Bagaimana bisa proses pelibatan mitra dan MoU dijamin bebas korupsi sehingga pada ujungnya menghasilkan barang/jasa terbaik (trade off harga dan kualitas di titik optimum) jika Permenko yang mengaturnya justru terbit kemudian?
Terhadap praktik terbalik seperti ini, seharusnya KPK sudah otomatis berprasangka "berpotensi fiktif, tidak efektif, dan merugikan keuangan negara."
Jadi yang wajar itu, KPK rekomendasikan moratorium program Kartu Prakerja sebelum penyaluran dana gelombang pertama. Kalau setelah 3 gelombang berjalan baru disuruh setop, kura-kura merangkak dari Tugu Tani ke Monas pun sudah tiba dari kemarin-kemarin.
Cepatan kura-kura donk, tak pakai pura-pura pula.
Tambahan: Salah Ngeles
Pada Maret lalu, kalangan profesional masyarakat sipil menyindir Program Kartu Prakerja dengan cara menyelenggarakan platform kursus tandingan di website Prakerja.org.
Kelas-kelas online di Prakerja.org gratis dan diklaim memiliki kualitas setara kursus-kursus pada platform mitra Kartu Prakerja yang makan APBN.
Menanggapi kehadiran Prakerja.org, Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja (PMO) Denni Puspa Purbasari menggelar konferensi pers virtual.
"Sifat Kartu Prakerja ekosistemnya inklusif. Kalau ada teman-teman yang punya modul lebih bagus untuk dibagikan ke peserta, ditulis harganya Rp 0 atau Rp 1 itu bisa. Jadi tidak perlu bersitegang gratis-tidak gratis dan murah-mahal," kata Denni Puspa Purbasari, dikutip Tempo.co [19/5/2020]
Menurut Denni Puspa, hak memilih pelatihan online, mau yang mahal atau murah, diserahkan kepada masing-masing peserta. Ia beralasan, pemerintah tidak melakukan pengadaan mitra Kartu Prakerja sebab pemerintah mengucurkan anggaran langsung kepada masyarakat.
Penjelasan seperti ini bikin mules.
Argumentasi Mbak Denny Puspa hanya benar jika masyarakat boleh membelanjakan dana Kartu Prakerja yang diterimanya kepada lembaga atau bahkan individu penyedia kursus manapun, tidak dibatasi hanya pada platform tertentu.