Mohon tunggu...
Humaniora

"Jurus" Guru Mengatasi Hoaks

7 November 2017   16:38 Diperbarui: 7 November 2017   19:10 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Barangkali itulah kata yang menggambarkan keadaan bangsa kita saat ini. Dekadensi moral  (kemerosotan moral)  dan krisis moral  yang semakin hari akan menggrogoti tubuh bangsa kita.  Jika tidak segera diatasi akan memicu konfleks yang lebih besar dan  keterepurukan berbagai hal yang  sama-sama kita rasakan. Perhatikan beberapa hal berikut ini!

Pertama, berani dan jujur sangat berkaitan dengan karakter seseorang. Karakter terbentuk dari pendidikan, pengalaman dan kebiasaan seseorang. Salah satu contoh: Jika dirumah orang tua selalu mengatakan dan melakukan sesuai dengan apa yang harus dilakukan dan katakan. Jika hal itu terus dilakukan apapun keadaan keluarga itu; ada masalah maupun tidak dan tetap mempertahan hal itu, maka yang terjadi anak akan terbentuk karakternya dengan jujur dan berani seperti orang tuanya. Memang tidak mudah untuk mempertahankan apa lagi melakukan keberanian dan kejujuran ditengah orang-orang yang lebih suka dusta, bohong dan pengecut. 

Pada umumnya orang mulai dengan kejujuran dan keberanian, tetapi ketika ada masalah, himpitan ekonomi, tekanan, mempertahankan status, dan yang berkaitan dengan nasip hidup dan matinya, maka seseorang  akan mengorbankan kejujuran dan keberaniannya untuk mempertahankan hidup.

Kedua, berani dan jujur berkaitan dengan iman atau taqwa seseorang kepada Tuhan. Iman adalah dasar dari segala sesuatu. Jika seseorang dasarnya kuat, tentu tumbuh dan memiliki ketahanan yang kuat pula. Sebaliknya jika dasarnya rapuh, mereka tumbuh, tetapi apabila  angin ataupun badai  datang, akan segera abruk. Disinilah pentingnya membangun iman atau taqwa seseorang. Iman hanya bisa tumbuh ditengah orang yang beriman. Jika seseorang karena imannya mempertahakan kejujuran dan keberanian, harus mengalami hal yang tidak baik dari perlakukan orang yang tidak menginginkan kejujuran atau yang menjadi korban karena keberanian dan kejujuran, sudah menjadi resiko, dan tetap percaya bahwa: Tuhan tidak "sare", tidak tidur ,Tuhan akan tetap bersamanya, memberikan kekuatan, penghiburan dan jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi.

Mempertahakan kejujuran dan keberanian adalah  bagian dari imannya kepada Tuhan. Banyak contoh-contoh di negeri ini yang karena mempertahaknan imannya dengan tetap berani dan jujur, harus menanggung penderitaan. Kita bersyukur, di Negeri yang besar ini masih ada segelintir orang-orang yang berani dan jujur. Orang-orang ini menjadi "mutiara" bagi generasi kita. Kedepan, mutiara serupa akan bermunculan ketika kejujuran dan keberanian ditegakan. 

Maka jujur dan berani, sangat tergantung kepada iman yang dimilikinya. Pertanyaannya: Bagaimana muncul iman, jika tidak diajarkan? Bagaimana muncul iman yang disertai dengan tindakan atau prilaku nyata jika tidak dibiasakan? Apakah hal demikian muncul dengan sendirinya? Tentu semua melalui proses dan pembekalan panjang baik dalam keluarga, masyarakat lingkungan,  terlebih lingkungan sekolah.

Ketiga, berani dan Jujur berkaitan dengan percaya diri. Percaya diri dalam bahasa gaul harian "pede"  yang artinya percaya diri.  Ada sebagian orang yang telah kehilangan rasa pekercayaan diri di hampir "seantero" wilayah hidupnya. Penyebabnya bermacamp-macam, misalnya karena krisis diri, depresi, hilang kendali, merasa tak berdaya menatap sisi cerah masa depan, dan masih banyak penyebab lainnya.  Berani dan jujur sangat berkaitan dengan percaya diri seseorang, sebab percaya diri merupakan  salah satu aspek penting dalam kehidupan seseorang. Lebih lanjut orang yang percaya diri yakin atas kemampuan mereka sendiri serta memiliki pengharapan yang realistis, bahkan ketika harapan itu belum terwujud , mereka tetap berfikir positif dan tetap menerimanya.

Menurut Thantaway dalam kamus istilah bimbingan dan konseling (2005: 87), percaya diri adalah kondisi mental atau prikologi diri seseorang yang memberi keyakinan kuat pada diri untuk berbuat atau melakukan sesuatu tindakan.

Cara Guru untuk mengatasi Hoax.

Berdasarkan pemaparan arti hoax dan penyebabnya, maka tidak dapat disangkal lagi bahwa Hoax sangat berkaitan dengan karakter seseorang, iman atau taqwa seseorang kepada Tuhan dan percaya diri atau kemampuan seseorang,  maka berikut ini tiga (3) cara seorang guru untuk memerangi Hoax, yaitu:

Pertama menumbuhkembangkan karakter peserta didik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun