Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Memaknai 7 Prinsip Panggilan Hidup

24 Februari 2022   08:13 Diperbarui: 25 Februari 2022   09:46 1286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumus mengenai panggilan hidup (Olahan penulis, 2022). 

Panggilan hidup tidak hanya sekadar dongeng. Dia adalah prinsip, bisa dirumuskan, dan diwujudkan. 

Dalam fase quarter life crisis, kita seringkali mendengar sebuah jargon klasik nan misterius yang berbunyi "ikutilah apa yang menjadi passion kalian selama ini".

Passion barangkali sudah menjadi suatu kata motivasi pasaran yang digunakan oleh semua generasi millenial dan Z untuk menggambarkan keadaan hidup yang menyenangkan dan penuh berkat ketika mampu menjalani kehidupan serta mampu mendapatkan keuntungan dari passion kita. 

Dalam sejarahnya, passion memang menjadi suatu kekuatan dan alasan bagi semua orang untuk menghidupi sesuatu secara serius serta konsisten.

Namun, yang sering dilupakan oleh kita semua mengenai passion adalah bahwa passion sejatinya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari panggilan hidup atau calling.

Panggilan hidup adalah komponen penting dalam pembentukan passion, namun hal ini juga lah yang sering dilupakan oleh kita semua.

Memahami apa panggilan hidup kita sama saja dengan memahami diri sendiri, kemampuan, dan bahkan passion itu sendiri. Passion menurut Cuan (2020: 18) diartikan sebagai sebuah aktivitas yang sangat disukai, atau lebih puitisnya sebagai aktivitas yang sangat dicintai.

Dalam konteks ini, passion belum tentu menjadi panggilan hidup kita yang seutuhnya dan passion belum tentu sejalan dengan apa yang menghidupi kita kelak.

Maka dari itu, dalam artikel kali ini penulis ingin mengajak pembaca sekalian untuk memahami tujuh prinsip panggilan hidup yang seringkali dilupakan ketika kita membicarakan kehidupan, cita-cita, dan impian yang semuanya serba diselaraskan dengan passion.

Sebelum masuk ketujuh prinsip panggilan hidup, kita harus sepakati bersama terlebih dahulu jika panggilan adalah suatu bagian integral pemberian Tuhan yang sejatinya kita terima sejak lahir.

Menurut Cuan (2020), memahami apa arti dari panggilan hidup sama saja dengan memahami apa yang dikehendaki oleh Tuhan pada diri kita untuk mewujudkan berbagai tugas mulia bagi semua orang.

Singkatnya, dalam memahami panggilan hidup (calling) kita akan selalu dihadapkan dengan keadaan hidup yang dogmatis dan agamis, sesuatu yang memang penuh misteri serta belum tentu bisa kita jangkau keberadaannya di atas sana.

Akan tetapi, lucunya meski panggilan hidup terkesan layaknya misteri keilahian yang tidak bisa dijangkau oleh manusia normal, namun panggilan hidup (calling) sejatinya memiliki rumus dan bisa dirumuskan oleh kita semua. Ya, pembaca tidak salah dengar, panggilan hidup kita bisa cari tahu.

Dalam konteks ini rumus passion terdiri dari panggilan (calling) itu sendiri; diri (self), yang terdiri dari passion, ability, & personality; dan pekerjaan (vocation).

Rumus mengenai panggilan hidup (Olahan penulis, 2022). 
Rumus mengenai panggilan hidup (Olahan penulis, 2022). 

Rumus ini berguna untuk menuntun kita dalam memahami berbagai hal yang harus dipersiapkan dalam menemukan apa yang menjadi panggilan hidup kita.

Sejatinya, ada dua poin penting yang harus dipahami dalam mehamami rumus tersebut.

Pertama, dalam memahami panggilan hidup kita harus memahami terlebih dahulu keberadaan diri kita, yakni memahami siapakah diri kita sebetulnya, apa kemampuan yang kita miliki, dan apa yang menjadi kecintaan kita (passion).

Kedua, menemukan pekerjaan yang mampu mengakomodir poin pertama, yakni pekerjaan yang disesuaikan dengan karakter, passion, dan kemampuan kita.

Dari kedua poin tersebut, kita bisa melihat bahwa panggilan hidup adalah sesuatu yang perlu dicari dan dihitung agar mampu menghasilkan suatu keputusan hidup yang penuh dengan kebajikan (arte) dan menjadikan kita sebagai manusia yang unggul seutuhnya (Manampiring, 2019)

1. Prinsip pertama, panggilan itu berasal dari Tuhan dan untuk Tuhan

Sadarkah kita, bahwa ketika kita dilahirkan, kita sejatinya sudah membawa cetak biru (blue print) dalam diri kita masing-masing. Mungkin terdengar kurang logis dan penuh dogma bagi kita jika panggilan hidup adalah bagian untuk memuliakan nama Tuhan yang lebih agung.

Namun itulah kenyataan yang sering terjadi, bahwasannya panggilan memang murni diberasal dari Tuhan seutuhnya dan kembali lagi untuk kemuliaan Tuhan seutuhnya.

Kesadaran untuk memaknai panggilan hidup manusia sejatinya sudah berlaku sejak lama, di mana hal ini tercermin dari motto yang dimiliki oleh Society Of Jesus (SJ) atau Serikat Yesus (SY), bernama "Ad Maiorem Dei Gloriam" yang memiliki arti "Demi Kemuliaan Tuhan yang Lebih Besar" (Agung, 2021).

Motto ini menjadi bukti bahwa memang hidup adalah panggilan dan panggilan wajib digenapi untuk memuliakan nama Tuhan yang lebih besar.

2. Prinsip kedua, panggilan adalah keutuhan

Panggilan sejatinya adalah sesuatu yang akan terus ada dan berkenaan dengan hidup orang lain.

Maksudnya adalah dalam setiap kehidupan manusia kita akan selalu memiliki tugas untuk memenuhi panggilan kita akan suatu peran penting, baik bagi diri kita sendiri maupun bagi orang lain.

Salah satu contoh nyata itu bisa ditemukan dari kehadiran peran yang saling mendukung, seperti peran menjadi ayah, ibu, kolega, teman curhat, dan lainnya.

Hal ini mirip dengan apa yang dijelaskan dalam Stoikisme atau Filosofi Teras (Manampiring, 2019), bahwa hidup manusia seutuhnya adalah konsekuensi tidak langsung dari pengalaman hidup sebelumnya yang membuat kita saling terkoneksi satu sama lain.

Terkoneksian ini menuntut adanya peran dan peran dalam hidup dapat dianalogikan sebagai panggilan yang membuat kita bergerak, bertumbuh, dan berkembang dalam perayaan hidup kita seutuhnya.

3. Prinsip ketiga, panggilan itu bersifat personal

Memahami panggilan hidup sejatinya sama saja dengan memahami diri sendiri.

Jika merujuk pada formula rumus mengenai panggilan hidup, kita akan menemukan bahwa salah satu komponen yang diperlukan selain passion dan kemampuan adalah kepribadian dan bagian ini merupakan sesuatu yang harus terus dicari dan terus direfleksikan secara utuh.

Sebab, tanpa mengenali diri sendiri fondasi akan penggilan itu akan menjadi goyah dan kurang matang.

Memahami diri sendiri merupakan proses hidup yang panjang dan perlu refleksi yang berkelanjutan. Setidaknya itulah yang diutarakan oleh Alvirzhie (2020) bahwa memahami diri selayaknya membuka pandora dari masa lalu yang misterius dan berusaha mencari berbagai hal serta nilai yang menggambarkan diri kita seutuhnya akan keunikan yang kita miliki, sikap yang kita bangun, pola pikir kita selama ini, tindak tanduk terhadap dunia, dan lainnya.

4. Prinsip keempat, panggilan dan pekerjaan adalah satu kesatuan

Mungkin kita selama ini bingung akan mana yang lebih dulu, panggilan hidup dulu atau pekerjaan dulu?

Jika merujuk pada pemahaman Cuan (2020), panggilan hidup adalah suatu hal yang mendorong kita selama ini untuk bergerak, yang dalam hal ini adalah bekerja. Panggilan tidak terikat pada sebuah pekerjaan karena panggilan bisa mewujud dalam banyak hal. Sedangkan ketika pekerjaan lepas dari panggilan maka hidup seseorang akan menjadi goyah.

Terdapat dua cara yang barangkali bisa diterapkan untuk mengetahui panggilan hidup, yakni melalui fase mengenali diri sendiri dan memahami kecerdasan (ability) kita.

Menurut Alvirzhie (2020) ada sekitar sembilan jenis kecerdasan menurut Howard Gardner dan ada sekitar empat tipe kepribadian.

Dari kedua hal tersebut, kita perlahan mampu menemukan jati diri kita yang pada akhirnya mampu mengarahkan kita pada apa yang disebut sebagai panggilan.

Ilustrasi dari panggilan hidup yang dekat dengan pekerjaan | indianexpress.com
Ilustrasi dari panggilan hidup yang dekat dengan pekerjaan | indianexpress.com

5. Prinsip kelima, manusia adalah ciptaan Tuhan

Salah satu hal yang cukup penting dalam memahami dan mempelajari panggilan hidup adalah bahwa fenomena ini merupakan wujud nyata dari kebesaran Tuhan.

Kebesaran ini sebagian besar tercermin dari adanya anggapan para penganut agama samawi, khususnya Katolik, yang percaya bahwa manusia diciptakan dan dibentuk serupa dengan Allah serta memiliki karakter dan kelebihan yang tentunya berbeda dengan makhluk-makhluk ciptaan lainnya.

Hal ini masih selaras dengan motto "Ad Maiorem Dei Gloriam" bahwa ketika kita bekerja kita sejatinya telah berkontribusi pada adanya niatan untuk memuliakan nama Tuhan yang lebih besar, sebab kita bergerak dan bertindak berdasarkan apa yang digariskan selama ini dan bagaimana kita dapat mewujud nyatakan berbagai hal tersebut. Bekerja adalah bagian dari doa yang secara tidak langsung menjadi amal bahwa kita memiliki tujuan dan niat untuk hidup.

6. Prinsip keenam, kesuksesan sejati

Banyak orang tentu sering salah kaprah mendefinisikan arti dari kesuksesan. Kesuksesan sering kali dilekatkan dengan berbagai hal yang berbau pencapaian dan prestasi, yang bisa diukur serta dibandingkan satu dengan yang lain. Dalam hal ini, kasus tersebut belum tentu bisa dikatakan sukses.

Sebab, merujuk pada teori multiple intlegence Gardner dalam Alvirzhie (2020) dan Cuan (2020), kesuksesan itu berasal dari kecerdasan eksistensial.

Kecerdasan eksistensial adalah suatu kecerdasan yang memampukan seseorang untuk memiliki kepedulian terhadap isu moral dan Tuhan.

Dalam kasus ini, kecerdasan eksistensial dipahami sebagai kecerdasan dalam memahami keberadaan diri dan tujuan hidup kita. Masih ingat jika panggilan hidup adalah pemberian Tuhan?

Maka dari itu, kecerdasan ini diperlukan untuk dapat menggenapi hal yang sejajtinya kita harus jalankan ke depannya.

Orang yang memiliki kecerdasan eksistensial dipercaya dapat lebih terfokus pada apa yang selama ini menjadi panggilan mereka, di mana mereka tidak akan mudah goyah dan akan cenderung untuk terus bertekun dalam banyak hal yang dipercaya sebagai apa yang mereka harus jalankan.

Tidak peduli apakah itu akan menguntungkan atau justru malah merugikan mereka, orang dengan kecerdasan eksistensial aakan lebih resilien terhadap definisi kesuksesan yang sempit.

7. Prinsip ketujuh, panggilan adalah soal memberi

Memahami panggilan hidup sejatinya akan lebih bermakna jika diiringi dengan adanya niat kuat untuk memberi kepada mereka yang membutuhkan.

Prinsip memberi dalam proses penggilan hidup adalah suatu hal yang sejatinya didorong oleh adanya keinginan untuk bisa berkontribusi secara jauh lebih besar kepada semua orang.

Dengan adanya kontribusi (memberi) dalam memaknai panggilan hidup, maka kehidupan sejatinya akan jauh lebih bermakna pula.

Prinsip memberi ini di satu sisi juga dapat bermanfaat untuk mengasah kecerdasan emosi kita.

Menurut Wesfix (2016), kecerdasan emosi itu salah satunya bersumber karena adanya interaksi interpersonal, di mana bentuk interaksi ini hanya dapat dimungkinkan salah satunya dengan memberi pada yang membutuhkan.

Dengan hal ini, kita akan diajak untuk bisa lebih berempati dan bersimpati pada mereka yang kesulitan dan hal ini merupakan tugas mulia.

Pada akhirnya, refleksi penting yang bisa kita petik dari memaknai panggilan hidup adalah bahwa panggilan itu sejatinya merupakan bagian dari kebesaran Tuhan.

Nampaknya agak cukup dogmatis dan terkesan tidak mengandung alasan yang objektif. Meminjam pemahaman Vitale dan Len (2007) mengenai metode ho'oponopono, tidak ada sesuatu yang tak mungkin di dunia ini, sebab semesta (universe) selalu punya caranya sendiri untuk membuat kita kagum.

Tetap tidak menjawab? Jika tetap tidak menjawab pembaca bisa memahami dan meresapi rumus panggilan hidup di atas. Kesabaran, konsisten, dan hidup resilien adalah kunci utama untuk bisa menemukan apa hidup kita.

Meminjam pemahaman filosofi teras (Manampiring, 2019), masa lalu bertanggung jawab pada masa depan kita dan mungkin saja jawaban atas panggilan hidup di masa depan sedang di bangun di masa lalu dan kita refleksikan lagi di masa depan.

Apakah pembaca sudah menemukan panggilannya?

Mari bercerita :)

***

Daftar Pustaka:

Vitale dan Len. 2007. Zero Limits, The Secret Hawaiian System for Wealth, Health, Peace, and More. New Jersey. John Wiley & Sons, Inc.

Cuan. 2020. Calling is more than just a dream. Jakarta. Grasindo.

Wesfix. 2016. Emotional Intelligence Itu "Dipraktekin". Jakarta. Grasindo.

Alvirzhie. 2020. Mehami Diri Sendiri. Yogyakarta. Checklist.

Manampiring. 2019. Filosofi Teras, Filsafat Yunani-Romawi Kuno Untuk Mental Tangguh Masa Kini. Jakarta. Penerbit Buku Kompas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun