Mohon tunggu...
Timotius Apriyanto
Timotius Apriyanto Mohon Tunggu... Konsultan - OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Filsafat | Climate Justice and DRR

Penulis adalah praktisi Pengurangan Risiko Bencana dan Pengamat Sosial

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengendus Moral Hazard POP di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

30 Juli 2020   12:15 Diperbarui: 5 Agustus 2020   05:38 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lampion di area gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.(KOMPAS.com/WAHYU ADITYO PRODJO)

Penunjukkan Nadiem Makarim sebagai Mendikbud periode 2019-2024 oleh Presiden Jokowi memunculkan kontroversi sejak awal. Kontroversi tersebut utamanya berkisar tentang figur menteri sebagai top leader di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pro dan Kontra soal figur mas Menteri ini berkaitan dengan semua konsekuensi dan implikasi yang akan terjadi dengan dunia pendidikan dan kebudayaan di Indonesia.

Figur kontroversial Nadiem Makarim banyak dianggap tidak akan mampu menangani urusan pendidikan dan kebudayaan, bukan karena soal kompetensi manajerial dan kapasitas berpikirnya tetapi lebih karena kapasitas kepemimpinannya. Pemimpin yang baik biasanya secara alamiah muncul dari ekosistem di mana dia berada. Pemimpin Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harusnya berakar mendalam dan memahami sejarah Pendidikan dan Kebudayaan di Indonesia. Tansformasi Pendidikan dan Kebudayaan dengan pemimpin yang ahistoris akan mengalami masalah besar jika diletakkan pada fondasi salah.

Transformasi Pendidikan menuju arah kemajuan harus dijiwai dengan semangat dan moral yang benar agar tidak salah arah. Konsep Pemajuan Pendidikan masa depan juga harus koheren dengan konsep Pemajuan Kebudayaan. Konsep Pendidikan yang holistik dengan konsep Kebudayaan perlu dipahami dengan baik dan benar dimana pendidikan merupakan transmisi peradaban masa depan.  Strategi pendidikan dan strategi kebudayaan harus terintegrasi dengan moral Pancasila.

Pidato awal pelantikan yang menyebutkan jika menteri Nadiem tidak mengetahui masa lalu, namun mengetahui masa depan, mungkin dianggap biasa-biasa saja bagi sebagian orang. Namun, kutipan pidato tersebut juga menyiratkan realitas strategi personal seorang menteri yang dari satu sisi akan melepaskan tuntutan untuk memahami sejarah, dan sisi lainnya menggantikan kelemahannya tersebut  dengan klaim penguasaan masa depan (pendidikan).

Berpikir Seperti Seorang Futuris

Apakah klaim pemimpin Kemendikbud yang menguasai masa depan sudah menunjukkan cara berpikir seorang futuris baik? Cecily Sommers (2012), menyatakan bahwa berpikir seperti seorang futuris adalah berpikir di luar kotak dan dengan sadar memperluas cakrawala pemikiran untuk membayangkan ide dan peristiwa yang belum terjadi.

Pemikir futuris mengarahkan kegiatan di masa depan yang dirancang untuk memicu pencerahan kreatif, mendorong perubahan hal di masa lalu yang kurang baik, serta membawa kekuatan pandangan ke depan melalui strategi dan inovasi untuk menghasilkan jawaban baru atas berbagai permasalahan. Seorang pemikir futuris juga mampu melepaskan diri dari  jebakan pengetahuan yang sudah membentuk pola pikir masa kini yang permanen "permanent present".  

Seorang futuris mempelajari tren jangka panjang dari perspektif global, mengidentifikasi implikasinya bagi dunia bisnis dan masyarakat. Pemimpin futuris juga mampu menciptakan prakiraan agenda kebijakan masa depan, dan secara spekulatif memberi gambaran tentang bagaimana pekerjaan, pendidikan, ekonomi, kesehatan akan berubah.  Peran seorang pemimpin dalam kepemimpinannya memang harus mampu mengatasi masa depan dan memiliki visi yang kuat serta menginspirasi orang lain untuk bergabung mendukung mewujudkannya.

Mencermati karakter berpikir futuris diatas, maka memang benarlah klaim menteri sebagai figur pemimpin Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mungkin mengetahui masa depan. Namun demikian, fungsi seorang pemimpin futuris tidak hanya berhenti dalam pemikiran futuristik. Hal itu juga tersirat dalam buku "Think Like a Futurist: Know What Changes, What Doesn't, and What's Next" karya Cecily Sommers.

Pemimpin futuris yang baik di tingkat kementerian, harus mampu dan bisa menunjukkan dua karakter yaitu karakter negarawan (statesmanship) serta karakter kebijaksanaan yang memadukan kemampuan birokrasi, dan teknokrasi. Menteri juga harus memiliki craftsmanship dalam melakukan dan membangun tata pemerintahan yang baik pada kementeriannya. 

Membaca Gejala Disrupsi di Kemendikbud

Pemimpin yang tidak memiliki akar kuat akan menimbulkan kekacauan. Ada tiga kemungkinan kekacauan yang timbul dalam kepemimpinan sebuah organisasi.

Pertama, kekacauan (disrupsi) terjadi bisa karena ada kejutan-kejutan budaya (culture shock), atau yang kedua bisa saja terjadi karena gagasan spontanitas kebijakan yang tidak disiapkan dan dikaji matang, namun yang ketiga kekacauan juga bisa terjadi karena patut diduga memiliki potensi kecurangan (fraudulence). Ada juga kemungkinan variasi dari ketiga hal tersebut, misalnya sebuah kebijakan muncul mendadak yang sebetulnya memiliki potensi kecurangan, akan tetapi tetap diluncurkan untuk menguji (test the water) seberapa besar disrupsi yang terjadi.

Kejutan Budaya dalam Kepemimpinan di Saat Transisi

Pemimpin yang membawa budaya baru di lingkungan budaya organisasi yang sudah mapan tentu akan mengalami kejutan transisi baik untuk diri pemimpin ataupun organisasinya. Dua budaya yang berbeda akan menuju pada suatu proses menggabungan dua budaya dan disebut akulturasi.  Dalam proses akulturasi, masa awal pertemuan dua budaya akan memasuki periode yang sering disebut bulan madu (honeymoon) yaitu ketika masing-masing mencoba menemukan sisi baik dari budaya yang datang dalam romantisme baru.

Tahap berikutnya adalah periode transisi dimana terjadi kejutan budaya. Salah satu gejala yang muncul dalam kejutan budaya ini adalah terjadinya penolakan terhadap budaya baru. Setiap pihak akan melakukan romantisasi budaya asal masing-masing. Periode berikutnya adalah periode adaptasi yang terjadi karena proses transisi berjalan dengan baik dan kemungkinan melibatkan pihak atau budaya lain. Budaya baru yang memasuki kemendikbud sedang mengalami transition shock dengan kehadiran menteri sekarang.

Tantangan Pendidikan Indonesia Mendatang

Presiden Jokowi menyampaikan peta jalan (road map) strategis Pendidikan Indonesia tahun 2020-2035 yaitu 1. Pembentukan SDM Unggul 2. Pembentukan Karakter Mulia 3. Target Pengembangan Pendidikan Yang Terukur termasuk target angka partisipasi pendidikan dasar, menengah, dan tinggi, target perbaikan kualitas guru, target perbaikan kurikulum, dan target infrastruktur sekolah 4. Reformasi Pendidikan yang didukung multi stakeholders lembaga pemerintah, masyarakat, dan swasta untuk perbaikan infrastruktur, penyediaan akses teknologi dan juga yang berkaitan dengan dukungan pendanaan. Menteri dituntut bisa menterjemahkan road map tersebut dalam strategi masa depan di atas fondasi moral pelayanan publik yang harus berakar pada sejarah. 

Moral Hazard Implementasi Program Organisasi Penggerak (POP)

Dalam tayangan Indonesia Lawyer Club (Selasa, 28 Juli 2020), dikupas bagaimana indikasi moral hazard telah merusak harmoni partisipasi organisasi besar yang memiliki sejarah panjang di dunia pendidikan Indonesia yaitu Muhammadiyah dan Nadhatul Ulama. Dua organisasi tersebut mundur dari partisipasinya dalam POP untuk menghindari cedera moral.

Persoalannya bukan hanya seputar teknis manajemen program, tetapi ada masalah prinsip berkaitan dengan transparansi dan akuntabilitas publik yang patut diduga akan berpotensi menimbulkan persoalan.

Mendikbud Nadiem Makarim meluncurkan Program Organisasi Penggerak (POP) pada tanggal 10 Maret 2020 sebagai bagian dari terobosan kebijakan Merdeka Belajar.

POP diharapkan menjadi program pemerintah untuk memberdayakan masyarakat pendidikan sehingga akan menghasilkan peningkatan kapasitas guru dan kepala sekolah melalui berbagai model pelatihan yang efektif dalam konsep Sekolah Penggerak.
 
Pelaksanaan program ini didasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 32 Tahun 2019 tentang Pedoman Umum Penyaluran Bantuan Pemerintah di Kemendikbud. Pada tataran teknis pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Sekjen Kemendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Penyaluran Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan Mutu Guru dan Tenaga Kependidikan.

Persyaratan untuk layak menerima dana POP sebenarnya secara normatif sudah diatur sedemikian ketat, antara lain bahwa organisasi pelaksana harus membuat proposal beserta rencana kerja dengan berbagai tingkatan capaian mulai output, dan outcome beserta indikator capaiannya. Strategi implementasi beserta seluruh pendekatan dan tahapan juga perlu disertakan, termasuk logical framework programnya.

Selain hal tersebut, persyaratan legalitas organisasi antara lain bahwa organisasi harus memiliki badan hukum beserta NPWP, termasuk lampiran laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik, juga harus disertakan. Artinya, persyaratan administrasi manajemen proyek dan manajemen lembaga sudah diuraikan sesuai standard organisasi non pemerintah yang baik.

Berdasarkan proses seleksi ketat, total ada sekitar 180 proposal yang lolos seleksi termasuk proposal dari Yayasan Tanoto, Yayasan Sampoerna, Yayasan Pangudi Luhur, Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar, dan Dompet Dhuafa.

Sementara itu, organisasi di bawah payung Muhammadiyah yaitu Persyarikatan Muhammadiyah jenjang guru SMP dan Lembaga Pendidikan Ma’ruf Nahdlatul NU jenjang guru SD, juga dinyatakan berhak mendapatkan hibah proyek POP tersebut.

Namun demikian, pada tahap pra proyek pelaksanaan POP, sekurangnya ada tiga organisasi besar yang telah menyatakan mundur, yaitu Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU), dan Persatuan Guru Republik Indonesia ( PGRI). Mundurnya organisasi besar tersebut tentunya didasarkan pada alasan prinsipil dan mendasar.

Inovasi disrupsi berupa program apapun seharusnya dibuat di atas landasan moral yang benar. Persyaratan administrasi yang ketat saja tidak cukup menjamin tidak terjadinya moral hazard dalam seleksi, implementasi, monitoring dan evaluasi program.

Pada level konsep dan kebijakan POP, beserta semua peraturan teknisnya mungkin sudah baik. Namun demikian, perlu suatu pakta integritas yang melibatkan partisipasi publik dalam pengawasan dan evaluasinya. Pakta integritas sebagai komitmen kelembagaan dan perorangan juga perlu diikuti dengan kode etik yang merupakan standard moral. 

Sejarah panjang dan track record lembaga seperti Muhammadiyah dan NU tentunya sudah melampaui hal administratif dan profesionalisme simbolik.

Pemilihan dua Yayasan besar yaitu Yayasan Tanoto dan Yayasan Sampoerna yang memang juga sudah memiliki track record panjang dalam kontribusi serta partisipasinya untuk memajukan SDM unggul melalui pendidikan, telah menuai kontroversi.

Kontroversi muncul karena dua yayasan tersebut selama ini menjadi lembaga yang menyalurkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari dua korporasi besar. Hal ini dianggap akan blunder dalam relasi antara negara dengan sektor swasta untuk berpartisipasi dalam POP. 

Alasan lain kontroversi POP juga berkaitan dengan desakan realokasi anggaran POP kepada kebutuhan yang memiliki prioritas mendesak, misalnya untuk membangun infrastruktur pendidikan di daerah tertinggal. Beragam hal diatas semoga menjadi refleksi dan perenungan, betapa pentingnya suatu terobosan kebijakan publik yang nampak futuristik, harus dibarengi dengan integritas aparatur  sipil negara dengan prinsip  akuntabilitas serta transparansi melalui proses  partisipasi publik, sejak perencanaan sampai evaluasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun