Mohon tunggu...
Thomy Satria
Thomy Satria Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menulis cerpen, dan lagu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senja Kelamku, Pintasan Surgamu

11 November 2024   09:57 Diperbarui: 20 November 2024   22:43 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku paksa dia bertani mengolah lahanku yang luas. Sebelumnya lahan itu diolah oleh dua pamannya. Ya mereka anakku juga, tapi keduanya sudah meninggal mendahuluiku. Topan sebagai cucu tertua mengambil alih hak pakai atas lahan bersemak itu.

Jangankan memberiku sebagian hasilnya! Untuk biaya makan istri dan empat anaknya saja dia sudah kelimpungan. Si pemalas itu tak mengerti cara bertani. Hanya jagung saja yang ditanamnya. Ketika panen dan harga jagung turun. Habislah dia merenung untung yang tak sesuai ekspektasinya.

Tapi dia juga berproses. Bulan ini dia sudah berani berladang cabe. Dengan resiko dan keuntungan yang sama besarnya. Semoga dia mendapat rezeki yang cukup saat panen nanti. Agar bisa memberiku sebagian hasilnya.

Uang pensiunku masih kurang! Aku butuh lebih banyak uang untuk memperindah kuburanku. Kuburan Datuk Kuning haruslah paling menonjol diantara kuburan datuk-datuk yang lain. Itulah ambisiku yang hina. Kau tak perlu menirunya.

Sosok masa primaku sudah direnggut Tuhan, Nak. Itulah mengapa Rasulullah katakan mengasuh orang tua renta sebagai salah satu jalan tercepat menuju surga. Karena kesabaran untuk melakukannya juga harus luar biasa. Kesabaran sebesar itu mungkin hanya dimiliki oleh satu orang diantara semilyar manusia. Memangnya kau punya?

Kau berharap orang tua terpandang ini akan memberimu nasehat bijak karena pengalamannya sudah hampir seabad? Jangan terlalu berharap, Nak. Mungkin masih bisa ketika usiaku masih 60-an tahun dulu.

Walaupun sudah mulai budeg, tapi akalku masih brilian di umur segitu. Bahkan aku bisa merangkai kata-kata seolah aku lebih mengenalmu daripada dirimu sendiri. Kau akan terpana menerima nasehat-nasehat pamungkasku yang telah teruji dengan contoh-contoh kisah nyata sepanjang pengalaman hidupku.

Sekarang aku hanya minta kesabaranmu, Nak. Bersabarlah, karena hadiah dari merawatku sangatlah agung. Aku bersumpah akan bersaksi tentang kesabaranmu di akhirat agar kau masuk surga lebih dulu dari semua orang. Nasehat seindah ini takkan kau dapati jika kau berbicara denganku sekarang. Ingat, Nak. Sekarang akalku sudah hilang. Cerita ini hanyalah tulisan dari kesadaran masa laluku yang merasuki Si Topan, cucuku yang bajingan.

—

Saat ini sosok rentaku sedang keheranan. Lihatlah. Entah bagaimana tiba-tiba cucunya itu berubah sikap. Meminta maaf. Lalu melayaninya tanpa keluh kesah lagi. Walau masih sering kumaki.

—

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun