“Mengapa tidak dipanggil saja pandita untuk mengusir Hantu Koplak dengan ayat-ayat suci?”
“Nah, itu dia yang aneh dengan Hantu Koplak Blasteran ini.”
Hantu Koplak tidak mempan diusir dengan doa, ayat-ayat suci, pun aneka benda keramat bertuah. Mereka tak takut pada para pandita. Banyak pandita bahkan dibuat malu, ditelanjangi cacat-celanya oleh orang-orang kerasukan. Ada pandita yang menetapkan tarif mahal jika diundang selamatan warga. Ada pandita menguasai tanah luas dan hidup dari keringat petani-petani miskin. Semua itu dikatakan tanpa sungkan oleh orang-orang kerasukan itu, tanpa hormat.
Anehnya, para pandita baik hati, yang sering tulus mengulurkan tangan pada orang-orang susah justru ikut dirasuki Hantu Koplak. Maka sering kali di mimbar-mimbar kotbah, para pandita baik hati ini berubah jahat. Mulut mereka bukan mengabarkan hidup damai dan rukun demi surga setelah mati, tetapi sembilu tajamnya mengeritik perilaku orang-orang besar.
Untuk mengusir Hantu Koplak ini, akhirnya Tuan-tuan Londo mengerahkan serdadu-serdadu. Orang-orang kerasukan ditangkap, dibuang ke pulau pencil di Timur yang jauh.
Tetapi teror Hantu Koplak tak berhenti. Menjadi-jadi. Tokoh-tokoh utama negeri, terutama di kalangan pribumi, orang-orang cerdik pandai, malah kerasukan. Mereka berubah jadi pembenci, sangat membenci orang-orang Londo yang secara sah menguasai negeri mereka ratusan tahun lamanya, yang berjasa memperkenalkan penduduk pribumi dengan pendidikan modern, memberantas banyak penyakit menular, dan lain-lain.
Jumlah orang kerasukan jadi jauh lebih banyak. Orang-orang bodoh berubah pandai menulis, pandai berbicara, tetapi semuanya penuh amarah dan kebencian. Tanpa tahu berterima kasih, mereka menuduh Londo sebagai perampok, sebagai pencuri kekayaan negeri. Sungguh kasihan Londo-Londo itu.
Tak tahan lagi terus dihantui, kaum Londo meninggalkan negeri antah berantah. Maka mulailah negeri itu diperintah orang-orang kerasukan.
Beruntunglah, Nak. Ada pula yang belum kerasukan. Mereka terutama para serdadu. Hantu Koplak sepertinya takut bau mesiu. Atau mungkin para serdadu lebih totol dari petani, mungkin juga mereka berbau arak, bukan keringat, sehingga tak ada selera Hantu Koplak merasuki.
Berbekal pertolongan negeri nun jauh di Utara sana, para serdadu dipimpin jenderal yang lihai banyak akal merampas kekuasaan dari para pemimpin negeri yang sudah kerasukan Hantu Koplak. Tanpa ragu, dan tanpa perlu ditanya benar-salahnya, para tokoh negeri yang kerasukan, dan jutaan orang-orang bodoh yang juga kerasukan, atau dicurigai kerasukan, segera dipenjara, dibuang, bahkan dibunuh. Bahkan suami/istri, anak-anak, dan kawan-kawan dari mereka yang kerasukan pun dipenjarakan.
Jenderal sungguh luar biasa. Ia pandai Kungfu Taichi dengan jurus terhebatnya memanfaatkan kekuatan lawan. Maka si Jenderal pun menggunakan kekuatan serupa Hantu Koplak: Kebencian. Kepada mereka yang belum kerasukan, si Jenderal perintahkan serdadu-serdadu suntikkan serum kebencian.