Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Abdi Dalem Encik, Memanjakan Lidah Melawan Hegemoni Penjajah

19 Maret 2022   09:07 Diperbarui: 23 September 2022   23:02 1891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Sekelompok abdi dalem sedang bertugas membawa hidangan untuk disantap oleh segenap anggota keluarga Sri Sultan | Kompas.id

Zwaart Zuur, salah satu menu makanan Kersanan Dalem yang mengalami proses hibridasi dan mimikri budaya | Dok. Pribadi/ Thomas Panji
Zwaart Zuur, salah satu menu makanan Kersanan Dalem yang mengalami proses hibridasi dan mimikri budaya | Dok. Pribadi/ Thomas Panji

Persilangan budaya ini menjelma di masyarakat ke dalam banyak bentuk kebudayaan, mulai dari bahasa, cara berpakaian, cara berpikir, karakter manusia, hingga menyasar pada urusan kuliner. 

Di dalam bentuk hibriditas inilah, bangsa terjajah menemukan celah dan strategi untuk melawan dominasi penjajahnya, dengan cara mengambil segala bentuk kebudayaan dari penjajah dan kemudian dimodifikasi sesuai dengan nilai-nilai dan adab setempat.

Dengan demikian, maka kaum terjajah dinilai akan jauh lebih mudah melakukan manuver budaya untuk melawan hegemoni penjajahan, dengan membebaskan diri dari segala bentuk binerisme yang dikonstruksi, seperti Barat dan Timur; penjajah dan terjajah; pandai dan pandir; dan lainnya. 

Untuk dapat mengoptimalisasi temuan akan celah yang memungkinkan hibridisasi itu muncul, maka diperlukan juga sebuah ide dan aksi mengenai mimikri budaya.

Prinsip dari mimikri budaya secara sederhana mirip seperti hibriditas budaya, yakni mengambil seluruh bentuk kebudayaan penjajah (superior) yang kemudian dimodifikasi lalu diadopsi. 

Meski terlihat sama, namun mimikri budaya menekankan adanya proses invensi atau penciptaan kebudayaan baru oleh yang terjajah (inferior). Mimikri budaya juga dipahami sebagai sebuah strategi untuk melawan hegemoni penjajah yang bersifat ambivalen.

Maksud ambivalen dalam pengertian ini adalah kaum yang terjajah secara tidak sadar memiliki kemampuan untuk melestarikan warisan budaya kolonial, namun di satu sisi juga mampu menghancurkan dominasi penjajahnya. 

Fenomena ini menggambarkan bahwa yang terjajah sangat tidak bergantung pada dominasi penjajahnya, atau dalam perspektif Bhabha, keadaan ambivalen ini dinyatakan sebagai "almost the same but not quite" (Bhabha, 2004: 123).

Untuk dapat menciptakan hibriditas dan mimikri budaya dalam jamuan makan antara Keraton dengan Belanda, maka Sri Sultan Hamengku Buwono VI di masa itu mencanangkan adanya visi untuk mencari juru masak yang dapat menginvensi suatu sajian Nusantara yang dapat diterima oleh kaum Eropa yang sering berkunjung ke kediaman Sri Sultan untuk menghadiri acara perjamuan makan malam, pesta dansa ataupun jamuan makan siang.

Selain karena adanya faktor sejarah yang kental mengenai tata krama kuliner Eropa dalam lingkungan Keraton, kebutuhan akan kuliner bernuansa Eropa di dalam lingkungan Keraton juga tidak terlepas dari adanya tiga masalah dasar, yakni (Moens dalam Wijanarko, 2021):

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun