI/sederajat cukup tinggi tetapi terdapat indikasi pengerjaan oleh pendidik. Sementara itu, hasil SMA/SMK/MA/sederajat relative lebih tinggi dibandingkan dengan hasil SD/MI/sederajat atau SMP/MTs/sederajat.
Jadi, iman, takwa, dan akhlak mulia dan kreativitas merupakan aspek yang paling menonjol dari peserta didik Indonesia. Tapi, sarana peserta didik untuk menyalurkan kreativitas masih terbatas.
Sementara itu, kebhinekaan global dan kemandirian merupakan aspek yang relatif paling rendah dari peserta didik Indonesia. Dalam pilar kemandirian ini menunjukkan beberapa kelemahan dalam aspek kemandirian yaitu banyaknya peserta didik yang tidak bisa memotivasi dirinya secara independen karena tidak diberikan cukup ruang untuk memberikan otonomi atau motivasi dalam dirinya ini menjadi suatu aspek sangat sulit untuk ditingkatkan tanpa pendidik dan lingkungan belajar yang mendorong kemandirian peserta didik serta mendorong pembelajaran sepanjang hayat.
Pilar kebhinekaan global juga menempati aspek yang relatif paling rendah dari peserta didik Indonesia, terutama dalam wawasan kebhinekaan dan kerukunan antar berbagai macam aspek kebhinekaan baik dari nasionalisme maupun toleransi yang harus kita tingkatkan di masa yang akan datang.
Jadi, ini adalah gambaran besar dari enam pilar Profil Pelajar Pancasila tersebut yang harus ditingkatkan.
Mengapa survei karakter ini penting?Â
Indeks karakter berkorelasi positif dengan kemampuan literasi dan numerasi, menunjukkan pentingnya Kurikulum Merdeka yang memiliki pendekatan lebih holistik.
Semakin baik karakter, maka semakin baik capaian literasi dan numerasi.
Dengan demikian, AN memberi gambaran komprehensif tentang kualitas pendidikan di Indonesia, yaitu bahwa terdapat korelasi antara kompetensi literasi-numerasi dan karakter peserta didik - menunjukkan pentingnya kurikulum dan pembelajaran yang holistik. Selain itu, kualitas pembelajaran dan iklim satuan pendidikan penting untuk diperhatikan -- lebih penting dari aspek sarana prasarana dan administratif. Â
Budaya positif, iklim yang aman, dan Profil Pelajar Pancasila itu sangat penting sebagai indikator untuk potensi pencapaian literasi dan numerasi.
Indeks karakter peserta didik SMA/SMK/MA/sederajat cenderung lebih baik dibandingkan dengan sebaran capaian literasi dan numerasi, termasuk di daerah luar Jawa, dengan Kalimantan Utara memiliki capaian  karakter yang merata.
Contoh:
Studi kasus menunjukkan bahwa lingkungan satuan pendidikan memiliki pengaruh penting terhadap karakter peserta didik, dan AN berperan sebagai perangkat untuk melihat pencilan positif.
Performa asesmen literasi dan numerasi
- Â SMP Negeri 2 Poco Ranaka di Manggarai Timur, NTT menunjukkan performa literasi (65,6) dan numerasi (57,9) yang relatif lebih tinggi dari rerata nasional, yaitu 52,7 untuk numerasi
- Capaian ini dapat terjadi walaupun berada di daerah yang memiliki indeks status sosio-ekonomi yang rendah (10% terendah secara nasional)
- Hal ini dapat terjadi karena karakter peserta didik yang kuat dan lingkungan pembelajaran yang kondusif
Performa asesmen karakter peserta didik
- Asesmen karakter menunjukkan bahwa SMP Negeri 2 Poco Ronaka memiliki indeks karakter yang tinggi (2,97) dibandingkan rata-rata nasional (2,06), dengan semua sub-aspek karakter berada di level baik
Performa asesmen lingkungan satuan pendidikan
- Iklim keamanan dan kebhinekaan juga menunjukkan hasil tertinggi di SMP Negeri 2 Poco Ronaka
- Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan satuan pendidikan memiliki peran penting dalam mendukung hasil pembelajaran peserta didik
(c) Survei Lingkungan Belajar
Survei lingkungan belajar ini mengukur faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik, seperti kualitas pembelajaran, iklim keamanan, dan iklim kebhinekaan.
Kualitas pembelajaran: tingkat kualitas interaksi antara pendidik dan materi pembelajaran dalam proses pengajaran dan pembelajaran.
Iklim keamanan: tingkat rasa aman dan kenyamanan peserta didik di satuan pendidikan dalam hal perasaan aman, perundungan, hukuman fisik, pelecehan seksual, dan narkoba di lingkungan satuan pendidikan.
Iklim kebhinekaan: menyangkut bagaimana lingkungan satuan pendidikan menyikapi keberagaman seperti perbedaan individu, identitas, maupun latar belakang sosial budaya dan mengenai komitmen kebangsaan.
Dari Rapor Pendidikan Indonesia, kita bisa melihat bahwa pendidik Indonesia relatif baik dalam memberikan dukungan afektif pada peserta didik tetapi perlu peningkatan kemampuan manajemen kelas dan aktivasi kognitif.
Performa kualitas pembelajaran di satuan pendidikan:
Dukungan afektif (percaya pada potensi peserta didik, perhatian dan kepedulian pendidik, dan umpan balik yang konstruktif)
Instruksi yang adaptif dinilai rendah oleh pendidik (1,7%) dan peserta didik (0,9%)
Manajemen kelas (disiplin positif dan keteraturan suasana kelas)
Persepsi peserta didik terhadap panduan pendidik (1,3%) dan aktivitas interaktif (0,1%) relatif lebih rendah dibanding persepsi pendidik terhadap kedua aspek tersebut (19,8% dan 11,1% secara berurutan)
Aktivasi kognitif (pembelajaran yang interaktif dan sesuai kemampuan peserta didik) masih membutuhkan perbaikan dalam banyak hal sebesar 67% ini sebagai hasil survei terhadap pendidik.
Dalam Rapor Pendidikan Indonesia, terdapat perbedaan besar antara persepsi kualitas pembelajaran antara pendidik dan peserta didik, padahal persepsi peserta didik menunjukkan korelasi lebih tinggi terhadap capaian pembelajaran.
Dalam persentase penilaian baik terhadap kualitas pembelajaran (meliputi ekspektasi akademik, umpan balik konstruktif, panduan pendidik, aktivitas interaktif) terdapat adanya perbedaan persepsi antara pendidik dan peserta didik menunjukkan bahwa level pembelajaran berorientasi peserta didik masih rendah di seluruh jenjang pendidikan.
Sedangkan dalam korelasi penilaian pendidik dan peserta didik, mengenai kualitas pembelajaran terhadap capaian literasi dan numerasi menunjukkan bahwa penting untuk memperhatikan penilaian peserta didik memiliki korelasi yang lebih besar terhadap capaian kompetensi dibandingkan dengan penilaian pendidik.
Saat ini, kita memasuki beberapa iklim keamanan, salah satunya adalah isu perundungan seperti telah kita ketahui bersama bahwa secara nasional bahwa perundungan merupakan isu yang sangat serius dan sangat berdampak terhadap pencapaian pembelajaran dan rasa keamanan peserta didik. Dalam Rapor Pendidikan Indonesia didapatkan angka sebesar 24,4% peserta didik berpotensi mengalami insiden perundungan di satuan pendidikan dalam satu tahun terakhir. Sebagaimana contoh pertanyaan di dalam survei yang berkaitan dengan insiden perundungan adalah sebagai berikut:
Selama satu tahun terakhir, seberapa sering kamu memiliki pengalaman-pengalaman berikut ini di sekolah?
- Saya dipukul atau ditendang atau didorong oleh siswa lain di sekolah
- Saya diancam oleh siswa lain
- Siswa lain mengambil atau merusak barang-barang milikku
Salah satu hal yang menarik adalah adanya korelasi bahwa semakin pendidik/kepala satuan pendidikan paham tentang konsep perundungan, maka semakin berkurang insiden yang terjadi. Pemahaman pendidik/kepala satuan pendidikan atas konsep perundungan berbanding terbalik dengan insiden perundungan. Contoh pernyataan dalam survei untuk mengukur pemahaman pendidik/kepala satuan pendidikan tentang perundungan:
- Kejadian yang dianggap sebagai bullying/perundungan itu biasanya kenakalan yang wajar dilakukan peserta didik
- Satuan pendidikan tidak terlalu serius menangani kasus-kasus yang sering disebut sebagai bullying/perundungan
- Saya tahu apa yang perlu dilakukan jika ada peserta didik yang melapor telah mengalami bullying/perundungan
- Saya paham cara menangani peserta didik yang menjadi pelaku bullying/perundunganÂ
Sekarang kita memasuki topik kekerasan seksual dimana ini harus menjadi atensi nasional kita yang sangat penting. Dalam Rapor Pendidikan Indonesia, terdapat 22,4% peserta didik Indonesia menjawab "Pernah" pada pertanyaan survei yang menunjukkan potensi insiden kekerasan seksual. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya potensi insiden kekerasan seksual di satuan pendidikan memerlukan perhatian khusus. Sebagai contoh pertanyaan dalam survei yang menunjukkan potensi insiden kekerasan seksual adalah sebagai berikut:
- Apakah siswa lain/pendidik/orang dewasa lain di sekolahmu pernah menunjukkan bagian tubuh tertentu atau hal-hal seksual lain secara langsung?
- Apakah siswa lain/pendidik/orang dewasa lain di sekolahmu pernah menunjukkan bagian tubuh tertentu atau hal-hal seksual secara tidak langsung (misal melalui gambar/video di HP atau media sosial)?
Sama seperti perundungan, kita melakukan analisis terhadap satuan pendidikan-satuan pendidikan yang mempunyai program pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di satuan pendidikan. Potensi insiden kekerasan seksual di satuan pendidikan lebih rendah pada satuan pendidikan yang memiliki program pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Keberadaan program pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di satuan pendidikan berbanding terbalik dengan potensi insiden kekerasan seksual. Hal ini ditunjukkan dalam contoh program pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di satuan pendidikan yang ditanyakan dalam survei berikut di bawah ini:
- Seminar atau pelatihan untuk pendidik
- Seminar atau pelatihan untuk peserta didik
- Kampanye dan sosialisasi rutin mengenai pencegahan kekerasan seksual
- Pedoman pencegahan kekerasan seksual
Selanjutnya pengukuran iklim kebhinekaan di lingkungan pendidikan Indonesia didasarkan pada empat aspek, yaitu:
- Sikap inklusif, meliputi sikap inklusif peserta didik di satuan pendidikansif peserta didik dan pendidik di satuan pe
- Komitmen kebangsaan, meliputi dukungan terhadap bentuk negara dan Pancasila sebagai ideologi yang memayungi keragaman agama dan budaya
- Toleransi agama dan budaya, meliputi sikap menerima dan menghargai keragaman agama dan budaya di satuan pendidikan
- Dukungan keselarasan agama dan budaya, meliputi dukungan dalam keselarasan hak-hak sipil antara kelompok mayoritas agama dan budaya dari pendidik pimpinan satuan pendidikan.
Persentase satuan pendidikan berdasarkan iklim kebhinekaan dalam Rapor Pendidikan Indonesia menunjukkan bahwa terdapat 32% satuan pendidikan di Indonesia telah membudayakan sikap kebhinekaan, 59% satuan pendidikan di Indonesia perlu menguatkan sikap kebhinekaan, dan 9% satuan pendidikan di Indonesia perlu meningkatkan sikap kebhinekaan.
Kemendikbudristek meluncurkan Rapor Pendidikan untuk membantu satuan pendidikan dan Dinas Pendidikan mempelajari kondisi masing-masing dan melakukan perbaikan. Rapor Pendidikan menyajikan informasi mengenai kualitas dan ketimpangan secara sederhana dan mudah dipahami. Rapor Pendidikan adalah platform yang menyajikan hasil asesmen nasional dan data lain mengenai capaian hasil belajar satuan pendidikan ke dalam suatu tampilan terintegrasi. Platform ini ditujukan untuk satuan pendidikan dan pemerintah daerah agar bisa mengidentifikasi tantangan pendidikan di satuan pendidikan dan menjadi bahan refleksi sehingga bisa menyusun rencana perbaikan pendidikan secara lebih tepat dan berbasis data.
Apa saja yang ada di dalam Rapor Pendidikan?
Rapor Pendidikan terdiri dari indikator-indikator yang merefleksikan 8 Standar Nasional Pendidikan dan mencakup area yang berkaitan dengan input, proses, dan output pembelajaran.
8 Standar Nasional Pendidikan
Output:
(1) Standar Kompetensi Lulusan
- A. Mutu dan relevansi hasil belajar peserta didik
- B. Pemerataan pendidikan yang bermutu
Proses:
(2) Standar Isi
(3) Standar Proses
(4) Standar Penilaian
(5) Standar Pengelolaan
- D. Mutu dan relevansi pembelajaran
Input:
(6)Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
(7) Standar Pembiayaan
(8) Standar Sarana Prasarana
- C. Kompetensi dari kinerja pendidik dan tenaga kependidikan
- E. Pengelolaan satuan pendidikan yang partisipasif, transparan dan akuntabel
Rapor Pendidikan hadir bagi satuan pendidikan dan Dinas Pendidikan untuk bisa mengakses informasi tersebut. Satuan pendidikan dapat melihat secara detail elemen-elemen per dimensi, sehingga dapat menggali kondisi capaian dan proses pembelajaran di tempat masing-masing, baik data distribusi kemampuan pada indikator tertentu maupun perbandingan capaian antar kabupaten/kota, provinsi, dan nasional. Dinas Pendidikan dapat melihat secara makro terhadap isu yang terjadi di daerah masing-masing dan juga dapat melihat capaian  per jenjang yang menjadi fokus. Yang terpenting adalah terdapatnya fitur untuk mengunduh data lengkap bagi satuan pendidikan dan Dinas Pendidikan yang tertarik untuk melakukan pengolahan lebih lanjut dari data yang tersedia di Rapor Pendidikan. Selain itu, tersedia glosarium dan pusat bantuan.
Jadi, Rapor Pendidikan ini hadir untuk mambantu satuan pendidikan mengatasi permasalahan dalam melakukan peningkatan kualitas pendidikan dalam berbagai hal, antara lain:
- Satuan pendidikan terbebani oleh banyak lembar evaluasi yang beragam
- Seluruh lembar evaluasi tersebut menghsilkan hasil yang juga beragam, berbeda, dan kadangkala hasilnya bertentangan antara satu dengan lainnya.
- Akibatnya, satuan pendidikan juga tidak memahami apa yang perlu diperbaiki dari beragam hasil evaluasi tersebut.
Imbasnya adalah pemerintah pusat dan daerah juga tidak bisa memberikan pendampingan yang sesuai kepada satuan pendidikan dalam hal-hal berikut di bawah ini:
- Instrumen yang banyak dan membebani seringkali kurang tepat dan kurang komprehensif dalam mengukur kualitas pendidikan
- Akibatnya, satuan pendidikan tidak memperhatikan hal yang tepat, tidak mengambil aksi sejalan karena hanya berfokus pada administrasi
- Dengan pengukuran keberhasilan yang kurang tepat tersebut, pemerintah juga kesulitasn untuk membantu satuan pendidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan
Oleh karena itu, Rapor Pendidikan ini mencoba memperbaiki semua proses itu menjadi lebih sederhana, yaitu yang dahulu ada berbagai sumber dan melakukan pengisian borang berkali-kali; hasilnya evaluasi yang beragam; dan mengukur beragam hal, maka sekarang hanya AN dan Dapodik serta tidak ada pengulangan borang-borang tambahan lagi; evaluasi hanya satu; mengukur hal yang kunci, yaitu mutu dan pemerataan hasil belajar.
Cara mengakses Rapor Pendidikan
Kepala sekolah dan Dinas Pendidikan dapat segera melakukan aktivasi akun pembelajaran belajar.id melalui https://belajar.id, kemudian gunakan akun belajar.id yang sudah diaktivasi untuk masuk ke dalam Rapor Pendidikan. Untuk publik, dapat langsung mengakses situs https://raporpendidikan.kemdikbud.go.id/app kemudian mengakses tombol "Lihat Data Publik".
Rapor Pendidikan adalah alat bantu bagi satuan pendidikan dan Dinas Pendidikan untuk terus memperbaiki kualitas layanan pendidikan, bukan untuk menghakimi atau membanding-bandingkan.
Rapor Pendidikan adalah perangkat untuk:
- Mencari akar permasalahan
- Refleksi
- Didiskusikan secara konstruktif dengan berbagai pemangku kepentingan pendidikan
Rapor Pendidikan bukanlah perangkat untuk:
- Menghukum dan mencari siapa yang salah
- Memeringkatkan satuan dan daerah
- Membanding-bandingkan pencapaian. Â
Yang kita cari adalah peningkatan dari tahun ke tahun hasil capaian tahun ini adalah garis dasar bagi tahun-tahun berikutnya.
Dengan demikian, langkah konkret yang bisa dilakukan setelah melihat Rapor Pendidikan adalah memanfaatkannya untuk melakukan perencanaan berbasis data. Perencanaan berbasis data adalah sebuah perubahan kebiasaan untuk mendorong satuan pendidikan dan Dinas Pendidikan dalam menyusun kegiatan peningkatan capaian pembelajaran berdasarkan bukti, antara lain sebagai berikut:
- Mengidentifikasi masalah berdasarkan indikator yang ditampilkan dalam Rapor Pendidikan
- Melakukan refleksi capaian, pemerataan, proses dan pembelajaran di satuan pendidikan dan daerah masing-masing
- Menyusun kegiatan dalam bentuk rencana kegiatan dan anggaran satuan pendidikan (BOS dan BOP) dan daerah (APBD)
Untuk mendorong hal tersebut, Kemendikbudristek akan memfasilitasi satuan pendidikan dan pemerintah daerah untuk melakukan perencanaan berbasis data melalui:
- Bimbingan teknis dan pendampingan perencanaan berbasis data akan dilakukan mulai bulan April hingga sepanjang tahun 2022 bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan
- Dukungan materi untuk belajar mandiri disiapkan sehingga pemerintah daerah dan satuan pendidikan dapat mendalami materi perencanaan berbasis data
- Pusat Bantuan disiapkan untuk menjawab semua pertanyaan terkait Rapor Pendidikan dan perencanaan  berbasis data serta menerima masukan untuk perbaikan
Jadi, dengan Rapor Pendidikan ini kita melakukan identifikasi, refleksi, dan benahi sistem pendidikan kita yang tidak hanya memberikan data, namun juga kekuatan setiap satuan pendidikan secara mandiri untuk bisa memperbaiki dirinya dengan suatu data yang terpadu, terintegrasi, dan mudah dipahami. Ini harapan besar kita untuk Indonesia, ini harapan besar kita untuk generasi penerus bangsa.
Dengan demikian Rapor Pendidikan Indonesia telah secara resmi diluncurkan.
Ada pun platform Rapor Pendidikan dapat digambarkan melalui cerita sebagai berikut:
Pada suatu pagi, Ibu Engkom Komariah yang merupakan Kepala SD Negeri Ciseupan sedang melihat hasil evaluasi satuan pendidikannya, dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa kemampuan numerasi satuan pendidikannya belum mencapai batas kompetensi minimum, ia mulai berpikir berbagai cara untuk memperbaiki capaian numerasi di satuan pendidikannya.
Pada waktu yang bersamaan, Ibu Siska Selvia memiliki kekhawatiran yang berbeda sebagai Kepala SMP PIB, data evaluasi yang ia dapatkan menunjukkan bahwa satuan pendidikan tempat ia mengabdi memiliki masalah dengan iklim keamanan. Perundungan merupakan salah satu isu penting yang perlu diatasi segera.
Di sisi lain, Bapak Agung Gunawan kepala SMA Muara Madani sedang melihat hasil Asesmen Nasional (AN) yang menunjukkan capaian Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) satuan pendidikannya sangat baik. Namun, pada bagian survei karakter satuan pendidikannya memiliki hasil capaian yang masih kurang baik.
Ibu Engkom Komariah, Ibu Siska Selvia, dan Bapak Agung Gunawan dengan para pendidik mulai membuka platform Rapor Pendidikan. Mereka merefleksikan capaian satuan pendidikannya, lalu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hasil tersebut. Hasil analisis tersebut menjadi dasar mereka menyusun program dan kegiatan melalui perencanaan berbasis data.
Perencanaan berbasis data merupakan program Kemendikbudristek yang mendorong perbaikan kualitas pendidikan lebih terarah dan efektif.
Dari hasil analisis, Ibu Engkom Komariah menemukan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil kemampuan numerasi di satuan pendidikannya adalah karena metode belajar yang kurang interaktif. Ibu Engkom Komariah dan para pendidik merencanakan untuk lebih melibatkan para peserta didik untuk mendukung proses belajar mengajar di satuan pendidikannya.
Hal yang serupa terjadi pada Ibu Sisika Selvia dan para pendidik di SMP PIB, mereka menemukan bahwa masalah perundungan di satuan pendidikannya terjadi karena berawal dari ejekan antar peserta didik. Mereka pun merencanakan untuk mengadakan kegiatan diskusi rutin yang interaktif dan menarik bagi para peserta didik tentang perundungan dan meningkatkan kualitas layanan bimbingan konseling.
Bapak Agung Gunawan yang satuan pendidikannya memiliki kekurangan di aspek karakter, juga menemukan bahwa ternyata hal tersebut dikarenakan kurang adanya kolaborasi dan kepedulian sosial antar peserta didiknya. Mereka pun merencanakan untuk membuat pembelajaran berbasis proyek sosial secara berkelompok agar para peserta didik dapat bersosialisasi dan bergotong-royong lebih baik lagi.
Rencana kegiatan yang dibuat diaplikasikan dengan melibatkan seluruh warga satuan pendidikan di lingkungan SD Negeri Ciseupan, SMP PIB, dan SMA Muara Madani. Satu tahun kemudian, Ibu Engkom Komariah, Ibu Siska Selvia, dan Bapak Agung Gunawan kembali melihat Rapor Pendidikan milik satuan pendidikannya. Hasilnya menunjukkan bahwa ternyata terjadi peningkatan yang sangat signifikan pada hasil capaian satuan pendidikan mereka. Ibu Engkom Komariah, Ibu Siska Selvia, dan Bapak Agung Gunawan merasa sangat senang dan merasakan manfaat dari Rapor Pendidikan.
Mari, gunakan Rapor Pendidikan untuk introspeksi secara menyeluruh dalam menyelesaikan persoalan pendidikan sesuai akar masalah demi perbaikan yang berkelanjutan dan peningkatan kualitas pendidikan Indonesia!
Rapor Pendidikan: Identifikasi, Refleksi, Benahi.
Selanjutnya dalam sesi diskusi didapatkan kesimpulan berupa harapan semoga platform Rapor Pendidikan dapat menjadi ajakan untuk aksi dengan menggunakan Rapor Pendidikan secara aktif di tingkat satuan pendidikan dan daerah. Dengan kejujuran dan transparansi menerima data tersebut, kemudian proses membelajari Rapor Pendidikan itu akan menjadi proses transformasi terbesar di masing-masing satuan pendidikan. Sekarang dapat kita bayangkan, semua satuan pendidikan akan membuka Rapor Pendidikan, mungkin masih belum mengerti semuanya, namun akan menyelidiki apa yang dimaksud dengan iklim keamanan, apa yang dimaksud dengan literasi dan banyak pertanyaan lainnya yang memunculkan diskusi inspiratif menuju satuan pendidikan yang seharusnya.
Berbagai pertanyaan bermunculan terkait Rapor Pendidikan ini, beberapa pertanyaan tersebut, antara lain:
Bagaimana upaya Kemedikbudristek agar Rapor Pendidikan dapat digunakan secara optimal? Bagaimana koordinasi dengan Kemendagri serta apakah ada sanksi yang diberikan jika daerah tidak memanfaatkan Rapor Pendidikan tersebut? (Pertanyaan Indriani -- LKBN Antara)
Menjawab pertanyaan tersebut, Bapak Menteri mengingatkan kembali bahwa esensi dari Rapor Pendidikan ini adalah untuk memudahkan kepala satuan pendidikan, Dinas Pendidikan untuk memetakan kondisi pendidikan di satuan pendidikan atau di daerahnya, kemudian langkah berikutnya adalah mengoptimalkan pemanfaatannya oleh Kemendikbudristek yang akan mendampingi pemerintah daerah, forum kepala daerah, dan forum pengawas satuan pendidikan untuk melakukan refleksi dan perencanaan berbasis hasil dari Rapor Pendidikan tersebut.
Nah, untuk mengoptimalkan pemanfaatan Rapor Pendidikan Pemerintah Daerah, sejak Oktober 2021, Kemendikbudristek berkoordinasi erat dengan Kemendagri. Dari koordinasi tersebut, telah disepakati bahwa Rapor Pendidikan itu digunakan untuk mengukur pemenuhan Standar Pelayanan Minimum (SPM) bidang pendidikan sebagaimana diatur dalam Permendagri No. 59 tahun 2021. Karena platform ini merupakan bagian dari Merdeka Belajar, Kemendikbudristek tidak memaksakan pemerintah daerah untuk menggunakan Rapor Pendidikan ini. Jadi, Kemendikbudristek tidak akan memberikan sanksi jika pemerintah daerah tidak menggunakan Rapor Pendidikan. Hanya saja sangat disayangkan saja, karena Rapor Pendidkan ini adalah data yang luar biasa paling komprehensif, refleksinya untuk meningkatkan - tentu saja semua daerah menginginkan tingkat literasi dan numerasinya meningkat, tentu semua daerah ingin iklim satuan pendidikan mereka aman. Kemendikbudristek optimis bahwa ada kepala dinas atau pun kepala satuan pendidikan yang tidak ingin buru-buru membuka Rapor Pendidikannya, mereka pasti ingin mengetahui seperti apa gambaran peta mutu kualitas di satuan pendidikannya maupun di dalam daerahnya. Jadi, itu merupakan harapan besar Kemedikbudristek. Namun, ini adalah Merdeka Belajar, bukan paksaan. Ini merupakan bantuan Kemendikbudristek agar semua satuan pendidikan bisa memulai proses refleksi atas Rapor Pendidikannya.
Lalu, bagaimana dengan respon daerah dan satuan pendidikan mengenai Rapor Pendidikan sejauh ini? (Pertanyaan Dian Warastuti -- Harian Waspada)
Bapak Menteri menyampaikan jawaban bahwa Rapor Pendidikan ini baru dirilis secara terbatas, Kemendikburistek memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah dan Dinas Pendidikan tentang tujuan dan manfaat dari Rapor Pendidikan.
Alhamdulillah, kepala daerah dan kepala satuan pendidikan mendukung platform Rapor Pendidikan ini. Mereka menyampaikan bahwa platform ini akan sangat berguna untuk memperbaiki kualitas pendidikan mereka dari daerah sampai nasional. Tentunya mereka masih membutuhkan pendidikan, pemahaman lebih mendalam terhadap semua aspek ini, karena banyak dari mereka ini merupakan hal baru bagi mereka. Kemendikburistek mendengar isu-isu bahwa Rapor Pendidikan ini nantinya dapat merusak citra satuan pendidikan dan daerah untuk kinerjanya yang belum baik. Menyikapi hal ini, Kemendikbudristek menekankan sekali lagi bahwa data dari Rapor Pendidikan di tahun pertama ini hanya merupakan base line untuk memetakan kondisi awal, yang terpenting nanti itu adalah deltanya, progresnya dari tahun ke tahun. Karena kita bukan berlomba melawan satuan pendidikan lain atau melawan daerah lain. Namun, kita berlomba pada diri sendiri untuk menjadi lebih baik  setiap harinya dengan memperbaiki diri melakukan perencanaan berbasis data.
Jadi, yang terpenting adalah bagaimana Rapor Pendidikan ini menjadikan suatu tindakan, suatu langkah dengan sadar menjadi lebih baik setiap harinya.
Bagaimana perubahan yang berfokus pada kualitas pendidikan ini benar-benar bisa segera dirasakan anak-anak Indonesia sehingga mereka punya bekal yang cukup/mumpuni untuk sukses dalam kehidupan dan menjadi pembelajar sepanjang hayat? (Pertanyaan Ester -- Harian Kompas)
Menanggapi pertanyaan tersebut, Bapak Menteri menyampaikan bahwa Rapor Pendidikan ini bukan hanya merupakan suatu dokumen, namun merupakan suatu sinyal kepada setiap satuan pendidikan, kepala satuan pendidikan, pendidik mengenai apa yang penting dalam proses input dan output dari sistem pendidikan. Untuk pertama kalinya, secara detail mereka mendapatkan sinyal dari Kemendikbudristek mengenai apa yang penting itu bukan hanya literasi dan numerasi, bukan menghafal materi dan menuangkannya dalam tes tetapi juga karakter, kreativitas, kebhinekaan, rasa aman, opini peserta didik terhadap kinerja pendidik itu penting, diskusi dan refleksi itu penting.
Jadi menurut Kemendikbudristek, bagi banyak satuan pendidikan yang pertama kali melihat data yang begitu komprehensif seperti ini akan menimbulkan proses transformasi pola pikir yang terbesar yang akan dialami oleh masing-masing daerah. Mereka akan mulai menyadari perubahan mindset, pola pikir itu pasti akan dirasakan oleh kepala satuan pendidikan maupun pendidik. Dan karena itu, peserta didiknya di jangka panjang akan mengalami perubahan dalam proses pembelajaran.
Pertanyaan-pertanyaan dalam survei mengenai proses pembelajaran itu sangat mendetail, mengenai apakah pendidik melakukan kelas yang interaktif, apakah pendidik membuat peserta didik merasa aman, apakah pendidik membiarkan peserta didik beropini, berbicara, melakukan kesalahan itu tidak apa-apa. Hal-hal yang spesifik seperti ini pastinya akan merubah kondisi dan budaya di masing-masing ruang kelas. Harusnya itu menjadi hasil yang kita inginkan itulah yang dirasakan peserta didik. Bagi satuan pendidikan yang merasa terdapat kerawanan terhadap perundungan atau hal-hal yang keamanan lainnya sudah tentu kepala satuan pendidkan maupun pendidik-pendidiknya akan mengambil langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk mengurangi insidensi misalnya perundungan di dalam satuan pendidikannya. Itu merupakan dampak nyata yang cepat pada masing-masing lingkungan satuan pendidikan yang akan mengambil tindakan tersebut dalam mengatasi permasalahan di satuan pendidikannya, semua ada di tangan masing-masing satuan pendidikan. Jika satuan pendidikan ingin melakukan perubahan, maka akan menggunakan Rapor Pendidikan itu untuk maju. Namun, jika satuan pendidikan itu tidak ingin melakukan perubahan, tentunya satuan pendidikan tersebut akan stagnan, namun setidaknya mengetahui kelamahan-kelemahannya dan kepala dinasnya mengetahui kelemahan-kelemahan satuan pendidikan tersebut. Itulah sebenarnya koneksi antara Rapor Pendidikan ini dengan perubahan yang terjadi di ruang kelas
Semoga paparan, penjelasan, jawaban-jawaban dari berbagai pertanyaan tersebut dapat semakin meningkatkan pemahaman kita mengenai platform Rapor Pendidikan. Semoga dengan platform Rapor Pendidikan ini kita dapat bersama-sama memulihkan pembelajaran dan memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia.
(Disarikan sebagai laporan dari berbagai webinar dan bimbingan teknis yang diikuti oleh penulis)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H