“Begitu ya, Oom. Begini, malam tadi saya mimpi lagi. Masih lelaki tua itu. Ia kembali bicara tentang Kerbau, ngomel-ngomel tentang pahlawan.”
“Apa tampak Kerbaunya? Kecil atau besar? Berapa ekor?”
“Tidak ada, Oom. Hanya lelaki itu. Yang lain-lain tidak tampak. Lelaki tua itu pun hanya tampak punggungnya. Kaki hingga kepala sebenarnya, tetapi karena ia berdiri membelakangi, perhatian saya hanya pada punggung yang tampak membungkuk.”
“Kalau begitu bisa Kerbau, bisa juga Kuda. Sebab hewan dalam shio yang ditunggangi punggungnya hanya Kerbau dan Kuda. Lelaki itu kurus atau gemuk?”
“Kurus, Oom. Iya, sepertinya kurus.”
“Ah, tentulah itu Kuda. Soal Kerbau, itu hanya simbol hewan pemakan rumput. Pastilah itu Kuda.”
“Baik, Oom. Saya titip lagi kalau begitu. Kerbau seratus ribu, Kuda seratus ribu. Sore nanti saya bayar sekalian dengan yang kemarin itu. Atau saya transfer saja jika tidak sempat singgah ke rumah.”
“Baik…baik.”
Beta menutup telepon, lantas melanjutkan menikmati kopi dan rokok. Masih ada sejam untuk mandi, sarapan, lalu berangkat ke kantor untuk berjumpa rutinitas.
***
Ruang tunggu bandara sudah ramai oleh orang-orang yang bepergian dengan penerbangan pagi. Yang beta tidak suka dengan bepergian untuk urusan kantor adalah harus dengan penerbangan pertama sebab pada jam begitulah maskapi yang sesuai standar kantor terbang. Sudah sejak jam 5 tadi beta buru-buru persiapkan diri dan perlengkapan. Tidak sempat sarapan pula. Huuuhh, rasa kantuk belum sungguh pergi.