Dalam hukum pidana Indonesia, mens rea harus berkaitan dengan actus reus (tindakan fisik). Artinya, pelaku dianggap bersalah jika tindakan fisik yang dilakukan (actus reus) sesuai dengan niat atau kelalaiannya (mens rea). Jika tindakan terjadi tanpa kesengajaan atau kelalaian, biasanya tidak dapat dipidana, kecuali dalam kasus strict liability.
3. Strict Liability dan Pengesampingan Mens Rea
Ada beberapa tindak pidana di Indonesia yang menggunakan prinsip strict liability atau tanggung jawab mutlak. Dalam kasus ini, mens rea tidak menjadi syarat untuk menetapkan tanggung jawab pidana. Misalnya:
- Pelanggaran di bidang lingkungan hidup.
- Pelanggaran lalu lintas. Pada strict liability, cukup dibuktikan bahwa pelaku telah melakukan perbuatan melanggar hukum tanpa perlu membuktikan niat atau kelalaian.
4. Peran Mens Rea dalam Pembuktian
Mens rea harus dibuktikan melalui:
- Keterangan pelaku: Pengakuan tentang niat atau kesadaran pelaku saat melakukan perbuatan.
- Keterangan saksi atau bukti lain: Untuk menunjukkan bahwa pelaku sadar akan akibat perbuatannya. Hakim mempertimbangkan semua fakta untuk menilai apakah pelaku memiliki kesalahan yang memenuhi unsur mens rea.
5. Pengaruh Kondisi Psikologis
Hukum pidana Indonesia juga mempertimbangkan kondisi psikologis pelaku, yang dapat memengaruhi mens rea. Contohnya:
- Ketidakmampuan mental: Orang dengan gangguan jiwa tidak dapat dianggap memiliki mens rea, sehingga dapat dibebaskan dari tanggung jawab pidana.
- Keadaan terpaksa: Jika seseorang dipaksa untuk melakukan tindak pidana, mens rea mereka dianggap tidak sepenuhnya terbentuk.
6. Contoh Penerapan Mens Rea di KUHP
- Pembunuhan (Pasal 338): Membutuhkan kesengajaan (dolus) untuk menghilangkan nyawa orang lain.
- Pencurian (Pasal 362): Membutuhkan niat untuk mengambil barang milik orang lain dengan maksud memiliki secara melawan hukum.
- Kelalaian yang menyebabkan kematian (Pasal 359): Mensyaratkan kelalaian (culpa) yang menyebabkan orang lain kehilangan nyawa.
  Penerapan mens rea di Indonesia menekankan pada adanya kesengajaan atau kelalaian dalam setiap tindak pidana, kecuali untuk tindak pidana strict liability. Prinsip ini memastikan bahwa hanya pelaku yang memiliki kesalahan secara moral dan hukum yang dapat dihukum, dengan mempertimbangkan hubungan antara niat, tindakan, dan akibat perbuatan mereka. Sistem ini menjaga keseimbangan antara keadilan bagi pelaku dan korban, serta melindungi individu dari penghukuman yang tidak adil.
Pendekatan dualistis dalam hukum pidana membedakan dua elemen utama yang harus dipenuhi untuk dapat menilai suatu tindakan sebagai tindak pidana, yaitu:
1. Actus Reus (Elemen Fisik)