Badri ingat, pertama kali mengenal perempuan itu saat menghadiri kelas mata kuliah pilihan Kontroversi Ilmu Sosial. Itu dulu sekali, dua puluhan tahun lampau.
Badri baru menyadari kehadirannya saat tatap muka ketujuh, tepat sebelum ujian tengah semester. Pembahasan hari itu adalah interaksionisme simbolik. Si Gadis mengajukan pertanyaan tentang perbedaan antara Herbert Blumer dan Ralf LaRossa dalam soal asumsi-asumsi dari teori ini. Ketika dosen melemparkan kembali pertanyan ke forum, Badri acungkan jari dan menjelaskan bagaimana kedua pendapat itu sebenarnya tidak berbeda. Badri menarik lebih ke belakang dengan menyampaikan pendapat Herbert Mead.
Selepas kuliah, kebetulan seiring jalan dari gedung FSRD--Badri menuju sunken court, si gadis ke perpustakaan---Badri memberanikan diri berkenalan.
"Hai, baru lihat. Anak mana? Saya Badri"
"Gita. Ah, sudah sejak hari pertama, kok. Aku Astronomi 99."
"Oh. Gue Kimia '98. Kok bisa anak Astro jauh-jauh ambil ke seni rupa?"
"Cari yang asyik untuk genapi SKS. Yang nggak nabrak ya yang ini. Lagipula kuliahnya asyik. Cocok untuk unit kegiatanku."
"O ya? Gita aktif di mana?"
Dan bla bla bla bla bla, percakapan berlanjut ke sana kemari, tentang ini dan itu, dan sebagainya dan seterusnya.
Setelah pertemuan itu, Badri dan Gita sering berbincang, makan bersama di warung-warung tenda di bahu Jalan Ganesha, dan mendiskusikan buku-buku. Mereka juga sering berbaris bersama, jalan kaki dari Jalan Ganesha ke Gedung Sate, dalam sejumlah unjukrasa di masa itu. Menolak Sidang Istimewa MPR; menuntut penghapusan Dwi Fungsi ABRI; menolak UU Penanggulangan Keadaan Bahaya yang ketika itu dicurigai jadi jalan kembali militer ke panggung politik; menolak Orde Baru yang hendak menggulingkan Pemerintahan Gus Dur; menuntut pembubaran Partai Golkar; dan banyak tuntutan perjuangan lain yang mengemuka di masa itu.