Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Asal-usul Mi Dok-dok yang Jarang Diulas

7 April 2021   07:52 Diperbarui: 16 April 2022   09:50 4760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagian besar dari kita tentu pernah menyantap mie dok dok. Tapi, apakah kita tahu asal-usulnya?

Beberapa waktu yang lalu, tepatnya di bulan Juni tahun 2020, penulis pernah mempublikasikan sebuah artikel kuliner yang berjudul Jawaban Atas Alasan Mie Rebus Warkop Lebih Enak. 

Di dalam artikel tersebut, penulis menceritakan banyak hal terkait dengan trik dan resep yang membuat mengapa mie instan rebus buatan Warkop atau Warmindo (Warung Makan Indomie) terasa jauh lebih nikmat ketimbang buatan kita sendiri di rumah.

Pada awalnya, penulis membuat artikel tersebut hanya untuk bercerita dan berbagi semacam trik atau mungkin "rahasia", yang selama ini selalu membuat kita terus penasaran, apakah betul bahwa anggapan mie instan rebus buatan Warkop atau Warindo memang terasa jauh lebih nikmat? 

Atau anggapan tersebut hanyalah sebuah mitos kuliner urban? Dalam artikel tersebut, penulis akhirnya berhasil membuktikan bahwa anggapan tersebut bukanlah sebuah mitos belaka.

Ada semacam trik atau mungkin "rahasia" yang selama ini memang kita tidak pernah sadari betul, bahwa di dalam semangkuk mie instan rebus ada berbagai teknik yang harus diperhatikan demi mendapatkan mutu dan kualitas makanan yang lezat. 

Setelah artikel ini dipublikasikan, ada begitu banyak respon yang sangat luar biasa dari para pembaca. Ada begitu banyak orang yang membaca, menaruh komentar dan memberikan penilaian terhadap artikel penulis.

Banyak dari pembaca yang akhirnya menjadi lebih paham soal cara memasak mie instan yang lebih kreatif; terjawab rasa penasarannya selama ini; ada yang akhirnya batal puasa makan mie instan (maafkan saya); ada yang kangen untuk kembali menyantap mie instan rebus padahal kemarin baru saja makan (maafkan saya lagi); dan berbagai respon lainnya dari para pembaca yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu diartikel ini.

Berkaca dari artikel tersebut, penulis menyimpulkan bahwa Warmindo atau Warkop adalah tempat sederhana murah meriah yang penuh dengan kejutan tak terduga. 

Ada begitu banyak hal sederhana yang kemudian berkembang menjadi suatu topik obrolan berskala serius, yang sampai-sampai dibutuhkan riset atau bahkan mungkin investigasi selama bertahun-tahun untuk menjawabnya, dan mie instan rebus adalah satu contoh kecil dari fenomena tersebut.

Dari artikel ini pula, penulis merasa sepertinya Warmindo atau Warkop memiliki begitu banyak cerita dan rahasia yang menarik untuk ditelusuri lebih lanjut dan dibagikan kepada pembaca sekalian. 

Ada satu menu makanan dari Warmindo yang selalu membuat penulis penasaran. Menu tersebut adalah mie dok dok. Mie dok dok adalah salah satu sajian mie rebus khas Warmindo yang sekiranya menjadi salah satu santapan populer bagi banyak kalangan yang tinggal di Yogyakarta.

Harganya yang murah; mudah didapatkan serta rasanya yang menggugah selera, membuat mie dok dok boleh jadi salah satu hidangan yang penulis rekomendasikan bagi pembaca, yang mungkin saat ini sedang melancong ke Yogyakarta. 

Ada banyak sekali pertanyaan yang muncul di benak penulis ketika mendengar ataupun saat sedang menyantapnya. Mulai dari, kenapa namanya mie dok dok hingga apa saja bumbunya, memancing penulis untuk mencari tahu lebih dalam.

Maka dari itu, pada artikel kali ini penullis tertarik untuk membahas tentang sejarah, keunikan hingga resep dari mie dok dok. 

Salah satu alasan lain yang mendorong kenapa penulis ingin artikel ini dibuat adalah karena tidak banyak informasi mengenai sejarah ataupun keunikan yang membahas mie dok dok secara mendalam dan spesifik. 

Contoh penyajian mi dok-dok (Foto: KOMPAS.COM/NICHOLAS RYAN ADITYA)
Contoh penyajian mi dok-dok (Foto: KOMPAS.COM/NICHOLAS RYAN ADITYA)
Maka dari itu, artikel ini hadir untuk melengkapi kekurangan itu dan sekaligus juga menjadi sumber referensi baru bagi pembaca.

Penulis sangat beruntung memiliki kesempatan untuk mewawancarai dua orang penjaja Warmindo langganan penulis. Atim dan Yusup adalah dua orang aa Warmindo yang saat ini sedang sibuk mengelola sebuah Warmindo bernama "Sumber Rejeki", yang berlokasi di daerah Jl. Candi Gebang, Condong Catur. 

Atim menjabat sebagai seorang supervisor. Pengalaman kerjanya selama lebih dari tujuh tahun, membuat dirinya dipercayai oleh atasannya untuk mengelola warung.

Sedangkan, Yusup adalah anak buah Atim dari Kuningan, yang sudah lama ikut bekerja bersamanya, kurang lebih selama empat tahun. Pengalaman kerja mereka berdua selama bertahun-tahun mendorong penulis untuk antusias bertanya mengenai sejarah serta pengalaman dapur mereka dalam mengolah mie dok dok yang legendaris itu. Atim dan Yusup kemudian mulai bercerita kepada penulis soal bagaimana sejarah mie dok dok yang tak banyak orang tahu.

Yusup menjelaskan bahwa sejatinya kata dokdok dalam mie dok dok diserap dari dua kata, yakni endok dan godok. Kata endok dalam bahasa Jawa maupun Sunda memiliki arti sebagai telur, sedangkan kata godok dalam bahasa Jawa dan Sunda memiliki arti sebagai teknik memasak dengan cara merebus. 

Jadi, jika disimpulkan, mie dok dok adalah mie yang direbus (digodok) bersama dengan telur (endok). Namun benarkah kesimpulan tersebut? Ternyata tidak sesederhana itu.

Yusup kembali menjelaskan, kata endok dalam mie dok dok itu tidak semata-mata karena menyertakan telur dalam proses memasaknya. Namun, kata endok sejatinya diserap dari jenis mie yang digunakan. Mie yang digunakan untuk membuat mie dok dok pada awalnya menggunakan mie bermerek mie telur cap tiga ayam. Jenis mie yang digunakan ini kemudian menjadi inspirasi untuk menamakan hidangan tersebut sebagai mie dok dok atau mie telur (endok) godok.

"Kalo untuk sekarang sih karena Warmindo udah jadi bagian dari Indomie ya mas, jadinya ya sekarang kita emang udah lebih sering pake indomie ketimbang mie telor kalo buat masak mie dok dok. Paling kita pake mie telur ya hanya untuk masak mie goreng, itu pun juga untuk pelengkap nasi bungkus sebenernya", tutur Yusup.

Di tengah-tengah obrolan, Atim juga ikut menambahkan penjelasan dari Yusup. Menurut pemahamannya, mie dok dok memang pada awalnya adalah mie rebus (godok). 

Di kampung halaman Atim, di Kuningan, Jawa Barat mie dok dok kerap disebut oleh penduduk setempat sebagai mie dok dok caleum. Caleum menurut penuturan Atim adalah aneka sayuran seperti sawi, kol, kembang kol, wortel dan lainnya, yang dimasak (direbus) bersama dengan mie sampai lunak.

Dengan kata lain, mie dok dok caleum mirip seperti mie masak Jawa. Selain menggunakan berbagai aneka sayur mayur, mie dok dok menurut penuturan Atim juga selalu disajikan dengan cita rasa pedas. 

Cita rasa pedas mie dok dok ini adalah bagian dari selera lidah masyarakat Sunda yang sangat gemar sekali makan sambal dalam setiap aneka hidangan mereka. Perpaduan antara sayuran segar dengan pedasnya sambal adalah dua identitas kesundaan yang hakiki.

"Jadi kalo makan mie dok dok yang rasanya puas itu ya sebenernya kalo makan sampe bisa keringetan banyak mas. Kalo orang bisa keringetan banyak karena mie dok dok berarti memang dapet sensasi makan yang puas banget", tutur Atim.

Bicara soal porsi, Atim dan Yusup sama-sama mengakui bahwa mie dok dok memang memiliki porsi yang jauh lebih besar. Porsi yang lebih besar ini tentu disebabkan oleh adanya sejumlah isian tambahan selain telur yang disertakan di dalam mie dok dok. Isian tambahan itu mulai dari kol, wortel, kembang kol, irisan cabai, sosis dan lainnya. Namun, isian tambahan ini menurut Yusup tidak sama rata di semua Warmindo yang ada di Yogyakarta.

Menurut penuturan Yusup, isian mie dok dok yang beraneka ragam pada dasarnya dipengaruhi oleh seberapa besar dan terkenalnya Warmindo itu sendiri. Ada beberapa Warmindo yang sangat besar di Yogyakarta dan sampai-sampai mampu membuka banyak cabang diberbagai tempat, Jika Warmindo tersebut sangat besar, maka pilihan menu dan isian untuk mie dok dok pun tentu akan semakin lebih bervariasi serta harganya pun pasti sedikit agak lebih mahal.

Tampak banyak pengunjung yang datang untuk makan di sebuah Warmindo di kota Yogyakarta | jogja.idntimes.com
Tampak banyak pengunjung yang datang untuk makan di sebuah Warmindo di kota Yogyakarta | jogja.idntimes.com
Di Warmindo Sumber Rejeki, tempat di mana Atim dan Yusup bekerja, mie dok dok mereka bisa dibilang cukup sederhana, baik dari segi tampilan maupun isiannya. Mie dok dok mereka hanya menggunakan isian sawi, telur dan diberi kerupuk. 

Harganya lebih terjangkau, yakni sekitar Rp 10.000,00, lebih murah jika di bandingkan dengan mie dok dok dari Warmindo yang sudah terkenal, harganya bisa mencapai angka Rp 12.000,00 sampai dengan Rp 15.000,00 per porsi.

Saat sedang asyik mengobrol, penulis lalu penasaran dengan keunikan jenis mie yang dipakai untuk memasak mie dok dok. Mie yang dipakai untuk memasak mie dok dok terbilang unik karena selalu menggunakan mie instan goreng.

Atim kemudian menceritakan bahwa mie instan goreng memang sengaja dan sering dipakai untuk memasak mie dok dok karena memiliki karakter khusus yang dapat membuat rasa mie dok dok menjadi jauh lebih nikmat dan gurih.

Alasan mengapa mie instan goreng dipilih adalah karena karakter cita rasa mie instan goreng lebih cenderung rata atau stabil. Rata yang dimaksud adalah cita rasa mie instan goreng lebih cenderung bercita rasa gurih saja. 

Menurut Atim semakin monton cita rasanya justru akan semakin baik untuk dicampur dengan bumbu lain. Karena, pasalnya mie dok dok adalah hidangan yang harus dicampur dengan bumbu racikan khusus untuk membuatnya semakin lebih gurih dan berkarakter.

"Kalo mau pake mie rebus bisa aja sih mas, tapi ya kan kalo mie rebus itu punya banyak rasa-rasa gitu ya, nah takutnya kalo kita campur sama bumbu dokdok tuh, rasa-rasa mie rebus kayak soto, empal gentong, kari ayam, ayam bawangnya tuh malah ilang. Jadinya ya kita pake mie instan goreng aja gitu, biar lebih aman juga buat rasanya", tutur Atim.

Yusup juga menambahkan, penggunaan mie instan goreng untuk keperluan membuat mie dok dok sejatinya tidak hanya berlaku bagi semua Warmindo yang di daerah Yogyakarta saja. 

Di beberapa daerah seperti Warmindo "Mie Get" di Cirebon dan Warmindo "Mie Soden" di Malang pun juga menggunakan mie instan goreng untuk membuat mie dok dok. Yusup menerangkan bahwa rasa gurih yang stabil membuat banyak pelaku usaha Warmindo lebih memilih mie instan goreng.

Setelah puas bertanya-tanya soal sejarah dan keunikan mie dok dok, perhatian penulis pun kemudian langsung tertuju pada persoalan bumbu yang dipakai untuk memasak mie dok dok. 

Menurut keterangan dari Yusup dan Atim, sebetulnya tidak ada bumbu rahasia sama sekali yang dipakai untuk membuat bumbu mie dok dok. Menurut keterangan mereka berdua bumbu yang dipakai adalah bumbu standar atau bumbu dapur yang sangat umum dan mudah didapatkan.

Atim dan Yusup kemudian membeberkan kepada penulis mengenai bumbu yang biasanya dipakai sebagai campuran untuk memasak mie dok dok di Warmindo mereka. 

Bumbu mie dok dok mereka terdiri dari bawang merah; bawang putih; cabai rawit merah; cabe merah besar; sereh; lengkuas; jahe; kencur; kunyit; tomat merah besar; bubuk pala; kayu manis; kemiri; bunga lawang; daun salam; daun jeruk; sedikit gula jawa; gula pasir; MSG dan garam.

"Semua bumbunya itu dicampur terus dihalusin, kecuali buat bunga lawang; kayu manis sama daun salam nanti dimasukin terakhir dan ga dihalusin. Terus gini mas, salah satu tipikal masakan Sunda tuh pasti pake kencur sama tomat, karena bisa bikin masakan jadi lebih gurih sama seger gitu mas", tutur Yusup.

Dalam proses memasak mie dok dok, menurut penuturan Atim mie dok dok dimasak jauh lebih lama dari pada mie instan rebus biasa. Hal ini dilakukan untuk bisa mendapatkan tingkat kematangan serta perpaduan antara bumbu, mie dengan sayuran dan pelengkap dengan sempurna. 

Jika biasanya mie instan rebus dimasak kurang lebih selama tiga menit, maka mie dok dok dimasak sekitar selama lima sampai tujuh menit dan ditutup untuk memaksimalkan panas pemasakan.

Dari mie dok dok kita boleh menarik kesimpulan, bahwa Warmindo masih menyimpan begitu banyak cerita-cerita kuliner dan sosial yang menarik untuk diulas lebih mendalam dan spesifik. Percayalah cerita-cerita kuliner dan sosial yang mungkin terlihat sederhana tapi selalu membuat kita bertanya-tanya, pada akhirnya akan menjadi suatu hal yang menggeletik ketika berhasil dijawab. Jadi, apakah pembaca punya cerita menarik lain soal Warmindo? Mari berkomentar!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun