Mohon tunggu...
Humaniora

"Jurus" Guru Mengatasi Hoaks

7 November 2017   16:38 Diperbarui: 7 November 2017   19:10 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pengantar

Setiap orang dari bangun tidur sampai mau berbaring lagi selalu disuguhkan dengan yang namanya HOAX, atau cerita bohong, tipuan, menipu, berita palsu atau yang lazim kita kenal dengan berita burung.  "Hoax, hoax, hoax...." seperti itulah yang lagi tren dimana-mana dan kapan saja. Hoax bisa dilakukan oleh siapa pun dan kapan pun. Hoax yang dirancang, disampaikan secara lisan maupun tulisan, gambar atau video  oleh orang-orang elit, berpendidikan dan berpengalaman maupun orang-orang  biasa di negeri Indonesia ini tentu memiliki tujuan  berbeda-beda.  

Siapapun  dan dengan maksud atau tujuan apapun, hoax akan berdampak buruk bagi dirinya dan orang lain.  Cepat atau lambat, jika guru  tidak menanggapi dangan positif,  bersikap atau beretiket  baik dan berprilaku konstruktif,  sebuah hoax akan menjadi "momok" yang sangat menakutkan bagi yang mencintai kebenaran, keadilan dan kedamaian di negeri tercinta ini.

Apa yang harus dilakukan seorang  guru  dengan maraknya hoax di negara tercinta ini? Penulis berharap sekecil dan sederhananya maksud tulisan ini pasti ada arti  untuk memerangi hoax  di negeri ini.

Hoax dan cara mengatasinya.

Sebelum penulis sampaikan beberapa cara dalam mengatasi atau memerangi hoax di sekitar kita, perhatikan  penyataan hikmat : Jika "Ya" katakan "Ya" , jika "tidak" katakan "tidak". Ada dua hal yang akan penulis jelaskan dari pernyataan hikmat di atas, yaitu Pertama, jujur dan yang kedua berani.

1. Jujur

Ada uangkapan yang tidak asing ditelinga kita saat kita mencoba untuk membicarakan masalah yang terjadi dalam keseharian kita, khususnya Hoax. "Jujur hancur". Maka yang terjadi adalah bohong atau dusta, menipu, tipuan dan menyebarkan berita palsu dan dusta. Awalnya dilakukan hanya untuk melindungi atau membela diri sendiri, tetapi akhirnya kepada kebiasan untuk menjatuhkan, menyengsarakan orang lain. Maka akibatnya bukan hanya merugikan diri sendiri tapi juga orang lain yang menjadi korban dari perbuatan tersebut. Mengapa tidak jujur? Ini berkaitan dengan bagian dua dari penyataan diatas, yaitu tidak ada keberanian.

2.  Berani

Ingat kata bijak : "Berani karena benar, takut karena salah". Mengapa orang tidak jujur? Jatau awabannya karena takut. Pada umunnya orang tidak berani untuk menanggung resiko atau pengecut. Walaupun tahu resikonya, tapi tidak ada pilihan karena mental pengecut. Tidak berani untuk mengatakan dan melakukan yang sebenanya.

Hoax, tidak jujur dan tidak berani.

Barangkali itulah kata yang menggambarkan keadaan bangsa kita saat ini. Dekadensi moral  (kemerosotan moral)  dan krisis moral  yang semakin hari akan menggrogoti tubuh bangsa kita.  Jika tidak segera diatasi akan memicu konfleks yang lebih besar dan  keterepurukan berbagai hal yang  sama-sama kita rasakan. Perhatikan beberapa hal berikut ini!

Pertama, berani dan jujur sangat berkaitan dengan karakter seseorang. Karakter terbentuk dari pendidikan, pengalaman dan kebiasaan seseorang. Salah satu contoh: Jika dirumah orang tua selalu mengatakan dan melakukan sesuai dengan apa yang harus dilakukan dan katakan. Jika hal itu terus dilakukan apapun keadaan keluarga itu; ada masalah maupun tidak dan tetap mempertahan hal itu, maka yang terjadi anak akan terbentuk karakternya dengan jujur dan berani seperti orang tuanya. Memang tidak mudah untuk mempertahankan apa lagi melakukan keberanian dan kejujuran ditengah orang-orang yang lebih suka dusta, bohong dan pengecut. 

Pada umumnya orang mulai dengan kejujuran dan keberanian, tetapi ketika ada masalah, himpitan ekonomi, tekanan, mempertahankan status, dan yang berkaitan dengan nasip hidup dan matinya, maka seseorang  akan mengorbankan kejujuran dan keberaniannya untuk mempertahankan hidup.

Kedua, berani dan jujur berkaitan dengan iman atau taqwa seseorang kepada Tuhan. Iman adalah dasar dari segala sesuatu. Jika seseorang dasarnya kuat, tentu tumbuh dan memiliki ketahanan yang kuat pula. Sebaliknya jika dasarnya rapuh, mereka tumbuh, tetapi apabila  angin ataupun badai  datang, akan segera abruk. Disinilah pentingnya membangun iman atau taqwa seseorang. Iman hanya bisa tumbuh ditengah orang yang beriman. Jika seseorang karena imannya mempertahakan kejujuran dan keberanian, harus mengalami hal yang tidak baik dari perlakukan orang yang tidak menginginkan kejujuran atau yang menjadi korban karena keberanian dan kejujuran, sudah menjadi resiko, dan tetap percaya bahwa: Tuhan tidak "sare", tidak tidur ,Tuhan akan tetap bersamanya, memberikan kekuatan, penghiburan dan jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi.

Mempertahakan kejujuran dan keberanian adalah  bagian dari imannya kepada Tuhan. Banyak contoh-contoh di negeri ini yang karena mempertahaknan imannya dengan tetap berani dan jujur, harus menanggung penderitaan. Kita bersyukur, di Negeri yang besar ini masih ada segelintir orang-orang yang berani dan jujur. Orang-orang ini menjadi "mutiara" bagi generasi kita. Kedepan, mutiara serupa akan bermunculan ketika kejujuran dan keberanian ditegakan. 

Maka jujur dan berani, sangat tergantung kepada iman yang dimilikinya. Pertanyaannya: Bagaimana muncul iman, jika tidak diajarkan? Bagaimana muncul iman yang disertai dengan tindakan atau prilaku nyata jika tidak dibiasakan? Apakah hal demikian muncul dengan sendirinya? Tentu semua melalui proses dan pembekalan panjang baik dalam keluarga, masyarakat lingkungan,  terlebih lingkungan sekolah.

Ketiga, berani dan Jujur berkaitan dengan percaya diri. Percaya diri dalam bahasa gaul harian "pede"  yang artinya percaya diri.  Ada sebagian orang yang telah kehilangan rasa pekercayaan diri di hampir "seantero" wilayah hidupnya. Penyebabnya bermacamp-macam, misalnya karena krisis diri, depresi, hilang kendali, merasa tak berdaya menatap sisi cerah masa depan, dan masih banyak penyebab lainnya.  Berani dan jujur sangat berkaitan dengan percaya diri seseorang, sebab percaya diri merupakan  salah satu aspek penting dalam kehidupan seseorang. Lebih lanjut orang yang percaya diri yakin atas kemampuan mereka sendiri serta memiliki pengharapan yang realistis, bahkan ketika harapan itu belum terwujud , mereka tetap berfikir positif dan tetap menerimanya.

Menurut Thantaway dalam kamus istilah bimbingan dan konseling (2005: 87), percaya diri adalah kondisi mental atau prikologi diri seseorang yang memberi keyakinan kuat pada diri untuk berbuat atau melakukan sesuatu tindakan.

Cara Guru untuk mengatasi Hoax.

Berdasarkan pemaparan arti hoax dan penyebabnya, maka tidak dapat disangkal lagi bahwa Hoax sangat berkaitan dengan karakter seseorang, iman atau taqwa seseorang kepada Tuhan dan percaya diri atau kemampuan seseorang,  maka berikut ini tiga (3) cara seorang guru untuk memerangi Hoax, yaitu:

Pertama menumbuhkembangkan karakter peserta didik.

Masalah sosial yang semakin parah telah melanda semua lapisan masyarakat dan dalam segala usia. Jika hal ini tidak diatasi secara bijaksana dan berkerlanjutan dengan merevolusi mental, mendidik dan menumbuhkan  Budi Pekerti yang luhur, bisa jadi generasi mas  masa depan  hanya tinggal isapan jempol. Sekarang saja nama generasi muda khususnya dalam hal sikap, tingkah laku, budi pekertinya jauh dari harapan orang tua, agama dan bangsa.  Kenyataan yang ada akhir-akhir ini sangat memprihatinkan dan sekaligus menyadarkan kita untuk kembali menumbuhkan nilai-nilai  luhur bangsa yang sudah ada pada  Dasar Negara kita Pancasila, yaitu menghargai orang lain dengan berkata dan berlaku sopan. Agar tidak tidak saling mencaci kami,  menyalahkan apalagi sampai menyebarkan berita-berita bohon tentang seseorang atau kelompok, yang kita kenal dengan Hoax.

Tidak dipungkiri memang sebagian besar Pendidikan di Sekolah pada umumnya masih mengisi aspek kognitif atau pengetahuan  dan  ketrampilan. Sedangkan  pembentukan sikap, karakter dan perasaan serta tindakan nyata dari peserta didik masih pada wacana atau slogan.  Oleh sebab itu dengan pendidikan budi pekerti mulai di bangku sekolah dasar, maka karakter peserta didik akan semakin baik. Maka jika karakter anak ditumbuhkan melalui pendidikan Budi Pekerti sejak kecil, niscaya Hoax yang sangat menakutkan kelangsungan hidup bersama di negeri tercinta ini akan semakin berkurang.

Kedua meningkatkan iman atau taqwa peseta didik.

Supaya tercipta suatu kondisi kehidupan  yang rukun, damai, nyaman dan sejahtera tidak saling  menyalahkan, menyebar kebencian dan cerita mohon yang selama ini baru menjamur seorang-olah hukum tidak berlaku lagi, maka dibutuhkan sikap toleransi, saling menghargai di antara penduduk Indonesia.

Menghargai erat hubungannya dengan toleransi. Toleransi berasal dari kata toleran berasal dari kata kerja bahasa latin tolerare berarti "menanggung". Jadi toleransi berarti menanggung kejengkelan atau kelemahan.  Toleransi tidak membuat hal yang salah menjadi benar namun juga tidak menuntut kesempurnaan. Toleransi berpegang pada suatu standard yang menyadari bahwa orang bertumbuh dengan kecepatan yang berbeda dan menunjukkan pada tahap kedewasaan yang berlainan pula. Dengan menanggung "ketidakdewasaan" satusama lain tanpa mengkompromikan nilai-nilai yang mereka junjung bersama. Inilah salahah satu manfaat iman seseorang dalam menghadapi konfliks atau masalah.

Berdasarkan manfaat iman di atas, maka  sangat penting bagi seorang guru dalam memerangi Hoax dengan meningkatkan iman peserta didik  dengan cara dan bentuk yang menarik, tanpa mengurangi makna atau isi. Jika dasarnya kuat dan benar, maka apa yang dilakukan tentu berdaskan iman atau kepercayaan seseorang. Iman  berkaitan erat dengan rasa percaya, yakin dan takwa. Percaya yaitu menyerahkan diri seutuhnya hidup kita, peraasan dan pikiran keapda Tuhan. Sedangkan nyakin yaitu keyakinan akan Firman atau sabda Allah yang berkembang dalam pengalaman sehari-hari. Takwa yaitu orang yang telah siap  untuk menjalankan tugas dengan  penuh hormat dan dengan percaya diri bahwa nanti pasti berhasil.

Ketiga meningkatkan percaya diri peserta didik.

Percaya diri atau percaya kepada kepampuan diri sendiri, bukan suatu yang mudah. Banyak hal yang membuat orang tidak percaya diri, karena pengetahuan, pengalaman dan tidak sedikit pengaruh dari orang terdekat dan lingkungan di sekitar. Lalu bagaimana kita dapat me ningkatkan diri seseorang supaya tidak mudah terprofokasi, lemah dalam pengambilan keputusan dan ikut arus dalam pergaulan.

Percaya diri sangat erat dengan iman. Apa bedanya iman dan percaya diri? iman seperti yang penulis sebutkan sebelumnya .Iman  berkaitan erat dengan rasa percaya, yakin dan takwa. Percaya yaitu menyerahkan diri seutuhnya hidup kita, perasaan dan pikiran kepada Tuhandan menyerahkan diri kepada Tuhan, sedangkan percaya diri, adalah percaya kepada kemampuan diri. Dari mana kemampuan seseorang itu? Kemampuan atau sering disebut dengan bakat atau talenta berasal dari Allah. Artinya sejak lahir bahkan sejak dalam kandungan seseorang telah diberi kepercayaan diri atau kemampuan yang berbeda-beda.

Bagaimana meningkatkan percaya diri seseorang, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh orang lain dan keadaan disekitarnya? Inilah tugas guru terutama guru BP.  Guru sebagai fasilitator, konselor dan bahkan orang tua kedua dalam mengembangkan kemapuan atau bakat dalam diri anak.  Jika anak percaya diri; percaya dengan kemampuan sendiri, maka dia akan bisa mengatasi masalahnya sendiri dengan cara yang baik dan benar. Jika gagal, dia akan terus mencoba dan mencoba sampai berhasil  dengan kemampuan sendiri,  belajar dari pengalaman kegagagalan. Tidak mudah  menyalahkan orang lain apalagi membenarkan diri sendiri dan menceritakan kebohongan dan kebencian, hoax kepada orang lain.

Sebelum tulisan ini saya akhiri, inilah kisah sedih sebagai korban dari hoax yang penulis alami. Awal kami mendapat kabar melalui pesan singkat (SMS), kami sangat senang, bahagia dan sukacita karena akan mendapatkan sesuatu yang diluar akan pikiran dan kemampuan saya selama itu.  Saya akan  bisa membeli ini dan itu, bahkan bisa mempunyai tabungan yang sangat besar.

Saat itu saya dibawa untuk melakukan sesuatu diluar akal sehat saya. Seolah-olah semua akan menjadi kenyataan dalam sekejap. Dibalik sana mereka menyusun rencana supaya saya dan percaya dan mengikuti petunjuknya. Saat itu saya sangat percaya, maka saya ikuti petunjuk mereka melalui sambungan telepon. Saya datang ke ATM, membuka PIN, melihat saldo tabungan. Kemudian sesuai dengan pentunjuk lewat telepon saya ikuti. Tidak sadar bahwa setelah memasukkan sejumlah angka sesuai dengan permintaan mereka.  

Singkat cerita, setelah saldo akhir tabungan saya "hampir habis",  saya  tunggu kabar berikutnya. Apa yang terjadi.... sampai beberapa jam saya di depan ATM tidak terjadi apa-apa dengan saldo akhir saya yang hampir nol. Kemudian saya telpon nomer yang baru saja memandu saya melakaukan transaksi lewat ATM. Mereka tidak menjawab dan tidak ada kabar yang baik yang bisa menenangkan hati saya. Akhirnya saya melaporkan kejadian tersebut ke kantor Polisi terdekat.  Dan ternyata hal serupa juga dialami oleh beberapa korban dalam waktu sehari.  Inilah kisah  sedih dari kabar Hoax yang pernah saya rasakan.

Penutup

Cara yang sering dilakukan  olah seseorang untuk menutupi kesalahan, kekurangan dan bahkan "kekalahan" adalah dengan memberikan pembenaran atau alasan dan tidak sedikit yang nebarkan kebencian, Hoax atau cerita bohong kepada orang lain atau kelompok-kelompok tertentu. Mengapa bisa terjadi. Seperti yang penulis paparkan bebepa hal, yaitu  karekter yang buruk, iman yang lemah dan kurang percaya diri atau kercaya kepada kemampuan seseorang dalam menerima kenyataan hidup akan mudah orang untuk hoax. 

Maka tidakan prepentik dalam mengatasi hoak adalah menumbuhkan karakter atau budi pekerti yangluhur bagi generasi muda melalui pendidikan formal dan non formal, meningkatkan iman dan percaya diri dengan membiasakan berlaku kejujuran dan keberanian mulai sejak  kecil. Guru sebagai pengajar dan utamanya pendidik adalah sebagai kunci dari keberhasilan untuk memerangi hoax. Maka guru harus  menjadi teladan atau contoh dalam kekujuran dan keberanian untuk menyatakan jika "Ya" katakan "Ya" dan jika "Tidak" harus berani mengatakan "Tidak".

Sebagai akhir dari tulisan perhatikan, kata  bijak berikut:  

"Bibir yang mengatakan kebenaran tetap untuk selama-lamanya, tetapi lidah dusta  hanya untuk sekejap mata". Hoax No! Jujur yes, yes, yes.

#antihoax #marimas #pgrijateng

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun