Dalam balutan kebaya yang kini seolah berganti warna merah darah, Srikanti bangkit. Mata tajamnya menatap puluhan manusia di depannya. Kerumunan mundur beberapa langkah bagai terhipnotis. Srikanti melangkahkan kaki yang penuh luka dengan pelan, terseok menuju tempat Mirah berdiri. Tangannya diangkat. Darah menetes-netes di sela jari, kemudian jatuh ke tanah. Tangan itu mencengkeram kuat dagu Mirah. Srikantipun tertawa menampakkan tahi lalat di lidahnya dan berlalu setelahnya, sambil melantunkan kidung kelam.Â
"Semoga ribuan lebah menyengat mulutmu," teriaknya kencang serupa sumpah serapah. Suaranya memekakkan telinga siapa saja yang mendengar. Lidahnya menjulur-julur menjilat kebencian.Â
Kemudian satu ekor lebah datang. Disusul dua ekor lebah, tiga ekor, empat ekor, hingga ribuan lebahpun datang mengerumuni mulut-mulut durjana seolah madu yang takkan ada habisnya.
Tentang penulis:
Tia Sulaksono, sering disingkat dengan Tisu. Penulis sekaligus fotografer amatir yang hanya ingin dikenal melalui karyanya. Lulusan S1 sastra Inggris. Beberapa artikel pernah diterbitkan di tabloid hobi. Satu buku solo cerita anak dan 14 buku antologi sudah dihasilkan, beberapa penghargaan di bidang fotografi pernah diraih. Instagram: tia_sulaksono.Â