Mohon tunggu...
Nur Fatikhah
Nur Fatikhah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kisah Legenda Asal-usul Kota Banyuwangi

7 Februari 2016   17:52 Diperbarui: 8 Februari 2016   16:25 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

          Alkisah di suatu daerah yang terletak di ujung timur pulau Jawa terdapat kerajaan yang diperintah oleh Raja yang bijaksana. Raja bijaksana tersebut memiliki seorang anak bernama Raden Banterang. Raden Banterang adalah seorang pangeran yang sangat tampan, gagah dan memiliki hati yang baik. Akan tetapi, Raden Banterang memiliki sifat yang selalu bertindak gegabah dalam mengalami suatu masalah. Pada hari itu Raden Banterang ingin pergi berburu ke hutan. Akan tetapi, sebelum dia pergi ke hutan dia harus meminta izin terlebih dahulu kepada ayahandanya.

“Ayahanda hari ini aku akan pergi ke hutan untuk berburu. Apakah ayahanda mengizinkanku?”

“Tentu saja nak. Hati-hati di jalan dan temukan hewan buruan yang kau inginkan itu.”

“Terima kasih ayahanda.”

            Raden Banterangpun keluar dari ruangan Raja. Lalu, dia melanjutkan persiapan bersama para pengawalnya untuk bekal berburu di hutan. Setelah semua sudah siap Raden Banterang bersama para pengawalnya pergi menuju hutan. Setibanya di hutan Raden Banterang bersama pengawalnya langsung menyiapkan alat-alat yang akan digunakan untuk berburu. Kemudian, mulailah Raden Banterang berburu. Setelah cukup lama mencari hewan buruan tiba-tiba, Raden Banterang akhirnya bertemu dengan hewan buruannya tersebut yaitu kijang.

Akan tetapi, Raden Banterang terlalu gegabah dalam bertidak yang akhirnya menyebabkan hewan buruan itu kabur dan berlari cukup cepat sehingga, Raden Banterang tidak mampu untuk mengejarnya. Raden Banterang merasa kesal karena tidak mendapatkan hewan buruannya tersebut. Tanpa sadar, Raden Banterang berjalan semakin dalam ke hutan itu dan kemudian dia bertemu dengan seorang gadis cantik. Awalnya Raden Banterang heran mengapa ada gadis cantik seperti dia tinggal di hutan seperti ini. Raden Banterangpun tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini dia pun bertanya dengan gadis tersebut.

“Siapakah namamu? Mengapa kau tinggal di hutan seperti ini?”

“Namaku adalah Surati aku adalah putri dari Kerajaan Klungkung. Ayahandaku terbunuh pada saat peperangan dan keluargaku juga menghilang. Aku hidup sendiri di hutan ini. “

         Raden Banterang yang merasa iba  terhadap gadis yang bernama Surati ini lalu, mengajaknya pergi ke istananya agar dapat tempat tinggal yang layak dan supaya dapat hidup dengan baik. Kemudian, Raden Banterang akhirnya membujuk gadis tersebut untuk membawanya ke istananya. Si gadis tersebut mau menurut dengan Raden Banterang dan dia di bawalah gadis ini ke istana oleh Raden Banterang. Gadis ini pergi ke istana menggunakan kuda Raden Banterang dengan Raden Banterang yang mengendarainya.

Sampailah mereka di istana. para pelayan istanapun banyak yang  menyambut Raden Banterang bersama pasukannya. Mereka memperlakukannya dengan sangat baik sebagai anggota keluarga kerajaan.

“Apakah ini tempat tinggalmu ? Kau seorang pangeran ?” tanya Surati dengan penuh penasaran.

“Iya aku memang tinggal di Istana. Aku adalah seorang pangeran.”

          Surati yang tadi nampak kebingungan akhirnya kini dia mulai faham siapa sebenarnya orang yang membawanya ke tempat tersebut. Ketika sampai di Istana Surati di ajak bertemu Yang Mulia Raja bersama dengan Raden Banterang. Surati dan Raden Banterang yang baru sampai harus menghadap Raja terlebih dahalu. Maka masuklah mereka ke ruangan raja tersebut.

“Ayahanda maafkan aku jika aku membawa orang baru kesini.”

“Tidak apa-apa. Jadi, siapakah gerangan gadis cantik yang kau bawa ini dan apa yang membawanya ke Kerajaan ini?”

Surati yang merasa diberi pertanyaan oleh sang Raja tak segan untuk maju ke depan untuk menghadap Sang Raja.

“Yang Mulia Raja perkenalkan Nama saya Surati. Saya berasal dari Kerajaan Klungkung. Saya ada di Kerajaan ini karena saya di bawa oleh Raden Banterang yang baik hati. Di Kerajaan ini saya di tolong oleh Raden Banterang. Saya juga berjanji Yang Mulia Raja saya akan mengabdi di Kerajaan ini, sebagai balas budi saya terhadap Raden Banterang yang telah menolong saya.” Jawab Surati

        Yang Mulia Raja yang merasa kagum akan ketegasaan pembawaan berbicara Surati pun akhirnya mengizinkan Surati untuk tinggal di Kerajaan bersama Keluarga Kerajaan yang lainnya. Tidak hanya Yang Mulia Raja saja, Raden Banterangpun juga sangat kagum atas ketegasan, kelembutan dalam berbicara dan kedewasaan pembawaan Surati. Dengan seiring berjalananya waktu Surati yang telah lama tinggal di Istana kemudian dapat menarik perhatian Raden Banterang yang akhirnya membuat Raden Banterang jatuh hati terhadapnya. Raden Banterangpun bermaksud untuk meminangnya. Suatu ketika, Surati yang pada saat itu berada di taman Istana tiba-tiba di datangi oleh Raden Banterang

“Surati aku ingin meyampaikan sesuatu kepadamu.”

“Ada apa gerangan kah Raden Banterang ingin bertemu dengan saya dan apa yang ingin Raden Banterang katakan kepada saya?”

“Aku ingin mengatakan jika aku selama ini tertarik padamu. Aku sudah lama jatuh hati terhadapmu sejak aku menemukanmu di hutan, sampai hari ini. Aku kagum atas sikapmu ketegasanmu, kelembutanmu dalam berbicara dan kau juga bertindak sangat dewasa dalam pembawaanmu. Jadi hari ini aku bermaksud untuk meminangmu menjadi istriku. Apakah kau bersedia menerima pinanganku.”

       Surati hanya bisa diam terpaku mendengar apa yang di katakan Raden Banterang tersebut. Dia belum bisa mengatakan apapun kepada Raden Banterang. Surati akhirnya meminta waktu untuk memikirkannya. Raden Banterang mengizinkan Surati untuk memikirkannya kembali untuk beberapa hari. Sampai pada waktunya Surati menjawab pinangan Raden Banterang dengan jawaban.

“Iya aku bersedia menerima pinangan anda Raden Banterang.”

       Raden Banterang yang mendengar hal tersebut tidak sanggup menyembunyikan kebahagiannya mendengar perkataan Surati tersebut. Hingga pada akhirnya mereka berdua menikah dan hidup bahagia.

       Suatu hari di kehidupan bahagia mereka, Raden Banterang sedang mempersiapkan alat untuk berburu. Surati yang notabene adalah istri dari Raden Banterang dengan sabar dan penuh perhatian membantu mneyiapkan semua peralatan berburu Raden Banterang. Tak lupa sebelum berburu Raden Banterang memeluk Surati dan berpesan untuk selalu berhati-hati. Kemudian, Surati mengangguk dan menuruti nasihat sang suami untuk dapat menjaga diri baik-baik selama sang suami pergi untuk berburu. Akhirnya pergilah Raden Banterang menuju hutan untuk berburu.

       Setelah beberapa lama berburu di hutan. Raden Banterang akhirnya bertemu dengan sesosok pria yang terlihat seperti pengemis karena berpakaian compang-camping. Dia mendekati Raden Banterang dan berkata.

“Apakah kau adalah seorang pangeran dari Kerajaan sebelah?”

“Iya ada apa? Aku pangeran dari Kerajaan sebelah. Namaku Raden Banterang. Memangnya ada apa?”

“Jadi kau Raden Banterang itu.”

“Kau mengenalku?”

“Tentu saja siapa yang tidak mengenal seorang Raden Banterang.”

“Apa tujuanmu bertemu denganku?”

“Saya ingin mengatakan sesuatu kepada Yang Mulia sebuah kabar yang mengejutkan.”kata si pria tersebut.

“Kabar apa itu?”Raden Banterang samakin dibuat bertambah penasaran.

“Jadi, kau masih belum tau?”

           Raden Banterang hanya menggelengkan kepalanya sebagi isyarat dia tidak tau tentang apapun.

“Baiklah jika begitu aku akan menceritakan sebuah rahasia kepadamu. Istrimu  yang bernama Surati dia berusaha untuk membunuhmu secara diam-diam dia ingin membalaskan dendamnya terhadapmu dengan memberikanmu jampi-jampi (mantra sihir).”

           Raden Banterang yang mendengarnya hanya bisa tertawa sambil mengatakan

“Untuk apa istriku melakukan hal seperti itu?”

“Aku tidak bercanda jika kau tidak percaya kau bisa melihat di bawah bantal istrimu terdapat ikat kepala laki-laki. Barang itu dia gunakan untuk membunuhmu dengan jampi-jampi (mantra sihir).”

            Raden Banterang yang merasa kesal karena mendengar ucapan si pria tersebut akhirnya memutuskan untuk pulang ke Istana. Dia terlihat sangat gelisah dan sebenarnya dia tidak mempercayai perkataan si pria tersebut. Akan tetapi, dia sangat khawatir akan keberadaan sang istri. Diapun bertemu dengan istrinya untuk membuktikan apakah benar yang di katakan oleh si pria tersebut.

“Surati.. Surati....!” teriak Raden Banterang terhadap istrinya.

“Ada apa kakanda?” jawab Surati penuh heran

“Apakah benar kau menyimpan ikat kepala laki-laki?”

“Ikat kepala laki-laki? Iya tapi itu milik...” perkataan Surati tidak diperhatikan sama sekali oleh Raden Banterang.

            Raden Banterangpu masuk ke dalam kamar dan melihat di bawah bantal sang istri terdapat barang yang sama persis yang di katakan oleh pria misterius itu. Dia sangat terkejut akan hal tersebut. Karena hal tersebut marahlah Raden Banterang yang merasa telah dikhianati oleh sang istri. Dia langsung  menyeret dan membawa sang istri ke tepi sungai yang dalam. Surati yang tidak tau menahu hanya diam saja di bawa oleh sang suami ke tepi sungai itu.

“Berani-beraninya kau melakukan itu.”

“Melakukan apa kakanda?”

“Kau berniat membunuhku kan, dengan menggunakan ikat kepala laki-laki yang telah kau simpan di bawah bantalmu itu.”

“Jadi, kakanda telah bertemu dengan kakak?”

“Kakak siapa? Aku tidak mengenalnya. Aku hanya bertemu dengan pria yang mirip seperti pengemis dia memberi tahuku tentang rahasiamu selama ini.”

           Surati kemudian menceritakan, ketika sang suami pergi berburu. Dia bertemu dengan seorang pria misterius yang terlihat seperti pengemis, pria itu ternyata adalah kakaknya yang telah lama hilang sejak kejadian perang Kerajaan Klungkung tersebut. Kakaknya bernama Rupaksa ini memiliki dendam dan motif yang buruk kepada Raden Bnaterang dan Keluarganya. Dia menyuruh Surati untuk membunuh suaminya. Akan tetapi, Surati tidak mau karena dia tau suaminya adalah orang yang baik dan tidak mungkin dia melakukan hal sekeji itu, untuk menghancurkan Kerajaan Klungkung.

Bahkan, dia berusaha untuk menahan kakaknya supaya tidak membalaskan dendamnya terhadap Raden Banterang. Karena, Surati sudah sangat menyayangi dan mencintai Raden Banterang. Rupaksa sangat marah karena adiknya tidak mau mendengarkannya, dan lebih memihak suaminya daripada kakaknya sendiri.

Oleh karena itu, untuk membalaskan dendam atas nama keluarganya. Akhirnya dia punya motif lain untuk mengadu domba antara adiknya dan suaminya dengan memberikan ikat kepala laki-laki kepada adiknya dan menyuruhnya untuk menaruh di bawah bantalnya sebagai tanda jika dia tidak akan membalas dendam terhadap Raden Banterang. Raden Banterang yang mendengar hal itu tetap tidak percaya terhadap sang istri. Dia kemudian menghunuskan pedangnya ke dada sang istri. Akan tetapi, sebelum Surati jatuh ke sungai dia mengatakan sesuatu.

“Ketika aku jatuh ke sungai ini dan sungai ini berubah warna menjadi keruh dan berbau busuk maka aku telah berbohong kepadamu. Namun sebaliknya, jika warna air sungai ini bening dan berbau harum maka aku telah berkata jujur.” Ucap Suarati, yang kemudian jatuh ke dalam sungai

        Sedetik kemudian, Raden Banterang hanya dapat melihat sang istri yang terjatuh ke dalam sungai dengan pandangan kosong dan dia berkata

“Baiklah kita lihat saja, apakah kau benar atau salah.”

        Raden Banterang akhirnya memutuskan untuk pulang. Namun, sebelum dia pulang dia mencium bau harum yang berasal dari air sungai itu dan benar saja, warna air sungai itu menjadi bening dan baunya sangat harum. Raden Banterang yang melihat hal itu, hanya bisa tertunduk lesu sambil menyesali perbuatan gegabahnya tersebut karena tidak percaya akan kesetiaan istrinya selama ini kepada dirinya. Kemudian, dengan air mata yang bercucuran Raden Banterang berteriak

“Banyu.... Wangi....! Banyu.... Wangi....! Banyu.... Wangi....!”

         Maka, jadilah nama daerah tersebut Banyu Wangi yang artinya airnya wangi (harum) dan warna bening. Daerah ini telah berkembang menjadi sebuah kota yang terletak di wilayah paling timur pulau Jawa.

Jadi dalam cerita legenda ini terdapat sebuah nilai moral yaitu bahwa kesetiaan seorang istri itu sangat penting dan penghianatan dari sang istri dapat menyebabkan sebuah masalah yang sangat besar bagi keluarga tersebut,

Kemudian, nilai agamanya adalah pada zaman tersebut masyarakatnya masih menganut kepercayaan animisme.

Selain itu, dari segi nilai budaya dapat diambil dari Banuyu yang wangi akibat dari sebuah peristiwa yaitu Seorang gadis yang bernama Surati tersebut tenggelam ke dalam sungai untuk membuktikan kestiaannya terhadap sang suami jika, dia benar maka airnya akan jernih dan berbau wangi dan jika, dia menhianati sang suami maka, airnya akan keruh dan berbau busuk dan ternyata dia benar sehingga airnya berwarna jernih dan berbau wangi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun