Tetapi saya selalu senang hati memberi usul-saran cuma-cuma, bergembira jika itu bisa berguna.
Saya sarankan agar ibu-ibu dampingan lembaga H didorong untuk menanam komoditi yang berbeda-beda menurut kelompok atau individu. Ada yang khusus menanam cabai; ada yang tomat; ada yang aneka bumbu-bumbuan; ada sayur A; ada sayur B; dan seterusnya.
Dengan pembagian kerja berdasarkan jenis komoditi, emak-emak itu bisa menjual hasilnya secara kolektif.
Pertama, mereka bisa menyewa satu lapak pasar di kota kecamatan atau bahkan di pasar kabupaten jika transportasi ke kota kabupaten cukup murah. Kalau menanam seragam 1-2 jenis komoditi saja, lapak mereka akan sepi pengunjung.
Kedua, kalau mereka bisa mempertahankan produksi reguler dalam volume yang stabil, mereka bisa memasok ke supermarket. Sejumlah supermarket mensyaratkan sekian jenis item kepada para pemasoknya.
Ketiga, mereka bisa membangun sistem pasar internal antarrumah tangga dengan sistem barter seperti yang diterapkan banyak komunitas Fabian Society di sejumlah negara.
Dengan membagi-bagi tugas menanam berdasarkan jenis tanaman, setiap rumah tangga dapat menikmati aneka jenis kebutuhan dapur secara rutin. Hal ini sulit dicapai jika setiap rumah tangga menanam segala hal di pekarangan rumahnya yang terbatas.
Saya tidak tahu apakah saran saya kemudian diterapkan atau tidak.
Chain partner antarpetani dengan pembagian peran
Belasan tahun lalu, aktivis Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) di Kabupaten Sikka, Flores, memperluas pengorganisasian petani. Awalnya mereka mendampingi petani di dua kecamatan penghasil komoditas perkebunan. Problem di kecamatan sentra komoditas perkebunan (kakao, kelapa, dan vanili) adalah mereka sangat sedikit membudidayakan tanaman pangan. Sumber pangan mereka adalah pasar. Ketika harga komoditas jatuh, mereka tak sanggup memenuhi kebutuhan pangan.
Kebetulan, pengorganisirian petani para aktivis LMND di Sikka meluas ke dua kecamatan lain yang merupakan penghasil tanaman pangan. Problem petani pangan adalah tingkat kesejahteraan yang rendah.
Suatu ketika saya dihubungi Laurens, tetua para aktivis mahasiswa di Sikka itu. Ia minta saran bagaimana dua problem---ketersediaan pangan dan peningkatan kesejahteraan---bisa tercapai.