Seminggu berlalu gadis berambut pirang itu tinggal. Bak bangunan tanpa pemilik, rumah yang begitu megah hanya ditempati gadis itu dan saudarinya. Alasannya, karena Amma berwasiat untuk menjaga rumahnya.
Mayleen dan Miu-Zhen menjaga dengan baik rumah peninggalan Amma. Khususnya kamar Amma yang memiliki sejuta barang antik. Mulai dari buku tebal yang berdebu, bahkan ketebalannya membuat orang yang melihatnya menjadi tidak nafsu untuk membaca. Piringan hitam berisi lagu mandarin kuno. Hingga cermin besar dengan ukiran kayu Dongyang.
Kerlipan bintang yang menyebar di gulitanya malam mengakhiri hari kedelapan dua saudari itu. Miu-Zhen melepas ikat rambutnya dan bergegas untuk tidur. Tetapi di malam itu Mayleen merasa terpanggil ketika dirinya melintas di depan kamar Amma. Entah mengapa dia merasa tertarik untuk masuk ketika hari hari itu. Padahal di hari-hari sebelumnya, Mayleen tak sepenasaran ini.
Mayleen yang merasa saudarinya sudah tertidur akhirnya memutuskan untuk masuk ke kamar Amma. Cklik!. Bunyi suara pintu kamar Amma terbuka membawa suasana dingin di sekitar kulit Mayleen. Dirinya berjalan pelan menelusuri dan melihat benda-benda Amma. Setelah melihat sekelilingnya dan merasa puas, Mayleen berniat untuk kembali. Tetapi mata Mayleen menangkap cermin yang begitu indah ukirannya. Dia berniat untuk melihatnya lebih dekat.
Mayleen mendekatkan wajahnya ke cermin untuk melihat lebih jelas ukiran itu. Tanpa sengaja dia melihat pantulan wajahnya. Dia merasa sangat cantik bahkan lebih cantik dari adiknya. Mayleen memegang pantulannya di cermin.
Semakin lama dia menatap, wajahnya semakin berubah. Pipinya menjadi tembam dan matanya semakin melotot. Mayleen panik dan memegangi wajahnya. Rasa-rasanya wajah Mayleen tidak berubah sama sekali. Tetapi pantulan di cermin itu seperti ingin keluar. Lama kelamaan pantulan dirinya di cermin tidak mengikuti gerak geriknya. Tangan Mayleen yang masih memegangi cermin tiba-tiba digenggam oleh sosok di cermin. Sosok itu keluar dari cermin. Tiba-tiba semuanya gelap. Mayleen pingsan tepat di depan cermin itu.
“Mayleen…May..” Mayleen mendengar suara memangil namanya lirih. Matanya berat untuk terbuka. Suara itu terus memanggilnya hingga membuat Mayleen tak nyaman.
“May…MAYLEEN!” Teriakan namanya membuat mata Mayleen yang tadinya berat kini terbuka sempurna. Mayleen terengah-engah dan mulutnya terbuka. Keringat bercucuran dari pelipis Mayleen. Dia melihat sekelilingnya yang sudah dipenuhi cahaya matahari. Ternyata dia sudah semalaman tidur di kamar Amma. Mayleen bangun dan menghampiri adiknya yang sudah tidak ada di kamar.
“Miu!..Miu-Zhen! Kau kemana?,” Mayleen berteriak mencari saudarinya.
Tak jauh dari tempat Mayleen berdiri, dia mendengar ada suara berisik dari dapur. Mayleen melangkahkan kaki menuju dapur dan menangkap adiknya lah sumber suara itu. Bukannya langsung menghampiri adiknya, Mayleen mematung di sudut dapur memasang wajah linglung.
“Kak May, sini.” Miu-Zhen yang menyadari kehadiran kakaknya langsung menyadarkan lamunan sang kakak. Mayleen pun tersadar dan mendekat ke arah adiknya. Miu-Zhen menyajikan dimsum yang dimasaknya. Mayleen dengan lahap memakan masakan adiknya yang rasanya tak tertandingi.