Mohon tunggu...
Timotius Apriyanto
Timotius Apriyanto Mohon Tunggu... Konsultan - OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Filsafat | Climate Justice and DRR

Penulis adalah praktisi Pengurangan Risiko Bencana dan Pengamat Sosial

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengendus Moral Hazard POP di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

30 Juli 2020   12:15 Diperbarui: 5 Agustus 2020   05:38 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendikbud Nadiem Makarim meluncurkan Program Organisasi Penggerak (POP) pada tanggal 10 Maret 2020 sebagai bagian dari terobosan kebijakan Merdeka Belajar.

POP diharapkan menjadi program pemerintah untuk memberdayakan masyarakat pendidikan sehingga akan menghasilkan peningkatan kapasitas guru dan kepala sekolah melalui berbagai model pelatihan yang efektif dalam konsep Sekolah Penggerak.
 
Pelaksanaan program ini didasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 32 Tahun 2019 tentang Pedoman Umum Penyaluran Bantuan Pemerintah di Kemendikbud. Pada tataran teknis pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Sekjen Kemendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Penyaluran Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan Mutu Guru dan Tenaga Kependidikan.

Persyaratan untuk layak menerima dana POP sebenarnya secara normatif sudah diatur sedemikian ketat, antara lain bahwa organisasi pelaksana harus membuat proposal beserta rencana kerja dengan berbagai tingkatan capaian mulai output, dan outcome beserta indikator capaiannya. Strategi implementasi beserta seluruh pendekatan dan tahapan juga perlu disertakan, termasuk logical framework programnya.

Selain hal tersebut, persyaratan legalitas organisasi antara lain bahwa organisasi harus memiliki badan hukum beserta NPWP, termasuk lampiran laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik, juga harus disertakan. Artinya, persyaratan administrasi manajemen proyek dan manajemen lembaga sudah diuraikan sesuai standard organisasi non pemerintah yang baik.

Berdasarkan proses seleksi ketat, total ada sekitar 180 proposal yang lolos seleksi termasuk proposal dari Yayasan Tanoto, Yayasan Sampoerna, Yayasan Pangudi Luhur, Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar, dan Dompet Dhuafa.

Sementara itu, organisasi di bawah payung Muhammadiyah yaitu Persyarikatan Muhammadiyah jenjang guru SMP dan Lembaga Pendidikan Ma’ruf Nahdlatul NU jenjang guru SD, juga dinyatakan berhak mendapatkan hibah proyek POP tersebut.

Namun demikian, pada tahap pra proyek pelaksanaan POP, sekurangnya ada tiga organisasi besar yang telah menyatakan mundur, yaitu Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU), dan Persatuan Guru Republik Indonesia ( PGRI). Mundurnya organisasi besar tersebut tentunya didasarkan pada alasan prinsipil dan mendasar.

Inovasi disrupsi berupa program apapun seharusnya dibuat di atas landasan moral yang benar. Persyaratan administrasi yang ketat saja tidak cukup menjamin tidak terjadinya moral hazard dalam seleksi, implementasi, monitoring dan evaluasi program.

Pada level konsep dan kebijakan POP, beserta semua peraturan teknisnya mungkin sudah baik. Namun demikian, perlu suatu pakta integritas yang melibatkan partisipasi publik dalam pengawasan dan evaluasinya. Pakta integritas sebagai komitmen kelembagaan dan perorangan juga perlu diikuti dengan kode etik yang merupakan standard moral. 

Sejarah panjang dan track record lembaga seperti Muhammadiyah dan NU tentunya sudah melampaui hal administratif dan profesionalisme simbolik.

Pemilihan dua Yayasan besar yaitu Yayasan Tanoto dan Yayasan Sampoerna yang memang juga sudah memiliki track record panjang dalam kontribusi serta partisipasinya untuk memajukan SDM unggul melalui pendidikan, telah menuai kontroversi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun