Meski sepeda motor tidak perkenan untuk lewat dalam keadaan mesin menyala, namun pembaca yang suka membawa sepeda lipat ketika melancong ke suatu tempat tidak perlu khawatir, karena beruntungnya kedua gang tersebut masih diperbolehkan untuk lewat tanpa harus dituntun, namun dengan catatan sepeda yang dikendarai harus dibawa dalam kecepatan yang pelan dan tidak membahayakan orang-orang yang berjalan.
Di sela wawancara dan bincang santai dengan Noi, penulis mendapatkan fakta menarik dari Noi selaku ketua RT, bahwa ternyata jumlah penduduk asli yang lahir dan besar di Sosrowijayan jauh lebih sedikit dari pada penduduk yang datang ke Sosrowijayan untuk berbisnis tempat penginapan.Â
Selaku penduduk asli Sosrowijayan, Noi bercerita jika Sosrowijayan hanya menjadi tempat mencari nafkah, sedangkan penduduk aslinya tersebar ke berbagai penjuru Yogyakarta.
Noi menjelaskan, alasan ini muncul karena tingginya biaya hidup di Sosrowijayan, mengingat bahwa Sosrowijayan termasuk dalam satu kawasan Malioboro. Sehingga, hal ini memicu tingginya biaya hidup.Â
Noi juga menjelaskan jika penduduk yang tinggal di Sosrowijayan adalah mereka yang menjadi karyawan di tempat penginapan, restoran, tempat laundry, toko buku atau mereka yang memang memiliki rumah dan menjadi pedagang di Malioboro.
"Jadi kalau yang tinggal di sini tuh mas kebanyakan karyawan aja. Di sini kan terlalu sempit dan kalau dipakai sekalian jadi tempat tinggal takutnya kan ga cukup untuk nampung wisatawan yang mau nginep," tutur Noi.
Sebagai salah satu destinasi wisata untuk penginapan murah meriah, Noi juga mengakui jika hal tersebut kemudian mengundang antusiasme yang begitu besar dari para wisatawan untuk datang berkunjung dan merasakan sensasi menginap di hotel murah meriah namun kaya akan nilai-nilai romansa kota Yogyakarta.Â
Setelah puas berbincang dengan Noi, penulis secara tidak sengaja bertemu dengan salah satu pemilik tempat penginapan, Soeharto (58).
Soeharto adalah satu dari sekian banyak pelaku usaha penginapan yang ada di gang Sosrowijayan I. Bersama dengan usaha penginapan kesayangannya bernama Rejeki guest house yang telah berdiri sejak tahun 1990an dan memiliki sekitar delapan buah kamar tidur, Soeharto dengan senang hati membagikan kisah dan pengalaman bisnis penginapannya serta keadaan saat di mana gang Sosrowijayan I dan II memasuki puncak masa-masa jayanya.
Soeharto bercerita bahwa dahulu Jalan Sosrowijayan dan gang Sosrowijayan pada dasarnya tidak hanya menjadi tempat yang populer karena tempat penginapan murah meriah.Â