Namun itulah kenyataan yang sering terjadi, bahwasannya panggilan memang murni diberasal dari Tuhan seutuhnya dan kembali lagi untuk kemuliaan Tuhan seutuhnya.
Kesadaran untuk memaknai panggilan hidup manusia sejatinya sudah berlaku sejak lama, di mana hal ini tercermin dari motto yang dimiliki oleh Society Of Jesus (SJ) atau Serikat Yesus (SY), bernama "Ad Maiorem Dei Gloriam" yang memiliki arti "Demi Kemuliaan Tuhan yang Lebih Besar" (Agung, 2021).
Motto ini menjadi bukti bahwa memang hidup adalah panggilan dan panggilan wajib digenapi untuk memuliakan nama Tuhan yang lebih besar.
2. Prinsip kedua, panggilan adalah keutuhan
Panggilan sejatinya adalah sesuatu yang akan terus ada dan berkenaan dengan hidup orang lain.
Maksudnya adalah dalam setiap kehidupan manusia kita akan selalu memiliki tugas untuk memenuhi panggilan kita akan suatu peran penting, baik bagi diri kita sendiri maupun bagi orang lain.
Salah satu contoh nyata itu bisa ditemukan dari kehadiran peran yang saling mendukung, seperti peran menjadi ayah, ibu, kolega, teman curhat, dan lainnya.
Hal ini mirip dengan apa yang dijelaskan dalam Stoikisme atau Filosofi Teras (Manampiring, 2019), bahwa hidup manusia seutuhnya adalah konsekuensi tidak langsung dari pengalaman hidup sebelumnya yang membuat kita saling terkoneksi satu sama lain.
Terkoneksian ini menuntut adanya peran dan peran dalam hidup dapat dianalogikan sebagai panggilan yang membuat kita bergerak, bertumbuh, dan berkembang dalam perayaan hidup kita seutuhnya.
3. Prinsip ketiga, panggilan itu bersifat personal
Memahami panggilan hidup sejatinya sama saja dengan memahami diri sendiri.
Jika merujuk pada formula rumus mengenai panggilan hidup, kita akan menemukan bahwa salah satu komponen yang diperlukan selain passion dan kemampuan adalah kepribadian dan bagian ini merupakan sesuatu yang harus terus dicari dan terus direfleksikan secara utuh.
Sebab, tanpa mengenali diri sendiri fondasi akan penggilan itu akan menjadi goyah dan kurang matang.