Awalnya, Haji Djamhari menggunakan minyak cengkeh untuk diurapi di bagian dadanya yang sesak. Berkat minyak cengkeh, perlahan keadaannya membaik meski dirinya belum sepenuhnya sembuh.
Karena khasiat yang luar biasa menurutnya, Haji Djamhari kemudian melakukan eksperimen untuk lebih sering menggunakan cengkeh sebagai bahan baku pengobatan sakit sesak napasnya. Setelah minyak cengkeh, Haji Djamhari kemudian mencoba memakan cengkeh kering.
Setelah memakan cengkeh kering (kadang juga diseduh dengan air hangat) dirinya merasa lebih bugar dan penyakit sesak napasnya berangsur-angsur membaik. Atas manfaat yang sangat luar biasa dari cengkeh, Haji Djamhari kemudian selalu berinisiatif untuk melakukan eksperimen lain.
Haji Djamhari kebetulan adalah seorang perokok. Dirinya lalu berinisiatif mencampurkan cengkeh yang sudah dirajang halus ke dalam ranjangan daun tembakau yang akan dijadikan rokok.
Dengan rokok cengkeh, dirinya merasa jauh lebih baik, dan luar biasanya penyakit dadanya berangsur-angsur sembuh. Menurut Onghokham dan Budiman dalam buku Hikayat Kretek (2016), rokok cengkeh yang dihisap membuat asapnya bisa masuk secara leluasa ke dalam paru-paru Haji Djamhari yang sakit.
Hal inilah yang kemudian membuat mengapa dirinya dapat sembuh dari penyakit sesak napas. Keberhasilan ini kemudian tersebar di mana-dimana.
Perlahan, kabar mengenai rokok hasil racikan Haji Djamhari beserta dengan khasiatnya yang "ajaib" mulai terdengar di setiap telinga dan diobrolan masyarakat Kudus.
Atas rasa penasaran dan antusiasme yang sangat besar dari masyarakat, perlahan ada begitu banyak permintaan rokok yang datang padanya. Karena kenikmatan rokok racikannya, Haji Jamhari sampai harus membuat suatu industri rumahan dengan beberapa karyawan untuk memenuhi banjir pesanan rokok yang datang.
Keberhasilan atas rokok racikan Haji Djamhari inilah yang pada akhirnya memicu suatu ransangan serupa pada masyarakat Kudus untuk mengikuti jejaknya memulai usaha rokok.
Rokok yang awalnya bertujuan untuk menyembuhkan penyakit sesak napas seorang Haji Djamhari, perlahan bergeser fungsinya ke arah sarana hiburan, yang di mana semua orang pada akhirnya sangat jatuh cinta dan sangat menggantungkan diri pada kenikmatan rasa dan aromanya yang menenangkan.