Tetapi kebencian yang disebar jenderal bukan kepada Londo-Londo atau orang-orang baik pemilik pabrik dan kebun-kebun luas. Kebencian yang disebar jenderal sebaliknya diarahkan kepada orang-orang yang dicurigai sudah kerasukan Hantu Koplak atau yang berpotensi kerasukan.
Segera saja virus kebencian baru menyebar. Mereka yang enggan membenci saudara sendiri akan dituduh ikut kerasukan pula. Maka orang-orang pun takut sehingga jadi patuh.
Jenderal sungguh pintar. Ia mencegah orang-orang kerasukan. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Ia melarang orang menulis dan membaca, melarang orang-orang berkumpul untuk memprotes. Orang-orang dituntut hidup penuh syukur, untuk nrimo meski merasa tidak adil. Orang-orang dilarang cemburu pada tuan-tuan besar yang hidup lebih makmur karena disayang Tuhan sehingga dilimpahi tanah luas dan pabrik-pabrik menjulang.
Itulah cara efektif si jenderal agar orang-orang tidak mudah dirasuki Hantu Koplak. Jika ada yang sedikit saja mulai menunjukkan tanda akan kerasukan, mulai menjadi tukang cari tahu dan tukang protes, akan segera diciduk serdadu.
Maka berpuluh-puluh tahun lamanya negeri itu aman tenteram. Hantu Koplak sisa kisah di dalam buku sejarah dan filem wajib setiap akhir bulan tertentu.
***
“Terus bagaimana kalau jenderal itu mati dan Hantu Koplak datang lagi, Ayah?”
“Jenderal memang akhirnya mati. Ia dibunuh rakyat negeri yang tidak tahu berterima kasih, yang lebih memilih adil dan sejahtera dibanding hidup aman.”
“Apakah orang-orang yang membunuh si jenderal itu dirasuki Hantu Koplak?”
“Ah, itu dia. Rupanya Hantu Koplak itu wujudnya semacam energi. Ia pencampuran antara ketidakpuasan pada kemelaratan; kecemburuan kepada orang-orang malas tetapi makmur; ditambah dengan pengetahuan tentang apa yang menyebabkan kemelaratan dan perbedaan nasib.”
“Aku tahu cara musnahkan Hantu Koplak, Ayah.”