Setelah semua meja dibersihkan dan kursi-kursi ditata kembali, Pita menguatkan hatinya untuk duduk di hadapan lelaki itu.
"Apa yang ingin kau bicarakan?"
"Tentang seorang perempuan di masa mudaku, dulu."
"Apakah kau merasa aku pernah mengenalmu?"
Lelaki itu mengangguk, lalu bertanya, "Apakah suamimu bernama Martohap?"
Pita membisu.
"Atau anakmu yang memiliki nama itu?"
Pita menggeleng.
Lelaki  itu menarik napas panjang. Ada kelegaan terbias di wajahnya. Lalu dia  berkata dengan santun, "Aku tidak suka minum tuak. Aku mampir karena  membaca papan nama di depan kedai tuakmu ini. Nama siapa yang kau  gunakan?"
Pita menunduk. Walau telah berhasil memendam cintanya, dia tetap merasa malu untuk menjawab pertanyaan itu.
"Apakah itu nama seorang lelaki yang pernah kau cintai?"