3. Manipulasi Proses Pemilihan
Etika konstitusi menuntut bahwa proses demokrasi, terutama dalam pemilihan umum, harus berlangsung secara adil dan bebas dari manipulasi. Namun, di banyak negara, praktik-praktik seperti gerrymandering, penundaan pemilu, atau manipulasi hasil pemilu telah menjadi kebiasaan untuk mempertahankan kekuasaan elit politik. Contohnya, di beberapa negara di Afrika, manipulasi hasil pemilu telah memicu ketidakpuasan publik yang kemudian menyebabkan kerusuhan politik.
Pelanggaran seperti ini tidak hanya merusak legitimasi pemerintah, tetapi juga membuktikan bahwa etika konstitusi telah diabaikan demi kepentingan politik jangka pendek.
4. Pengabaian Prinsip Pemisahan Kekuasaan
Salah satu prinsip utama dalam etika konstitusi adalah pemisahan kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Tujuannya adalah untuk mencegah kekuasaan yang terkonsentrasi pada satu pihak dan mendorong akuntabilitas di dalam pemerintahan. Namun, dalam beberapa negara, intervensi eksekutif terhadap lembaga yudikatif atau legislatif telah mengakibatkan hilangnya independensi lembaga-lembaga tersebut.
Sebagai contoh, di negara-negara dengan kecenderungan otoritarian, seperti Rusia dan Turki, presiden atau kepala negara sering kali memiliki pengaruh yang terlalu besar terhadap lembaga peradilan, sehingga pengadilan tidak lagi berfungsi sebagai pengawas yang independen. Ini merupakan bentuk jelas dari kemerosotan etika konstitusi, di mana kekuasaan menjadi alat untuk memperkuat kedudukan politik tertentu.
Kritik Atas Kemerosotan Etika Konstitusi
Kritik terhadap kemerosotan praktik etika konstitusi harus dilihat dari perspektif moral dan sosial. Ketika pelanggaran konstitusi terus dibiarkan, hal ini menciptakan kondisi yang merusak integritas sistem politik dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Kemerosotan ini menandakan bahwa konstitusi telah kehilangan fungsinya sebagai penjaga keadilan dan instrumen pengawasan terhadap kekuasaan.
1. Erosi Kepercayaan Publik
Pelanggaran etika konstitusi secara langsung berhubungan dengan hilangnya kepercayaan publik terhadap pemerintah. Masyarakat yang melihat hak-haknya dilanggar atau ketidakadilan yang dilegalkan akan merasa teralienasi dari sistem politik. Kondisi ini menciptakan sikap apatis politik, di mana masyarakat merasa bahwa tidak ada lagi ruang untuk memperjuangkan keadilan atau memperbaiki sistem yang ada.
2. Legitimasi Moral yang Terkikis