Alih-alih menghancurkan bangunan bersejarah, perlu diupayakan adaptasi dan revitalisasi yang memungkinkan cagar budaya tetap lestari tanpa mengorbankan kemajuan peradaban. Kolaborasi antara para ahli di bidang sejarah, arkeologi, arsitektur, dan perencanaan kota menjadi kunci dalam menemukan solusi yang mengakomodasi kepentingan pelestarian dan pembangunan secara seimbang.
Di tengah pesatnya kemajuan teknologi, upaya pelestarian cagar budaya menemukan harapan baru melalui digitalisasi. Metode ini menawarkan pendekatan yang lebih modern dan efektif dalam menjaga kelestarian warisan budaya bangsa. Dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi digital, benda-benda cagar budaya yang rentan terhadap kerusakan dapat disimpan dan didokumentasikan secara lebih aman dan terpercaya. Digitalisasi cagar budaya melibatkan proses konversi data fisik menjadi format digital yang dapat disimpan dalam sistem computer (Danuri, 2019).Â
Melalui proses ini, informasi mengenai cagar budaya, seperti bentuk, ukuran, warna, hingga sejarah dan nilai budayanya, dapat direkam dengan presisi yang tinggi. Hal ini memungkinkan pelestarian cagar budaya tidak hanya terbatas pada benda fisiknya saja, tetapi juga meliputi aspek-aspek penting lainnya yang terkait dengan nilai dan maknanya.Â
Dibandingkan dengan metode manual, digitalisasi menawarkan keunggulan dalam hal efisiensi dan efektivitas perlindungan cagar budaya. Data digital dapat disimpan dalam server yang aman dan direplikasi dengan mudah, sehingga risiko kehilangan atau kerusakan data dapat diminimalisir. Selain itu, data digital juga lebih mudah diakses dan disebarluaskan, memungkinkan masyarakat luas untuk mengenal dan mempelajari cagar budaya tanpa harus berhadapan langsung dengan benda fisiknya yang rapuh.
Proses digitalisasi cagar budaya melahirkan konsep baru yang dikenal sebagai warisan digital. UNESCO mendefinisikan warisan digital sebagai materi berbasis komputer yang memiliki nilai abadi dan perlu dilestarikan untuk kepentingan generasi mendatang (UNESCO, 2003).Â
Warisan digital ini terdiri dari data-data cagar budaya yang telah dikonversi ke dalam format digital dan disimpan dalam sistem penyimpanan elektronik. Seiring dengan semakin meluasnya penggunaan teknologi digital di berbagai aspek kehidupan, warisan digital diprediksi akan semakin penting dan meluas di masa depan.Â
Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya individu, organisasi, dan komunitas yang memanfaatkan teknologi digital untuk mendokumentasikan dan mengekspresikan hal-hal yang dianggap bernilai untuk diwariskan kepada generasi yang akan datang.
Di era revolusi industri 4.0 yang didominasi oleh teknologi digital, pengelolaan cagar budaya juga perlu beradaptasi dengan memanfaatkan digitalisasi. Langkah ini bertujuan untuk memudahkan dan mengoptimalkan manajemen aset budaya agar sejalan dengan karakteristik era digital yang mengedepankan kepraktisan. Digitalisasi cagar budaya memberikan banyak manfaat bagi para praktisi di bidang ini.
Dengan adanya data-data digital, proses pelestarian, kajian, dan komunikasi terkait cagar budaya menjadi lebih efisien dan efektif. Digitalisasi memungkinkan informasi mengenai cagar budaya tersedia dalam format digital yang dapat diakses oleh siapa saja, kapan saja, dan di mana saja, tanpa terbatas ruang dan waktu. Dalam revolusi industri 4.0, digitalisasi cagar budaya termasuk dalam ranah big data (Revianur, 2020).Â
Big data merujuk pada kumpulan data yang sangat besar dan kompleks, yang dapat diolah dan dianalisis untuk menghasilkan wawasan dan informasi yang berharga. Dengan digitalisasi, data-data mengenai cagar budaya dapat dikumpulkan, disimpan, dan dikelola secara digital, sehingga mempermudah proses pengolahan dan analisis data tersebut.
Ketersediaan data-data cagar budaya dalam bentuk digital yang dapat diakses secara luas juga berpotensi meningkatkan kesadaran dan apresiasi masyarakat terhadap warisan budaya (Kalay, 2008). Masyarakat dapat dengan mudah menjelajahi, mempelajari, dan mengapresiasi cagar budaya melalui platform digital, tanpa harus selalu mengunjungi lokasi fisiknya.Â