Mohon tunggu...
Tiara Putri Azzahra Tamin
Tiara Putri Azzahra Tamin Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

different eyes see different things.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peningkatan Disabilitas di Indonesia Termasuk Tunanetra

4 Januari 2024   18:37 Diperbarui: 4 Januari 2024   21:02 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Manusia adalah Ciptaan Tuhan yang sempurna, mungkin dari ciptaan Tuhan tersebut ada yang cacat dan bahkan ada normal, terkadang yang tidak normal ini menjadi sorotan bagi masyarakat umum karna orang tidak normal memiliki stigma yang buruk sehingga akan mengurangi harkat dan martabat orang yang tidak normal. Kekurangan yang dipunyai seseorang yang dianggap cacat sebagai suatu hal yang tidak normal di kalangan masyarakat. Seperti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata cacat sendiri yaitu kekurangan yang mengakibatkan nilai atau kualitasnya kurang baik atau kurang sempurna.

Penyandang disabilitas senantiasa mempunyai kedudukan yang sangat lemah dan dibawah, yaitu kedudukan penyandang disabilitas selalu menghambat mereka untuk berpartisipasi dan berkontribusi dalam berbagai kegiatan yang dilakukan di lingkungan sosial. Keterbatasan fisik, mental, intelektual dan juga sensorik adalah masalah utama yang mereka rasakan.

Disabilitas bisa juga di artikan sebagai orang yang memiliki keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama sehingga mengalami hambatan dan kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan, dan menyebabkan keterbatasan dalam menjalankan tugas atau kegiatan sehari-hari.

Data statistik yang dihimpun oleh WHO atau Organisasi Kesehatan Dunia mempresentasikan bahwa jumlah penyandang disabilitas berkisar antara 15% dari total populasi penduduk dunia. Di Indonesia, penyandang disabilitas diperkirakan mencapai 36.150.000 orang atau sekitar 15% dari total penduduk Indonesia tahun 2011 yang penduduknya mencapai 241 juta jiwa. Sebelumnya,tahun 2004 penyandang disabilitas Indonesia diperkirakan sebanyak  1.480. 000 dengan rincian sebagai berikut: penyandang tunadaksa berjumlah 162.800 orang (11%), tunanetra 192.400 (13%), tuna rungu 503.200 (34%), mental dan intelektual 348. 800 (26%), dan orang yang pernah mengalami penyakit kronis (kusta dan tuberkulosis) 236.800 (16%). Jumlah angka ini diprediksi jumlah penyandang disabilitas yang tinggal dengan keluarga atau masyarakat, dan belum termasuk mereka yang tinggal di panti asuhan

Menurut WHO, ada tiga aspek utama disabilitas, di antaranya yaitu:

1. Gangguan[cacat] pada struktur dan fungsi tubuh atau mental seseorang (impairment), contohnya seperti kehilangan anggota tubuh, kehilangan penglihatan, atau kehilangan ingatan.

2. Keterbatasan dalam melakukan suatu aktivitas (activity limitation), contohnya kesulitan untuk berjalan, melihat, menulis, mendengarkan, atau memecahkan masalah.

3. Pembatasan partisipasi dalam melakukan kegiatan aktivitas sehari-hari (participation restrictions), misalnya keterbatasan untuk bekerja, memperoleh akses dalam pelayanan kesehatan dan pencegahan penyakit, serta beraktivitas dalam kegiatan rekreasi dan sosial.

Beberapa faktor yang terkait dengan penyebab disabilitas ini adalah sebagai berikut:

Pertama, cacat bawaan lahir yang memengaruhi fungsi dan struktur organ tubuh, seperti di antara nya adalah kelainan kromosom(down syndrome), kelainan gen individu yang dapat menyebabkan Duchenne muscular dystrophy, dan serta kelainan yang disebabkan oleh paparan infeksi atau paparan zat berbahaya (alkohol dan tembakau) selama kehamilan.

Kedua, akibat cedera, seperti cedera tulang belakang dan cedera otak traumatis (traumatic brain injury).

Ketiga, penyakit yang sudah berlangsung lama (kronis),seperti misalnya penyakit diabetes, stroke, dan penyakit kardiovaskular

Keempat, gangguan spektrum autisme dan ADHD (attention-deficit/hyperactivity disorder)  dan sejak masa kanak-kanak sudah memiliki gangguan mental lainnya.

Berikut merupakan jenis-jenis disabilitas:

Disabilitas Fisik
Disabilitas fisik adalah keterbatasan atau sebuah gangguan pada fungsi suatu tubuh. Kondisi ini bisa terjadi sejak lahir, namun bisa terjadi juga karena kecelakaan, penyakit, atau efek samping dari pengobatan tertentu. Contoh disabilitas fisik termasuk lain lumpuh, cerebral palsy, bertubuh kerdil, atau kehilangan anggota tubuh, misalnya karena amputasi.

Disabilitas Intelektual
Disabilitas intelektual merupakan keterbatasan pada seseorang dalam cara berpikir, misalnya pada pengidap down syndrome. Kondisi ini biasanya ditandai dengan nilai IQ di bawah standar rata-rata. Penyandang disabilitas intelektual sering kali merasa kesulitan dalam melakukan komunikasi, interaksi, mengembangkan keterampilan,dan perawatan diri.


Disabilitas Mental
Disabilitas mental ditandai dengan adanya gangguan pada fungsi psikologis,berfikir, perilaku, serta emosi.Adapun contoh disabilitas mental antara lain termasuk depresi, gangguan bipolar, gangguan kecemasan, dan masalah kesehatan mental lainnya. Kondisi ini dapat membuat pengidapnya kesulitan untuk berpikir, berkonsentrasi, mengambil keputusan, serta mengutarakan isi pikirannya.

Disabilitas Sensorik
Disabilitas sensorik mengacu pada gangguan fungsi panca indra tubuh, contohnya dapat ditemukan pada penyandang penderita tuna rungu (tidak dapat mendengar), tuna wicara (tidak dapat berbicara dengan jelas), atau tuna netra (kebutaan/tidak dapat melihat).

Perawatan dan dukungan  yang diberikan bagi penyandang disabilitas berbeda-beda, tergantung dari jenis disabilitasnya. 

Berikut adalah penjelasannya:

Disabilitas Fisik
Penyandang disabilitas fisik akan diberikan alat bantu seperti kursi roda untuk mereka lebih mudah dalam melakukan kegiatan aktivitas sehari-hari.Ketika berhadapan dengan penyandang disabilitas fisik, sebaiknya anda harus mengutamakan untuk meminta izin terlebih dahulu sebelum membantu atau saat akan menyentuh alat bantu mereka.

Disabilitas Intelektual
Penyandang disabilitas intelektual cenderung membutuhkan lebih banyak waktu, kesabaran,dan serta perhatian lebih dari orang-orang di sekitarnya. Jadi, yang bisa dilakukan adalah mengajarkan instruksi dasar pada difabel dalam bahasa sederhana dan mudah dimengerti.Kemudian, usahakan penyandang disabilitas menghindari lingkungan yang terlalu ramai atau berisik karena dapat mengganggu konsentrasi dan menyebabkan stres. Selain itu,penyandang disabilitas juga perlu dibantu untuk menyadari hal-hal yang terjadi di sekitarnya, serta usahakan supaya penyandang disabilitas tidak berada pada lingkungan yang dapat memberikannya tekanan atau stres.

Disabilitas Mental
Berurusan orang dengan orang penyandang disabilitas mental terkadang sulit dan menjadi tantangan tersendiri. Pasalnya, situasi yang tidak nyaman dapat memperburuk emosinya secara signifikan.Jadi, cara menghadapi orang dengan masalah mental, seperti depresi, sebaiknya dilakukan dengan kesabaran dan pikiran yang terbuka.Kemudian, sebisa mungkin jauhkan penyandang disabilitas mental dari kondisi yang rentan membuatnya merasa stres dan tertekan. Saat akan menyampaikan informasi, sebaiknya anda perlu menggunakan pemilihan kata dan bahasa yang mudah dimengerti dan di pahami.

Disabilitas Sensorik
Cara menangani orang dengan disabilitas sensorik yaitu adalah mempelajari cara khusus untuk berinteraksi dengannya. Misalnya,untuk berinteraksi dengan penyandang tuna rungu dan tuna wicara, memerlukan keahlian khusus dalam berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat atau bisa juga menulis kalimat di atas kertas. Selain itu, berbicaralah dengan tempo yang sedikit lebih lambat agar penyandang tuna rungu dan tuna wicara dapat lebih mudah mengerti dan mengikuti pembicaraan dari lawan bicaranya. 

Penting untuk melihat penyandang disabilitas sebagai bagian dari keberagaman manusia. Setiap individu, tanpa memandang kemampuan fisik atau mentalnya, memiliki kekuatan dan potensi yang dapat memberikan kontribusi berharga kepada masyarakat. Menghargai keberagaman ini adalah langkah awal menuju inklusivitas. Salah satu hambatan utama yang dihadapi oleh individu dengan disabilitas adalah kurangnya aksesibilitas. Dari lingkungan fisik hingga akses ke pendidikan dan pekerjaan, upaya bersama diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang ramah dan mendukung. Stigmatisasi terhadap disabilitas sering kali muncul dari ketidakpahaman. Kampanye pendidikan dan penyuluhan dapat membantu mengatasi stigma ini dengan menyebarkan pengetahuan tentang keberagaman kondisi disabilitas dan mengedukasi masyarakat tentang cara mendukung teman-teman mereka yang hidup dengan disabilitas.

Melalui pendekatan inklusif dan kerja sama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, kita dapat membentuk masa depan yang lebih baik bagi mereka dengan disabilitas. Memberikan suara kepada mereka, memahami pengalaman mereka, dan berkomitmen untuk menciptakan masyarakat yang inklusif adalah langkah-langkah menuju perubahan positif.Dampak disabilitas tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga melibatkan aspek sosial, ekonomi, dan psikologis. Stigma dan stereotip sering kali dapat memperburuk kondisi seseorang dengan disabilitas, menyulitkan partisipasi mereka dalam masyarakat.


Hak-hak penyandang disabilitas Sebagai bagian dari warga negara, penyandang disabilitas memiliki berbagai macam hak yang wajib dipenuhi oleh negara dan warga masyarakat lainnya. Menurut Rahayu, dkk (2013:11), seperti yang dilansir dari laman KemenPPPA, ada 4 asas yang harus dipenuhi untuk para penyandang disabilitas agar dapat lebih mudah menjalani hidupnya. 

Empat asas itu adalah:
1. Asas kemudahan Dapat menggapai semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan.
2. Asas kegunaan Dapat menggunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan.
3. Asas keselamatan Setiap bangunan harus memperhatikan keselamatan semua orang, termasuk penyandang disabilitas
4. Asas kemandirian Harus bisa mencapai atau masuk untuk digunakan semua tempat atau bangunan secara mandiri, tanpa bantuan dari orang lain.

Sementara itu, menurut Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, para penyandang disabilitas berhak memperoleh kemudahan dan perlakukan khusus, sehingga mereka berhak atas penyediaan sarana aksesibilitas yang menunjang kemandiriannya. Berikutnya, dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 199 tentang Penyandang Cacat, setiap penyandang disabilitas berhak memperoleh:

 1.  Pendidikan pada berbagai jenjang.

 2. Pekerjaan dan penghidupan yang layak.

 3. Perlakuan yang sama untuk berperan di pembangunan dan menikmati juga hasilnya.

 4. Aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya.

 5. Rehabilitasi,mendapat bantuan sosial, dan         pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial. Hak yang   sama untuk mengembangkan bakat, kemampuan   dan kehidupan sosial para penyandang disabilitas

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 adalah landasan hukum untuk melindungi dan meningkatkan kesejahteraan penyandang disabilitas di Indonesia.

Diteken oleh Presiden pada tahun 2016, undang-undang ini menunjukkan komitmen negara terhadap hak asasi manusia dan inklusi sosial.

Hak disabilitas mencakup hak asasi manusia yang sama untuk semua, tanpa pandang bulu. Dideklarasikan dalam Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD), hak ini menegaskan perlunya perlakuan setara, partisipasi penuh dalam kehidupan masyarakat, dan akses universal terhadap layanan.

Perlindungan Hak-Hak Penyandang Disabilitas:

Kesehatan
Menjamin pelayanan kesehatan yang inklusif dan sesuai dengan kebutuhan  penyandang disabilitas.Mendorong peningkatan aksesibilitas fasilitas kesehatan. Layanan kesehatan yang dapat diakses adalah hak setiap individu. Fasilitas kesehatan harus dirancang untuk mengakomodasi kebutuhan penyandang disabilitas, termasuk fasilitas yang dapat diakses, staf yang terlatih, dan informasi kesehatan yang mudah dimengerti.

Pendidikan Inklusif
Pendidikan adalah kunci untuk pemberdayaan. Sistem pendidikan yang inklusif memastikan bahwa setiap siswa, termasuk mereka yang memiliki disabilitas, mendapatkan pendidikan yang berkualitas tanpa diskriminasi. Guru dan fasilitator pendidikan perlu dilibatkan untuk menciptakan lingkungan belajar yang ramah disabilitas.

Kesempatan Pekerjaan yang Adil
Pekerjaan adalah bagian integral dari kehidupan setiap individu. Menciptakan kesempatan pekerjaan yang inklusif dan mendukung bagi mereka dengan disabilitas adalah langkah penting untuk mencapai kesetaraan. Perusahaan dan pemerintah dapat berperan dalam menciptakan lingkungan kerja yang ramah disabilitas.
Sistem pendidikan yang inklusif memastikan bahwa setiap siswa, termasuk mereka yang memiliki disabilitas, mendapatkan pendidikan yang berkualitas tanpa diskriminasi. Guru dan fasilitator pendidikan perlu dilibatkan untuk menciptakan lingkungan belajar yang ramah disabilitas.

Transportasi
Menjamin aksesibilitas transportasi umum bagi penyandang disabilitas.
Mengatur perlindungan terhadap hak penyandang disabilitas dalam pelayanan transportasi. Aksesibilitas transportasi adalah fondasi mobilitas bagi penyandang disabilitas. Ketersediaan transportasi umum yang dapat diakses, dukungan staf terlatih, dan fasilitas khusus seperti lift atau rampe di stasiun dan kendaraan, semua menjadi faktor penentu bagi aksesibilitas transportasi yang efektif. Pendidikan memiliki peran sentral dalam merubah persepsi masyarakat terhadap disabilitas. Program pendidikan yang inklusif memberikan kesempatan bagi anak-anak dengan disabilitas untuk belajar bersama teman sebaya mereka, menciptakan ikatan sosial yang kuat dan menghapuskan stereotip.

Pemberdayaan dan Partisipasi Aktif
Mendorong pemberdayaan penyandang disabilitas dalam berbagai aspek kehidupan.
Memberikan dukungan untuk partisipasi aktif dalam masyarakat, termasuk kegiatan sosial, olahraga, dan budaya.

Peluang Pekerjaan dan Kewirausahaan
Mempromosikan kesempatan pekerjaan dan kewirausahaan untuk orang dengan disabilitas adalah bagian penting dari hak disabilitas. Ini melibatkan penyediaan pelatihan, menghilangkan hambatan lingkungan, dan menciptakan budaya kerja yang inklusif.

Kampanye Kesadaran dan Advokasi
Meningkatkan kesadaran tentang hak disabilitas adalah langkah awal menuju perubahan. Kampanye kesadaran dan advokasi dapat memerangi stereotip, mendorong perubahan perilaku, dan membangun dukungan masyarakat untuk hak disabilitas.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 adalah langkah signifikan menuju inklusi sosial dan perlindungan hak penyandang disabilitas di Indonesia.Menggambarkan komitmen negara untuk menciptakan lingkungan yang adil dan setara bagi semua warga, tanpa memandang kondisi fisik atau mental.

Peran Media dalam Perubahan Sikap,Media memainkan peran besar dalam membentuk opini masyarakat. Artikel ini menyoroti tanggung jawab media untuk mendukung representasi yang akurat dan positif terhadap individu dengan disabilitas. Dengan menciptakan narasi yang inklusif, media dapat membantu mengubah persepsi dan mempromosikan pemahaman yang lebih baik.

Masyarakat perlu aktif mendukung dan memahami kebutuhan komunitas disabilitas. Ini termasuk mendengarkan dan memahami tantangan yang mereka hadapi serta berkolaborasi untuk menciptakan solusi yang inklusif. Dalam rangka menciptakan masyarakat yang inklusif, penting bagi kita semua untuk berkomitmen untuk memahami, mendukung, dan menghormati hak-hak individu dengan disabilitas. Dengan melakukan itu, kita dapat mencapai visi masyarakat yang beragam, adil, dan inklusif bagi semua.

Pendampingan bagi individu dengan disabilitas bukan sekadar memberikan bantuan fisik, tetapi juga mencakup dukungan emosional, psikologis, dan sosial. Pendekatan holistik ini membantu menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan dan kemandirian. Masyarakat memegang peran penting dalam menciptakan inklusi bagi individu dengan disabilitas. Melibatkan mereka dalam segala aspek kehidupan sehari-hari, memberikan peluang pekerjaan, dan menghilangkan stigma adalah langkah-langkah penting menuju masyarakat yang lebih adil dan inklusif.

Keterlibatan Komunitas,Melibatkan penyandang disabilitas dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan adalah kunci untuk menciptakan solusi yang efektif. Pendekatan ini memastikan bahwa kebutuhan dan perspektif mereka diakui dan diintegrasikan dalam setiap langkah pembangunan.Berikutnya,

Kesadaran Masyarakat,Penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya aksesibilitas. Kampanye publik, pelatihan, dan edukasi dapat membantu mengubah persepsi masyarakat terhadap penyandang disabilitas dan mendorong dukungan untuk lingkungan yang lebih inklusif.

Aksesibilitas adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang inklusif dan memberikan hak yang setara bagi semua individu, termasuk penyandang disabilitas. Dalam era modern ini, pembangunan aksesibilitas bukan hanya suatu tuntutan etika, tetapi juga investasi dalam keberagaman dan potensi yang melimpah.

Aksesibilitas Digital
Dengan pesatnya perkembangan teknologi, aksesibilitas digital menjadi semakin krusial. Website, aplikasi, dan platform online harus dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan pengguna dengan disabilitas visual, pendengaran, atau motorik. Tagar dan panduan aksesibilitas web harus menjadi bagian integral dari setiap pengembangan digital.

Aksesibilitas Fisik
Pertama-tama, aksesibilitas fisik memainkan peran penting dalam memastikan bahwa lingkungan fisik dapat diakses oleh semua. Ini mencakup pembangunan ramah disabilitas seperti trotoar yang rata, rampe akses, dan fasilitas umum yang dapat diakses oleh kursi roda.

Pendekatan Holistik dalam Pendampingan
Pendampingan bagi individu dengan disabilitas bukan sekadar memberikan bantuan fisik, tetapi juga mencakup dukungan emosional, psikologis, dan sosial. Pendekatan holistik ini membantu menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan dan kemandirian.

Perspektif Inklusif
Pendekatan inklusif mengubah cara kita melihat disabilitas. Bukan lagi sebagai suatu hambatan, tetapi sebagai bagian dari keberagaman manusia. Ini menekankan pentingnya menciptakan lingkungan yang mendukung partisipasi penuh bagi semua individu, tanpa memandang kondisi atau kemampuan mereka.

Mendukung Peran Keluarga dan Masyarakat
Masyarakat dan keluarga memiliki peran vital dalam mewujudkan hak disabilitas. Dukungan emosional, pendidikan, dan pencegahan diskriminasi dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendukung dan inklusif.

Tantangan dan Stereotip
Meskipun ada kerangka hukum yang mendukung hak disabilitas, tantangan masih ada. Stereotip dan prasangka dapat menciptakan hambatan sosial dan ekonomi. Penting untuk mengubah persepsi masyarakat agar melihat individu dengan disabilitas sebagai kontributor berharga yang memiliki potensi yang tidak terbatas.
Kaum disabilitas penting untuk mendapatkan perhatian dan bantuan dari kita semua yang masih normal, tetapi pada realitanya banyak masyarakat yang memiliki cara pandang berbeda dalam menyikapi dan menghadapi keberadaan disabilitas sekarang ini. Ditambah lagi dengan keberadaan ekonomi yang sangat rendah, semakin terkucilkan dan tersisihkan di dalam setiap kegiatan masyarakat. 90% orang dengan kebutaan atau penglihatan sebagian di negara-negara berpenghasilan rendah sebagian besar dari mereka sangat tidak berdaya dan dikeluarkan dari kegiatan berbasis masyarakat.

PENYANDANG DISABILITAS TUNANETRA TERUTAMA PADA REMAJA

Salah satu bentuk kecacatan adalah tunanetra (gangguan penglihatan).Selama lebih dari 150 tahun, gangguan penglihatan telah dijelaskan dalam berbagai konteks, dari perspektif kebutaan medis, ekonomi, dan pendidikan, dalam konsep kebutaan fungsional, kebutaan sebagian, penglihatan rendah, dan ekspresi seperti tunanetra (cacat visual), terbatas secara visual. Dalam beberapa dekade terakhir, upaya untuk mengurangi keragaman ekspresi terminologis telah tercermin dalam kecenderungan untuk menggunakan istilah penurunan nilai (disabilitas) Perbedaan yang cukup besar antara berbagai negara menyangkut definisi kebutuhan khusus, dan jenis kesulitan. Beberapa publikasi tentang topik pendidikan mencakup istilah-istilah berikut: siswa mengalami kesulitan, siswa cacat, siswa penyandang cacat, kesulitan, kerugian. Terminologi dirancang untuk mendukung kebutuhan pendidikan khusus, sesuai dengan yang diderita tunanetra.Kurang dari dua persen anak-anak dan remaja dengan gangguan penglihatan di negara berpenghasilan rendah memiliki akses terhadap segala bentuk pendidikan atau pelatihan. Klingberg menyatakan kurangnya akses ini merupakan tantangan yang berat bagi keseluruhan upaya untuk memperbaiki kondisi sekitar 1,4 juta anak tunanetra di dunia saat ini.Anak-anak ini memiliki gangguan penglihatan berdampak pada kesempatan mereka dalam mendapatkan pendidikan, peluang pekerjaan, rekreasi,dan potensi penghasilan.Padahal seharusnya dengan diberikannya akses pendidikan dan pelatihan kepada penyandang disabilitas mereka akan merasakan penerimaan yang lebih tinggi terhadap disabilitas mereka dikarenakan pendidikan yang di terima oleh mereka dan bukan hanya karena kebijakan publik.Selanjutnya, anak-anak tunanetra memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi dari pada rekan mereka yang memiliki penglihatan yang normal, dan di negara-negara berkembang, hingga 60% anak-anak diperkirakan meninggal dalam waktu setahun menjadi buta Secara garis besar tunetra

Penyebab gangguan penglihatan pada anak-anak selalu berbeda-beda, ada yang dapat berasal dari dalam diri maupun dari luar diri anak.

Berikut rincian faktor penyebab orang mengalami gangguan penglihatan:

Prenatal (sebelum kelahiran)
Tahap prenatal adalah tahap sebelum seorang anak dilahirkan, ketika masih dalam  kandungan dan diketahui cacatnya.faktor prenatal diklasifikasikan menjadi tahap janin, masa kanak-kanak, dan foto janin berdasarkan klasifikasi periodenya.Pada tahap ini, anak  sangat rentan terhadap dampak sengatan listrik dan trauma  bahan  kimia.Faktor lain yang turut menyebabkan seorang anak mengalami gangguan penglihatan antara lain adalah kondisi prenatal anak, antara lain gen (karakteristik pembawa genetik), keadaan psikologis ibu, malnutrisi, kecanduan obat-obatan, dan virus.

Neonatal (Saat kelahiran)
Masa neonatal adalah masa dilahirkannya seorang anak.faktor tersebut antara lain kelahiran prematur, kelahiran dengan  alat bantu (forceps hilang), posisi bayi tidak normal,  kelahiran kembar, atau kesehatan bayi.

Masa Nifas (Postnatal)
Kelainan masa nifas adalah kelainan yang terjadi setelah kelahiran anak  atau pada masa tumbuh kembang anak. Pada masa ini gangguan dapat terjadi akibat kecelakaan, suhu tubuh berlebihan, kekurangan vitamin dan bakteri.

Diketahui bahwa ada tiga tahap perkembangan gangguan penglihatan pada anak,  serta kecelakaan yang bersifat eksternal seperti benturan benda keras atau tajam, bahan kimia  berbahaya, dan kecelakaan kendaraan bermotor. Artinya, tahap prenatal, yang meliputi dampak syok dan trauma kimia. Masa neonatal  meliputi kelahiran anak prematur, posisi bayi yang tidak normal,  kelahiran kembar, dan kondisi kesehatan bayi yang terpengaruh.Ini tidak hanya mencakup tahap pasca kelahiran, tetapi juga kecelakaan, suhu tubuh berlebih, kekurangan vitamin, bakteri, dll.

Klasifikasi Penyandang Tunanetra Menurut Akira Smart dalam bukunya ``Anak Penyandang Cacat Bukan Kiamat,'' penyandang tunanetra dibagi menjadi dua kelompok: kurang penglihatan[low fision] dan buta total.

Klasifikasi penyandang tunanetra dijelaskan di bawah ini.

Kebutaan total

Buta total adalah gangguan penglihatan dimana seseorang tidak dapat melihat dua jari pada wajah atau hanya melihat cahaya atau sinar  cahaya. Karakter selain Braille penyandang disabilitas tunanetra tidak dapat digunakan.Ciri-ciri buta total antara lain mata  juling, sering berkedip, menyipitkan mata, kelopak mata merah, mata terinfeksi, gerakan mata tidak teratur dan cepat, mata  berair terus-menerus, serta pembengkakan pada kulit di area tumbuhnya bulu mata, dan lain sebagainya.Perilaku Mengucek mata secara berlebihan, menutup atau menutup salah satu mata, memiringkan kepala atau memiringkan kepala ke depan, kesulitan membaca atau melakukan tugas yang memerlukan  penggunaan mata,  Lebih sering berkedip; Memegang buku  dekat  mata,  menyipitkan mata  atau mengerutkan kening pada objek terdekat pada jarak tertentu yang tidak terlihat.

Low fision

Yaitu kondisi penglihatan yang apabila dimana melihat sesuatu maka harus didekatkan atau mata harus dijauhkan dari objek yang dilihatnya atau memiliki pemandangan kabur ketika melihat objek. Ciri-ciri menderita low fision antara lain menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat, hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar, mata tampak terlihat putih di bagian tengah mata atau kornea (bagian bening di depan mata) terlihat berkabut, terlihat tidak menatap lurus kedepan, memicingkan mata atau mengerutkan kening terutama di cahaya terang atau saat melihat sesuatu, lebih sulit melihat pada
malam hari, pernah terjadi operasi mata sebelumnya dan atau memakai kacamata yang sangat tebal tetapi masih tidak dapat melihat dengan jelas dan kabur.
Buta Total  merupakan gangguan penglihatan dimana seseorang tidak dapat melihat  benda yang ada di depan matanya dan hanya dapat digunakan untuk mempelajari huruf Braille.Gangguan penglihatan, di sisi lain, mengacu pada suatu kondisi di mana penglihatan menjadi jelas.Anda dapat melihat benda-benda di depan Anda, tetapi benda-benda itu harus dekat atau jauh.Jika tidak, objek yang Anda lihat akan terlihat buram.Kehilangan penglihatan  dapat diperbaiki dengan alat bantu penglihatan, namun masih merasa kesulitan.

Kecerdasan Anak Tunanetra 

Samuel P. Hayes dalam Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi menyatakan bahwa "kemampuan intelegensi anak dengan hendaya penglihatan tidak secara otomatis menjadikan diri mereka mempunyai intelegensi yang rendah.Dalam melakukan pengujian tes intelegensi anak tunanetra tentu berbeda dengan tes yang dilakukan anak-anak pada umumnya. Untuk mengukur tingkat kecerdasannya digunakan Ohwaki Kohn Block Design, Hisblind Learning Design, Interim Heyes-Binet Inteligence Test, Tes Verbal dari Weschler Inteligence Scale for Children, Blind Learning Aptitude Test.Dalam tes kecerdasan anak tunanetra yang berhubungan dengan item tes nonverbal menggunakan huruf braille.

Ciri-ciri Anak Tunanetra Anak tunanetra secara fisik mirip dengan anak lainnya, namun ada beberapa hal yang membedakan  keduanya.

Anak tunanetra mempunyai beberapa ciri karakteristik yaitu adalah :

A. Gangguan atau kecacatan kognitif penglihatan mempengaruhi perkembangan dan proses belajar seorang siswa.Lowenfeld  yang dikutip oleh Ardhi Wijaya membahas tentang dampak kebutaan dan buruknya penglihatan terhadap perkembangan kognitif anak.Dia mengidentifikasi keterbatasan anak-anak dalam tiga bidang:

1) Tingkat dan keragaman pengalaman  

Pengalaman anak tunanetra bersumber dari indera yang masih  berfungsi pada tubuhnya, terutama pendengaran dan peraba.Namun kedua indera tersebut tidak dapat  memberikan informasi yang komprehensif seperti  warna, ukuran, dan informasi spasial.Untuk memperoleh informasi, anak memerlukan kontak langsung dengan benda yang dipelajarinya, sehingga  benda yang letaknya terlalu jauh seperti binatang kecil atau benda berbahaya seperti api sulit diakses dan diambil informasinya.Hal ini karena sulit untuk memeriksanya dengan touch.

 2) Mobilitas Keterbatasan penglihatan

Artinya anak tunanetra harus belajar  berjalan dan waspada terhadap lingkungan sekitar agar dapat bergerak dengan aman, efektif dan efisien

3) Interaksi dengan lingkungan Anak tunanetra

sulit  berinteraksi dengan lingkungan karena keterbatasan penglihatannya.Mereka membutuhkan waktu  yang relatif  lama untuk sadar terhadap lingkungan sekitarnya.

B .Prestasi Akademik

Kemampuan akademik anak tunanetra pada umumnya sebanding dengan anak berbadan sehat lainnya.Gangguan penglihatannya mempengaruhi kemampuannya membaca dan menulis. media dan alat yang sesuai diperlukan untuk memenuhi kebutuhan  membaca dan menulisAnda.Seorang anak yang buta total dapat membaca dan menulis karakter dalam Braille, dan seorang anak tunanetra dapat menggunakan karakter cetak  besar.

C. Kondisi Fisik

Kondisi fisik anak tunanetra yang paling mencolok adalah kelainan pada organ mata.Beberapa gejala gangguan penglihatan adalah menyipitkan mata, sering berkedip, menyipitkan  mata, kelopak mata merah, mata terinfeksi, gerakan mata tidak teratur dan cepat, mata terus-menerus berair (lakrimasi),dan kulit.Gejala seperti pertumbuhan rambut dan pembengkakan dapat diamati mata.

D.Keterampilan Motoric

Hilangnya  penglihatan tidak berpengaruh nyata terhadap status motorik anak.Yang dibutuhkan anak-anak hanyalah unit pembelajaran dan lebih banyak waktu  untuk bepergian.Seiring berjalannya waktu,anak mampu menyadari lingkungan sekitarnya dan melakukan aktivitas dengan aman dan efisien.

E. Perilaku Anak Tunanetra

Kondisi ini secara tidak langsung  menimbulkan gangguan dalam aktivitas sehari-hari.Gejala dari perilaku ini antara lain mengucek mata secara berlebihan, menutup  atau melindungi salah satu mata, memiringkan  atau menengadahkan kepala ke depan, kesulitan membaca, atau melakukan tugas lain yang  memerlukan penggunaan  mata, sering berkedip  atau merasa jengkel saat bekerja memegang buku dekat dengan mata.mata kesulitan melihat objek yang jauh,menyipitkan mata atau mengerutkan kening,tertarik  pada objek dalam bidang penglihatan atau  tugas-tugas yang membutuhkan penglihatan.Menjadi kikuk ketika bermain game yang membutuhkan tangan dan mata untuk bekerja sama, dan menghindari tugas-tugas yang memerlukan penglihatan atau  jarak penglihatan.Aldi menambahkan,anak tunanetra tersebut kerap memejamkan mata, mengeluarkan suara dengan jari, menggelengkan kepala dan badan, serta membalikkan badan.Menginstruksikan anak untuk menggunakan strategi perilaku tertentu, seperti meningkatkan aktivitas,mengajarkan perilaku positif, atau memuji ketika mereka menunjukkan perilaku positif, untuk menghilangkan perilaku stereotip pada anak.

F. Pribadi dan Sosial Keterbatasan
Penglihatan anak tunanetra mempengaruhi kemampuan sosialnya.Mereka sulit mengamati dan meniru perilaku sosial dengan tepat.Jalinlah persahabatan dengan orang sekitar,pertahankan kontak  mata dan posisi wajah, tampilkan postur tubuh yang benar, gunakan gerakan tubuh dan ekspresi wajah, gunakan intonasi suara untuk mengungkapkan dan menyampaikan  pesan yang benar saat berkomunikasi.Di sisi lain, ciri-ciri sosial yang banyak ditemukan pada anak tunanetra adalah hambatan kepribadian  seperti rasa tidak percaya, mudah tersinggung, dan ketergantungan yang tinggi terhadap orang disekitarnya.Ciri-ciri anak tunanetra dikategorikan menjadi enam poin penting.Pertama, anak-anak memiliki pengalaman kognitif yang  lebih terbatas dibandingkan anak-anak pada umumnya, memiliki mobilitas yang terbatas, dan kesulitan berinteraksi secara tepat dengan lingkungannya.Kedua, secara akademis, dikembangkan dengan menggunakan huruf Braille. Ketiga, secara fisik mata mereka kadang tampak sipit,juling,buram dan merah.

Pada pada panti tuna netra para penyandang disabilitas mendapatkan bimbingan ketrampilan,bimbingan mental,dan fasilitas asrama.

Ketrampilan yang dimaksud bisa merupakan keterampilan:

Komunikasi [communication skill]. Pernahkah Anda melihat seorang tunanetra memalingkan telinga ke arah lawan bicaranya saat sedang berbicara dengan seseorang? Perilaku ini bisa dibilang tidak sopan jika ditinjau dari etika komunikasi.Namun,penyandang tunanetra yang melakukan hal tersebut mungkin tidak menyadari bahwa perilakunya sebenarnya terkesan menunjukkan kurangnya rasa hormat terhadap lawan bicaranya.Anak-anak yang dapat melihat dapat mempelajari etika komunikasi ini  dari orang tuanya dan orang dewasa lain di sekitarnya.Anda mungkin tahu bahwa postur yang baik  adalah menatap mata seseorang atau menatap matanya saat Anda sedang berbicara.Namun, anak-anak yang mengalami kebutaan sejak lahir tidak mampu belajar melalui peniruan visual.Oleh karena itu, orang tua dan anggota keluarga lainnya yang lebih dewasa serta guru perlu mengajarkannya kepada anak.Perilaku dan tata krama komunikasi yang dapat dipelajari sejak dini antara lain gerak tubuh, ekspresi wajah, sikap sopan, dan pakaian yang pantas atau pantas digunakan saat  berinteraksi dengan orang lain.Jika perlu, anak tunanetra juga dapat dilatih kepekaannya untuk mengenali dan memahami sifat reaksi orang yang berkomunikasi dengannya.Namun, penulis menunjukkan bahwa tidak banyak orang tua yang memperhatikan pentingnya mengajari anak tunanetra mereka gerak tubuh yang pantas ketika berbicara dengan orang lain.Banyak orang tua yang cenderung memahami bahwa anak tunanetra tidak memandang lawan bicaranya.Yang masih belum sepenuhnya dipahami oleh  orang tua adalah bahwa ketika seorang anak tunanetra tumbuh besar di kemudian hari dan perlu berinteraksi dengan penyandang tunanetra, penyandang tunanetra tidak akan dapat memperoleh keterampilan komunikasi tersebut, namun hal ini dapat berdampak negatif pada Anda hubungan dan karir.

Keterampilan untuk melakukan aktivitas sehari-hari (daily Activity Skill). Keterampilan dasar kedua yang harus diajarkan kepada anak tunanetra adalah  aktivitas sehari-hari yang harus mereka lakukan mulai dari bangun pagi hingga tidur malam.Kemampuan ini biasa disebut dengan "kemampuan aktivitas sehari-hari Contoh kegiatan tersebut antara lain merapikan tempat tidur dan melipat  selimut,mandi, membuang piring bekas, mencuci pakaian, menata barang-barang pribadi yang berantakan, dan membersihkan rumah.Anak-anak tunanetra perlu diajari tidak hanya keterampilan berkomunikasi tetapi juga melakukan aktivitas sehari-hari. Saat mengajarkan suatu aktivitas,orang tualah yang melakukannya terlebih dahulu,sehingga memberikan kesempatan kepada anak tunanetra untuk memahami bagaimana orang tua melakukan aktivitas tersebut.Cara lainnya adalah dengan melakukan hal ini secara langsung kepada anak-anak tunanetra mereka.

Penting untuk selalu memberikan instruksi yang spesifik dan penjelasan yang jelas sehingga selain orientasi, keterampilan kognitif untuk pemahaman dan orientasi juga dapat dilatih. Ada banyak alasan mengapa anak tunanetra perlu diajari keterampilan untuk menghadapi aktivitas sehari-hari.Alasan utamanya tentu saja untuk melatih kemandirian.Aspek kemandirian ini tidak hanya membantu anak tunanetra menjaga diri mereka sendiri hingga dewasa, tetapi juga ketika  mereka hidup sendiri atau membutuhkan bantuan orang lain.Hanya karena Anda buta bukan berarti Anda harus selalu bergantung pada orang lain, bukan?Manfaat lain dari mengajarkan keterampilan aktivitas sehari-hari  adalah memperkenalkan konsep tanggung jawab.Bukan hal yang aneh bagi orang tua dan anggota keluarga lainnya untuk berulang kali mencoba membantu anak-anak mereka yang  tunanetra untuk benar-benar melakukan sesuatu untuk diri mereka sendiri.Meskipun dimaksudkan untuk bersifat suportif, praktik-praktik tersebut dapat mengakibatkan anak tunanetra menjadi kurang memiliki tekad dan kemandirian.Jadi Anda tidak perlu khawatir untuk melatih keterampilan aktivitas sehari-hari bagi anak tunanetra.Pastikan kegiatan dan tugas yang diberikan sesuai dengan usia dan kemampuan anak tunanetra.

Keterampilan Orientasi dan Gerakan
Keterampilan orientasi dan gerak merupakan keterampilan yang perlu dipelajari oleh anak tunanetra.Anak awas belajar berjalan dengan mengidentifikasi secara visual berbagai rintangan dan bahaya di sekitarnya, namun tidak demikian halnya dengan anak tunanetra.Anak tunanetra harus diorientasikan agar  dapat bergerak dengan aman, benar, dan nyaman.Penyandang tunanetra mempersepsikan sekelilingnya dengan mengoptimalkan inderanya yang lain.Anak tunanetra perlu melatih kepekaan  pendengaran, penciuman, dan perabanya untuk menyesuaikan diri dan bergerak di lingkungannya.Orang tua hendaknya mendorong anak-anak mereka yang buta untuk berolahraga.Misalnya, pelatihan awalnya bisa dilakukan di  rumah.Anak tunanetra kini bisa mengenali aroma tertentu di sebuah ruangan. Kami menyadari bahwa penyandang tunanetra memerlukan bantuan tongkat untuk dapat beraktivitas di luar ruangan dengan benar dan aman.Anak tunanetra juga perlu mempelajari cara menggunakan tongkat dengan  benar untuk memudahkan pergerakan di luar ruangan.Pertanyaannya, kapan waktu yang tepat untuk mengajarkan anak tunanetra menggunakan tongkat?Anak tunanetra dalam kategori buta total atau gangguan persepsi cahaya hendaknya dilatih dan dilatih menggunakan tongkat untuk ambulasi sesegera mungkin, tergantung pada urgensi kebutuhan.Saat yang tepat untuk masuk sekolah dasar adalah  karena ketika anak tunanetra mulai bersekolah, mereka mulai lebih banyak melakukan aktivitas mobile. Ketika anak tunanetra bersekolah di sekolah dasar di sekolah berkebutuhan khusus yang  disebut SLB (Sekolah Luar Biasa), mereka menjalani mata pelajaran orientasi dan mobilitas.Direkomendasikan agar anak-anak tunanetra diperkenalkan dan diajarkan penggunaan tongkat, meskipun mereka masih mempunyai sisa penglihatan.Hal ini membantu penyandang tunanetra memahami prinsip-prinsip orientasi dan mobilitas  yang mungkin mereka perlukan di masa depan ketika mereka berada dalam situasi tertentu.Misalnya, jika seorang penyandang tunanetra harus bergerak di area asing atau naik dan turun tangga di area dengan penerangan terbatas, tongkat mungkin merupakan pilihan yang lebih baik bagi penyandang tunanetra.Tidak ada risiko.Tangga yang tidak diketahui menyebabkan cedera, guncangan, atau pendakian.Bagi penyandang tunanetra, penggunaan tongkat juga dapat menjadi indikator bahwa orang tersebut memiliki gangguan penglihatan, sehingga memudahkan orang tersebut untuk melihat ketika orang lain meminta atau membutuhkan bantuan cacat.Hal ini penting mengingat  banyak penyandang tunanetra tidak dikenali atau dipahami seperti itu dalam situasi tertentu.Bagi penyandang tunanetra, bisa bergerak dengan tongkat merupakan simbol kemandirian di luar rumah.Belajar dari aksesibilitas pelayanan publik di negara-negara  maju, pegawai negeri sipil akan memprioritaskan perawatan bagi para penyandang tunanetra, namun hanya jika penyandang tunanetra tersebut menggunakan tongkat.

Media Pembelajaran Anak Tunanetra
Anak tunanetra mempunyai kebutuhan khusus dalam proses pembelajaran.Untuk itu diperlukan media khusus untuk  menunjang pembelajaran.Media khusus yang menunjang proses pembelajaran anak tunanetra antara lain.

A. Braille  digunakan untuk  membaca dan  menulis oleh anak tunanetra.E Kosasi menjelaskan,``Braille merupakan kumpulan titik-titik timbul yang disusun  menggantikan huruf biasa bagi penyandang tunanetra.'' Anda dapat menutupi semua titik yang dibuat dengan jari Anda, sehingga memudahkan anak Anda membaca dan menulis Braille.Sebelum Braille ditemukan, anak anak tunanerta belajar menggunakan melalui huruf latin yang dibuat timbul,namun hal ini juga kurang efektif dan efesien.

B. Kamera khusus untuk penyandang tunanetra Kamera khusus untuk penyandang tunanetra ini dikembangkan oleh Chueh Lee dari Samsung China. Kamera ini disebut Touch Sight. Kamera  ini memiliki layar Braille fleksibel yang menampilkan tiga gambar berdimensi  dengan gambar timbul di permukaannya.Cara kerja kamera  ini adalah ditempatkan di dahi penggunanya.
Kamera ini mampu merekam audio selama 3 detik setelah menekan tombol shutter. Nada ini adalah panduan pengguna untuk menempatkan foto.
 
C. Mesin Baca Kurzweil Mesin ini dapat membaca buku cetak dan mengeluarkan karakter dalam bentuk ucapan. Mesin dapat membaca  buku dari depan ke belakang, dapat mengulang kata dan kalimat atau  paragraf secara terus menerus, dan mesin  dapat mengeja  kata.


D. Optacon,Optacon adalah singkatan dari (Optical-to-Tactile Converter). Alat ini dapat mengubah teks menjadi getaran. Optacon terdiri dari  kamera dengan elemen fotosensitif yang terhubung ke susunan kata sandi getaran yang sesuai dengan karakter tertentu.

E. Reglet,untuk keperluan menulis anak tunanetra memerlukan alat yang khusus untuk memudahkan anak penyandang disabilitas tunanetra

F. Mesin ketik braille,Mesin ketik braille lebih dikenal dengan keyboard khusus untuk tunanetra. Ketrampilan menggunakan keyboard ini berguna untuk proses pembelajaran dan keahliannya.Papan hitung dan sempoa untuk belajar menghitung anak tunanetra biasanya menggunakan papan hitung yang khusus ataupun sempoa. Bulir-bulir pada sempoa memudahkan indra anak untuk belajar matematika

Membentuk dukungan bagi komunitas tuna netra melibatkan kerjasama dan pemahaman kolektif. Dengan mengikuti langkah-langkah ini, kita dapat menghasilkan lingkungan di mana setiap orang, tanpa memandang keterbatasan fisik, dapat terlibat sepenuhnya dalam kehidupan sehari-hari dan mencapai potensi maksimal mereka. kehidupan individu tunanetra dipenuhi dengan tantangan unik yang membutuhkan dukungan dan pemahaman dari masyarakat. Penggunaan teknologi, penerapan pendidikan inklusif, pelaksanaan kampanye kesadaran, dan keberadaan komunitas yang mendukung menjadi elemen kunci dalam membentuk lingkungan inklusif bagi mereka. Dengan kerjasama bersama, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih bersahabat, memberikan peluang yang setara, serta memastikan bahwa setiap individu, termasuk tunanetra, dapat mengalami kehidupan dengan penuh partisipasi dan martabat.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun