Kembali ke orang-orang Pulau Komodo. Saat ini, dari 85 keluarga yang dipetakan Verheijen 40 tahun lalu, ditambah orang-orang yang bermigrasi setelahnya, Pulau Komodo dihuni oleh kurang lebih 2.000 jiwa. Mereka menetap di 1 wilayah administrasi desa yang terdiri dari 5 dusun dan 10 RT.
Masyarakat Pulau Komodo juga berkembang, sebagian pindah dan membangun perkampungan di Labuan Bajo (Manggarai), Pulau Rinca, hingga Sumbawa di Nusa Tenggara Barat.
Dalam masyarakat Pulau Komodo hidup hikayat asal-usul sebagian masyarakat yang masih bersaudara dengan Komodo.
Alkisah, diyakini turun-temurun, dahulu hidup perempuan mistis berjuluk Ratu Naga, yang dinikahi Majo, lelaki setempat. Perkawinan keduanya beranugerah sepasang anak kembar. Anak lelaki seorang manusia, dinamai Gerong. Saudari kembarnya memiliki sosok naga, dinamai Ora. Keduanya lantas dibesarkan terpisah. Gerong di perkampungan, Ora di hutan.
Ketika menginjak dewasa, seperti penduduk kampung umumnya, Gerong berburu makanan ke dalam hutan. Seekor rusa seharusnya ia bawa pulang jika saja seorang kadal besar tidak tiba-tiba keluar dari semak-semak dan merampas hasil buruan tersebut. Berusaha merampas kembali rusa buruan, Gerong mengangkat tombak hendak menikam kadal raksasa. Sekonyong-konyong, Putri Naga dalam sosok perempuan cantik bercahaya muncul.
"Jangan bunuh kadal ini. Ia Ora, saudari kandungmu. Kalian lahir dari rahimku." kata Sang Puteri.
Demikianlah kisah itu diyakini, tidak semata-mata sebagai cerita tentang asal-usul sebagian penduduk Pulau Komodo, tetapi juga sebagai pesan moral: tugas manusia untuk menjaga Komodo, berbagi sumber daya yang tersedia di pulau, melindunginya sebagai saudari kandung.
Mitologi seperti ini biasanya berasal dari kelompok masyarakat yang telah sangat tua mendiami suatu daerah, tak terlacak lagi topogeninya sehingga lahir klaim bahwa mereka memang berasal dari sana. Pada masyarakat Flores bagian Timur (etnis Lamaholot), grup masyarakat seperti Ini disebut orang Ilejadi, salah satu grup besar pembentuk etnis Lamaholot, selain pendatang dari Seram-Goram dan Sina-Java.
Ringkasnya, kejelasan status penguasaan orang-orang Pulau Komodo atas wilayah pemukiman mereka termaterai dengan jelas dalam catatan sejarah dan tutur lisan budaya turun-temurun. Sertifikat dan dokumen-dokumen formal administrasi kenegaraan yang baru lahir kemudian tunduk terhadap bukti konkrit, faktual, dan menyejarah ini.
Lagi pula sejak penentapan Taman Nasional Komodo (TNK) pada 1980, oleh konservasi berpendekatan ecofacism, sudah kecang upaya untuk merampas hak masyarakat Pulau Komodo atas sumber daya agraria, termasuk menghalangi mereka memperoleh sertifikat tanah.
#Masyarakat Sudah Pernah Dipaksa Mengalah, Jangan Dua Kali
Sebelum 1980, masyarakat hidup berdampingan secara harmonis dengan Komodo. Tentu saja demikian. Siapa pula yang hendak berkonflik dengan "saudari kandung"? Bagaimana mungkin anak-cucu Gerong membunuh keturunan Ora, sementara nenek moyang mereka, pangkal keberadaan mereka berpesan agar hidup berdampingan berbagi sumber daya?