Seharusnya ada rasa nikmat setelah deras hujan. Baik itu udara sejuk, dingin menusuk yang bisa ditepis sweater hangat, teh atau secangkir coklat cair panas, jangan hangat lebih nikmat. Kopi pahit juga bisa jadi alternatif. Gulanya sedikit atau banyak itu pilihan. Tidak menjadi persoalan apakah nanti berpengaruh ke perut.
Bukan benak yang berkecamuk pikiran tentang ekspektasi sebuah ajakan di telepon selular sore itu. Orang asing, namanya Dila Fika. Baru kenal, ia memperkenalkan dirinya sebagai admin sebuah perusahaan. Riz panjang berbicara dengan pemilik suara indah itu. Lalu ia mengirimkan materi ajakan bekerjasama itu.
Riz dan kopi susu serta ajakan itu. Awalnya menarik perhatian, Riz diminta untuk datang ke satu tempat. Sesuai materi, materi pertama ujar Dila Fika. Pergi ke satu tempat, sebuah taman dengan danau buatan di sebuah perumahan. Riz diminta melakukan selfie, hanya itu yang dilakukan. Pada materi yang ditayangkan pada sebuah kiriman data pdf dari telepon selular. Tulisan terakhir tentang kompensasi yang menyihir Riz melakukan hal yang serupa ajakan itu.
Hasilnya dikirim pada Dila Fika. Lalu ada lagi materi lanjutan. Materi kedua yang meminta Riz datang ke sebuah mal di tengah kota. Kembali ia diminta sesuai materi itu selfie tepat di salah satu gerai khusus di mal itu yang menjual sandal karet.
Lalu ada materi ketiga, kompensasi dari materi pertama dan kedua langsung meluncur di rekening bank. Ada sumringah melihat naiknya nilai dana di rekeningnya. Di materi ketika, ia harus pergi ke luar kota. Riz langsung pergi, karena embel kompensasi yang lebih tinggi dari hasil materi pertama dan kedua. Riz lupa, ini tentang apa ia tidak peduli. Dia langsung pergi ke tempat yang dimaksudkan.Â
Di tempat itu ia melakukan apa yang diminta pada materi. Memotret dirinya sendiri dan berharap banyak. Ia kirim potret diri di belakang tempat yang diminta pada materi. Takpeduli apapun, tempat yang merupakan taman rekreasi air panas di dekat pegunungan. Kompensasi cepat sampai lagi di rekeningnya. Kemudian di sisipan materi keempat yang dikirim admin bernama Dila Fika. Ia diminta mengajak teman. Sebanyak mungkin teman yang bisa melakukan hal sama seperti dirinya. Ada kompensasi tambahan jika jumlah teman yang ia ajak bertambah setiap menitnya.
Lagi-lagi ia tidak peduli dengan akibat yang akan ia terima dari upayanya mengumpulkan teman untuk Dila Fika. Ia memperlihatkan hasil yang didapatnya berkat pembicaraannya di telepon bersama Dila Fika. Salah satu temannya, Eni yang diajaknya ikut bergabung di usaha yang dikirim melalui telepon. Perempuan itu bertanya ini mau dijadikan apa jika selanjutnya diteruskan. "Kamu menurut begitu saja?"
"Iya cuan-nya. Karena hasilnya, En." Ujar Riz.
"Kamu ga curiga?" Tanya Eni lagi. Penasaran dengan apa yang terjadi.
Riz menggeleng, ia tidak berpikir. Sampai materi kesepuluh dan dana menggelontor dikirim dari Dila Fika. Ia berkata pada istrinya yang mendukung usaha itu. Ini lebih baik dari kerja di pasar. Istrinya didekati Eni. Berharap dari sana Eni bisa menemukan jawaban. Istrinya, Yuli tidak bisa berkata apapun. Perempuan ke perempuan seharusnya bisa saling mengerti. Yuli geleng kepala, pikirnya asal dapur ngebul tidak apalah ikutan.
Riz bekerja di pasar sebagai kuli angkut barang. Mengendarai roda dua atau empat tidak masalah. Ia punya kendaraan itu sejak orangtuanya yang memang ada kios di pasar. Jadi pergi ke luar kota demi menuruti admin asing dengan pekerjaan tidak jelas itu bukan masalah baginya.Â
Sam, seorang teman juga. Teman kecil Riz di kelurahan tempatnya tumbuh menjadi saat ini. Sama seperti Eni, ketika menerima ajakan Riz untuk bergabung dan melakukan apa yang dilakukannya. Berpikir ini apa mungkin penipuan model baru dengan menunggu situasi yang lebih lama lagi. Menunggu lengah Riz, Sam berusaha memperingatkan Riz. "Kamu banyak bepergian dan melakukan selfie di tempat-tempat asing. Aku curiga kamu banyak diikuti, apa kamu memberikan alamat rumah tidak?"
Riz mengangguk. Sam meneput jidat dan berharap ini tidak lagi diteruskan. "Kamu kasih alamat teman-teman kita juga? Alamat aku atau Eni?"
Riz mengangguk, "nomor telepon juga."
"Oh, Riz apa yang kau lakukan?" Pecah marah Sam pada Riz.
Riz tampak bengong. Ia terkejut dengan respon lanjutan temannya. Sam berbicara pada Eni, Riz dan beberapa teman Riz yang sejak tadi serius memelototi ponsel masing-masing. "Kita harus berhati-hati. Riz, kita harus melakukan sesuatu."
"Apa yang harus kita lakukan?" Tanya Riz makin bingung.
Sam meminta Riz menghubungi admin itu. Meminta Riz berkata padanya supaya mau melakukan tatap muka. Dari itu Sam berharap bisa lebih terang. Banyak upaya-upaya penipuan atau usaha yang berbahaya berdasarkan ajakan di media sosial atau sengaja pelaku menghubungi sasaran empuknya. Riz lagi-lagi berpikir ini bukan hal yang sama seperti usaha penipuan atau ajakan berbahaya lain.
Riz masih berpikir ini bagian dari rezeki di awal tahun. Hujan yang menghangatkan, kopi pahit yang nikmat. "Ini kopi dan cuan itu susunya. Sam, kau jangan berpikir berlebihan."
"Aku takpeduli, ini berbahaya. Bagaimana jika orang-orang yang ikut usaha ini satu persatu menunggu tanggal mainnya." Sahut Sam lagi. Wajahnya keruh, ia peduli pada Riz.
Riz terdiam. "Aku harus bertemu dengan dia kalau begitu?"
"Iya, kita perlu penjelasan. Tidak bisa berdiam diri di sini dan menerima tanpa ada keterangan yang jelas." Sahut Sam.
"Tapi aku diminta jangan melakukan hal itu." Jawab Riz.
"Apa!?" Makin terhenyak, Sam lalu geleng kepala.
"Bagaimana ini kalau kejahatan digital? Kamu seharusnya berpikir panjang sebelum melakukan sesuatu." Sahut Eni.
"Kalian iri karena aku yang pertama banyak uang!" Riz berbalik dan pergi.
Eni dan Sam memanggil-manggil tapi tak ada jawaban.
Riz kecewa karena teman-temannya tidak memberi dukungan. Ia pergi ke suatu tempat, sesuai materi dari admin usaha barunya. Di tempat itu, ia tidak sadar. Kalau selama ini ia diikuti. Ada orang di jarak yang tidak jauh. Mengendarai kendaraan roda dua jenis motor trail. Orang itu selalu bicara melalui micropon yang menempel di helm berkaca hitam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI