Sebulan kemudian, entah bagaimana kesadaran primaku kembali ke tubuh renta ini. Sepertinya ajal ku sudah sebentar lagi. Tidak mungkin kesadaran renta hilang akal itu yang akan menyambut sakitnya sakratul mautku. Haruslah aku, si sosok Datuk Kuning yang sebenarnya ini.
Sekarang giliran si Topan heran.
“Bagaimana kakek jadi tidak pekak lagi? Kakek sudah kembali?”
“Iya, apa kau merindukanku?” tanyaku tersenyum dengan senyuman yang benar-benar seperti kembali setelah hilang puluhan tahun ini.
“Kakeeek!” Topan melompat memelukku. Berat sekali rasanya tertindih pelukannya dengan tubuh se usang ini.
Ani lebih heran lagi. Tiba-tiba saja kakek dan cucu itu akur. Dan papanya tiba-tiba sudah tidak lagi pekak. Antara senang dan takut kehilangan. Sepertinya Ani juga menyadari pertanda bahwa aku akan segera mati.
***
Cerpen ini masuk nominasi di sayembara @cerpen_sastra. Tapi sudah saya kembangkan lagi jadi 2000an kata karena terlalu pendek untuk batas maksimal 1300kata. Ini adalah cerpen terbaik saya. Mungkin saya tidak akan pernah membuat yang lebih baik lagi dari ini.
@tomisteria
Payakumbuh
11 November 2024