Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lalong Kades

1 Februari 2017   08:09 Diperbarui: 19 April 2020   09:58 1189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para penggarap itu menuntut agar Ia mengeluarkan Perkades tentang sistem paron lahan.

Poin tuntutan mereka tiga butir saja.

Satu, tuan tanah wajib memberikan kesempatan kepada petani penggarap yang telah mengerjakan lahan selama lebih dari 30 tahun untuk membeli tanah garapannya. Dua, harga jual tanah dibatasi dalam nilai yang wajar agar terjangkau para penggarap. Dan tiga, agar sistem bagi hasil 2 banding 1, lebih besar kepada penggarap, bukan separuh-separuh seperti yang selama ini berlaku di Desa Keretapi Blagu ini.

Dalam hati kecilnya, Pak Kobus dapat memahami tuntutan para penggarap.

Bagaimana pun juga ia keturunan penggarap. Sebelum Pak Kobus menjadi Kades, ayah dan ibunya juga pengarap, anggota kelompok Pak Obet. Ia tahu betul, betapa pahit banting tulang puluhan tahun hanya untuk membuat para tuan tanah kian kaya raya.

Tetapi Pak Kobus tidak bisa begitu saja memenuhi tuntutan penggarap. Kekuasaannya memiliki keterbatasan. Yang pertama, ada hukum suci kehidupan sosial yang tidak boleh dilanggar, yaitu hak milik pribadi dan tata-tertib pasar. Ia harus menghargai hak para tuan tanah atas ribuan hektar lahan yang mereka warisi dari nenek moyang.

Bagi Pak Kobus, para tuan tanah tidak bisa dipersalahkan atas keberuntungan itu.

Bukan kehendak para tuan tanah jika nenek moyang mereka menjadi orang-orang pertama yang datang ke wilayah Keretapi Blagu dan mengklaim penguasan atas sejauh mata memandang hamparan lahan.

Karena berhak atas kepemilikan pribadi itu, para tuan tanah memiliki wewenang penuh atas peruntukan lahan dan menetapkan harga jual atas lahan tersebut. Jika mereka ingin menjualnya, dan harga yang diberikan para penggarap cocok, bolehlah keluarga penggarap menikmati memiliki lahan sendiri. Jika tak, siapa dapat memaksa?

Itu lah hukum pasar, yang menurut Pak Kobus diterima sebagian terbesar umat manusia saat ini. Melanggarnya berarti otoriter dan mengacaukan sistem yang ajek.

Kedua, ini bukan era feudal, Pak Kobus bukan raja dengan kekuasaan tunggal. Ia cuma kepala pemerintahan. Di sampingnya berdiri kekuasaan penyeimbang, BPD, sebuah dewan yang selalu mengontrol kebijakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun