Sebab, merujuk pada teori multiple intlegence Gardner dalam Alvirzhie (2020) dan Cuan (2020), kesuksesan itu berasal dari kecerdasan eksistensial.
Kecerdasan eksistensial adalah suatu kecerdasan yang memampukan seseorang untuk memiliki kepedulian terhadap isu moral dan Tuhan.
Dalam kasus ini, kecerdasan eksistensial dipahami sebagai kecerdasan dalam memahami keberadaan diri dan tujuan hidup kita. Masih ingat jika panggilan hidup adalah pemberian Tuhan?
Maka dari itu, kecerdasan ini diperlukan untuk dapat menggenapi hal yang sejajtinya kita harus jalankan ke depannya.
Orang yang memiliki kecerdasan eksistensial dipercaya dapat lebih terfokus pada apa yang selama ini menjadi panggilan mereka, di mana mereka tidak akan mudah goyah dan akan cenderung untuk terus bertekun dalam banyak hal yang dipercaya sebagai apa yang mereka harus jalankan.
Tidak peduli apakah itu akan menguntungkan atau justru malah merugikan mereka, orang dengan kecerdasan eksistensial aakan lebih resilien terhadap definisi kesuksesan yang sempit.
7. Prinsip ketujuh, panggilan adalah soal memberi
Memahami panggilan hidup sejatinya akan lebih bermakna jika diiringi dengan adanya niat kuat untuk memberi kepada mereka yang membutuhkan.
Prinsip memberi dalam proses penggilan hidup adalah suatu hal yang sejatinya didorong oleh adanya keinginan untuk bisa berkontribusi secara jauh lebih besar kepada semua orang.
Dengan adanya kontribusi (memberi) dalam memaknai panggilan hidup, maka kehidupan sejatinya akan jauh lebih bermakna pula.
Prinsip memberi ini di satu sisi juga dapat bermanfaat untuk mengasah kecerdasan emosi kita.
Menurut Wesfix (2016), kecerdasan emosi itu salah satunya bersumber karena adanya interaksi interpersonal, di mana bentuk interaksi ini hanya dapat dimungkinkan salah satunya dengan memberi pada yang membutuhkan.