Mohon tunggu...
tiashae
tiashae Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

philotechnical🌿

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Diriku dalam Cermin

3 Juni 2024   14:06 Diperbarui: 3 Juni 2024   14:13 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seminggu berlalu gadis berambut pirang itu tinggal. Bak bangunan tanpa pemilik, rumah yang begitu megah hanya ditempati gadis itu dan saudarinya. Alasannya, karena Amma berwasiat untuk menjaga rumahnya.

Mayleen dan Miu-Zhen menjaga dengan baik rumah peninggalan Amma. Khususnya kamar Amma yang memiliki sejuta barang antik. Mulai dari buku tebal yang berdebu, bahkan ketebalannya membuat orang yang melihatnya menjadi tidak nafsu untuk membaca. Piringan hitam berisi lagu mandarin kuno. Hingga cermin besar dengan ukiran kayu Dongyang.

Kerlipan bintang yang menyebar di gulitanya malam mengakhiri hari kedelapan dua saudari itu. Miu-Zhen melepas ikat rambutnya dan bergegas untuk tidur. Tetapi di malam itu Mayleen merasa terpanggil ketika dirinya melintas di depan kamar Amma. Entah mengapa dia merasa tertarik untuk masuk ketika hari hari itu. Padahal di hari-hari sebelumnya, Mayleen tak sepenasaran ini.

Mayleen yang merasa saudarinya sudah tertidur akhirnya memutuskan untuk masuk ke kamar Amma. Cklik!. Bunyi suara pintu kamar Amma terbuka membawa suasana dingin di sekitar kulit Mayleen. Dirinya berjalan pelan menelusuri dan melihat benda-benda Amma. Setelah melihat sekelilingnya dan merasa puas, Mayleen berniat untuk kembali. Tetapi mata Mayleen menangkap cermin yang begitu indah ukirannya. Dia berniat untuk melihatnya lebih dekat.

Mayleen mendekatkan wajahnya ke cermin untuk melihat lebih jelas ukiran itu. Tanpa sengaja dia melihat pantulan wajahnya. Dia merasa sangat cantik bahkan lebih cantik dari adiknya. Mayleen memegang pantulannya di cermin.

Semakin lama dia menatap, wajahnya semakin berubah. Pipinya menjadi tembam dan matanya semakin melotot. Mayleen panik dan memegangi wajahnya. Rasa-rasanya wajah Mayleen tidak berubah sama sekali. Tetapi pantulan di cermin itu seperti ingin keluar. Lama kelamaan pantulan dirinya di cermin tidak mengikuti gerak geriknya. Tangan Mayleen yang masih memegangi cermin tiba-tiba digenggam oleh sosok di cermin. Sosok itu keluar dari cermin. Tiba-tiba semuanya gelap. Mayleen pingsan tepat di depan cermin itu.

“Mayleen…May..” Mayleen mendengar suara memangil namanya lirih. Matanya berat untuk terbuka. Suara itu terus memanggilnya hingga membuat Mayleen tak nyaman.

“May…MAYLEEN!” Teriakan namanya membuat mata Mayleen yang tadinya berat kini terbuka sempurna. Mayleen terengah-engah dan mulutnya terbuka. Keringat bercucuran dari pelipis Mayleen. Dia melihat sekelilingnya yang sudah dipenuhi cahaya matahari. Ternyata dia sudah semalaman tidur di kamar Amma. Mayleen bangun dan menghampiri adiknya yang sudah tidak ada di kamar.

“Miu!..Miu-Zhen! Kau kemana?,” Mayleen berteriak mencari saudarinya.

Tak jauh dari tempat Mayleen berdiri, dia mendengar ada suara berisik dari dapur. Mayleen melangkahkan kaki menuju dapur dan menangkap adiknya lah sumber suara itu. Bukannya langsung menghampiri adiknya, Mayleen mematung di sudut dapur memasang wajah linglung.

“Kak May, sini.” Miu-Zhen yang menyadari kehadiran kakaknya langsung menyadarkan lamunan sang kakak. Mayleen pun tersadar dan mendekat ke arah adiknya. Miu-Zhen menyajikan dimsum yang dimasaknya. Mayleen dengan lahap memakan masakan adiknya yang rasanya tak tertandingi.

“Enak, seperti buatan Mama,” ujar Mayleen setelah memasukkan dimsum gembul buatan adiknya.

“Terima kasih Kak May.”

Kejadian di malam kedelapan Mayleen tinggal rasanya ingin dia bagikan kepada Miu-Zhen, tetapi Miu-Zhen sibuk dengan tugas sekolah yang begitu banyak dan seperti tak ada akhirnya. Mayleen juga berpikir kejadian itu hanyalah mimpi atau khayalannya saja karena terlalu lelah membereskan rumah sehingga tak penting jika kejadian itu dibahas dengan adiknya. Hingga akhirnya Mayleen menyimpannya sendiri.

Mayleen berjalan di lorong tangga atas. Tampak begitu tak terawat. Banyak sarang laba-laba yang hinggap. Dari kejauhan, terdengar suara piano yang begitu pelan. Mayleen berjalan, mencari sumber suara. Semakin dekat, suara itu semakin kencang. Nada piano yang terdengar semakin berhamburan.

Matanya menangkap seorang gadis bertubuh besar, berambut pirang, dan memakai baju merah. Tangannya begitu mahir memainkan piano, tetapi suara yang dikeluarkan begitu merusak telinga. Seperti orang yang sedang dipenuhi amarah, gadis itu terus memainkan piano dengan begitu kuat.

Seketika Mayleen mematung dari atas, memperhatikan gerak-gerik gadis itu. Gadis itu menghentikan aktivitasnya lalu terdiam. Tiba-tiba wajahnya mendongak ke atas dan beradu tatap dengan Mayleen. Mayleen merasakan jantungnya yang berdegup kencang, keringat sudah membasahi seluruh tubuhnya, kakinya seperti menginjak lem yang tak bisa membuatnya berlari. Wajah itu. Wajah yang sama seperti yang dilihatnya di cermin.

Gadis itu menyeringai, mengukir seulas senyum seram pada Mayleen. Tubuhnya yang besar mampu terbang menuju arah Mayleen di atas. Mayleen hanya terdiam dan mematung. Gadis itu meneriakkan namanya sekali lagi. Teriakannya membuat Mayleen terhempas masuk ke sebuah kamar. Mayleen terjatuh dan merasakan sakit yang begitu hebat di seluruh tubuhnya.

Mayleen yang tersadar segera menutup dan mengunci pintu kamar itu supaya gadis yang menghempasnya tadi tak bisa masuk. Gadis itu terus mengetuk pintu kamar yang tertutup. Mayleen mengencangkan genggaman pintu kamar dan menahannya. Semakin lama semakin keras ketukan pintu itu. Gadis itu terus menyebut nama Mayleen tanpa henti. Mayleen memejamkan mata yang kini sudah dipenuhi air mata, dia mencoba menghirup udara di sekitarnya yang begitu susah.

Teriakkan gadis itu dari arah luar rasanya sudah berpindah ke dalam, tepatnya di belakangnya. Namun, suara yang terdengar adalah seperti suara Amma. Mayleen perlahan membuka matanya. Dia membalikkan badan untuk memastikan siapa orang di belakangnya. Betapa terkejut Mayleen, karena di hadapannya sekarang ada wanita tua bertubuh besar. Matanya melotot dan lidahnya menjuntai hampir keluar. Makhluk itu adalah sosok E Gui.

“Aku Ammamu.” Dengan nada yang tak begitu jelas, Makhluk di depannya berbicara kepada Mayleen. Mayleen bahkan tak bisa mengeluarkan sepatah kata apapun. Tubuhnya bergetar ketakutan dengan apa yang dilihatnya.

“Kau secara tak sengaja menghidupkan jiwa E Gui dalam dirimu. Kau sekarang adalah masa lalu Mayleen dan gadis yang ada di cermin adalah dirimu di masa depan, May.”

Mayleen terkejut bukan main dengan pernyataan yang didengarnya. Dia menyerngitkan keningnya hampir tak percaya.

“Kau adalah keturunanku, sifat serakahmu sekarang akan tumbuh. Kau akan menjadi tamak sepertiku. Dan kau akan menjadi E Gui untuk selamanya!”

“Tidak, aku bukan gadis serakah seperti Amma!” Mayleen yang tadi diam kini angkat bicara.

“Terserah apa katamu, kau akan merasa kurang dan kurang. Keserakahanmu akan muncul sebentar lagi.”

Mayleen menangis hampir tak percaya bahwa Ammanya adalah seorang E Gui. Dan sekarang garis keturunan membawa dirinya dalam situasi ini.

“Tidak Amma! Aku tak akan menjadi seperti Amma!” Mayleen yang tak mau menerima kenyataan pahit itu berusaha memberanikan diri untuk mengucapkannya.

“Beraninya kamu May!” Amma berteriak dan menjulurkan lidahnya ke tubuh Mayleen. Mayleen berteriak meminta tolong namun tak ada siapapun yang menolongnya. Kakinya sudah terlilit lidah Amma dan hampir semua tubuh Mayleen akan tertelan.

Mata Mayleen terbuka. Dia menangis sejadi-jadinya. Tetapi disisi lain dia bersyukur karena semua itu hanyalah mimpi. Mimpi yang sangat nyata. Mayleen terbangun di kamar Amma yang kini sudah berantakan. Mayleen tidak tahu apa yang terjadi kepadanya setelah memakan dimsum.

Dia teringat keberadaan adiknya. Mayleen mencari-cari adiknya di seluruh rumah. Nihil, adiknya tak ada di rumah itu. Mayleen kembali ke kamar Miu-Zhen dan mendapati ada sepucuk surat disana. Mayleen lalu membacanya.

Adiknya berpesan bahwa dirinya kabur dari rumah dan tak akan kembali. Dia juga mengakui bahwa dirinya lah yang sengaja memberi dimsum itu supaya Amma menjadikan Mayleen keturunan selanjutnya untuk menjadi E Gui.

Mayleen terkejut bukan main. Badannya lemas. Seluruh air matanya keluar. Rasa amarah dan penuh dendam kini memenuhi jiwanya. Ternyata selama ini adiknya lah dalang dari semua ini.

Mayleen segera keluar menuju pagar. Dengan langkah yang terbata-bata, dia ingin cepat-cepat pergi meninggalkan rumah itu. Namun ketika berjalan mendekati pagar, seperti ada tembok transparan yang tak bisa ditembusnya. Mayleen terperangkap di rumah itu.

Kekesalannya memuncak hingga dia menendang dan memukul tembok transparan itu namun tak terjadi apapun. Mayleen melihat balok kayu di dekat pagar rumahnya. Tanpa pikir panjang Mayleen mengambil balok itu dan menuju kamar Amma. Dia berjalan dengan penuh amarah.

Satu pukulan balok kayu itu menghancurkan cermin besar menjadi berkeping-keping. Mayleen tersenyum dan merasa puas dengan apa yang dilakukannya. Tanpa dia sadari dia telah melakukan kesalahan besar. Menghancurkan cermin itu sama saja memberi jalan cepat untuk jiwa E Gui masa depannya menuju Mayleen.

Jiwa E Gui Mayleen keluar dari serpihan cermin itu membentuk seorang gadis dengan rupa E Gui. Mayleen yang mengira masalahnya sudah selesai ternyata salah. Jiwa itu mendekat dan menyatukan diri dengan tubuh Mayleen. Mayleen berteriak kesakitan. Dia terjatuh di atas serpihan kaca cermin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun