Kontroversi muncul karena dua yayasan tersebut selama ini menjadi lembaga yang menyalurkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari dua korporasi besar. Hal ini dianggap akan blunder dalam relasi antara negara dengan sektor swasta untuk berpartisipasi dalam POP.Â
Alasan lain kontroversi POP juga berkaitan dengan desakan realokasi anggaran POP kepada kebutuhan yang memiliki prioritas mendesak, misalnya untuk membangun infrastruktur pendidikan di daerah tertinggal. Beragam hal diatas semoga menjadi refleksi dan perenungan, betapa pentingnya suatu terobosan kebijakan publik yang nampak futuristik, harus dibarengi dengan integritas aparatur sipil negara dengan prinsip akuntabilitas serta transparansi melalui proses partisipasi publik, sejak perencanaan sampai evaluasi.Â