Mohon tunggu...
Theza Elisheva
Theza Elisheva Mohon Tunggu... Penulis - Enthusiastic about a job that emphasizes analysis, problem solving and intellectual challenge.

I am able to adapt to new things and am ready to be trained and mentored based on the company's workflow. If I experience difficulties, I will not give up trying until I give my best to the manager, fellow staff, and clients. I am a person who likes to explore everything so that new insights and skills are an added value for me.

Selanjutnya

Tutup

Love

Aku atau Kamu yang Toxic?

7 November 2021   19:35 Diperbarui: 7 November 2021   19:38 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

"Aku capek kita berantem terus, kamu ga pernah ngerti"

"Kamu yang ga pernah bisa memahami dan mengerti"

"Kenapa sih kamu selalu menilai aku yang buruk?"

"Aku pengen kamu tuh ada waktu buat aku!"

"Kapan sih kita bisa sehari aja ga bertengkar?"

"Kita berdua capek fisik dan batin tau ga? Kamu yang buat semuanya ini"

Ya, semua kata-kata diatas menggambarkan fenomena keributan setiap pasangan pastinya, aku rasa, yang tidak dapat menyatukan hati dan pikiran sehingga selalu saja berselisih dan tidak menemukan solusi yang dapat mengakrabkan kembali hubungan keduanya. Baik yang sudah mengikat janji pernikahan maupun yang masih berpacaran sebenarnya problemnya sama, tidak jauh-jauh dari egois. Sehingga tak jarang salah satu diantaranya merasa hilang rasa atau justru  keduanya merasa saling hilang rasa. 

Lalu apa yang harus dibutuhkan untuk menyelamatkan hubungan ini? Hanya butuh kepekaan, rendah hati, memaafkan dan menerima. Karena hanya rendah hati satu-satunya cara untuk menyatukan kembali hubungan yang renggang. Melepaskan dan merelakan bukanlah pilihan yang tepat selagi masih bisa dibicarakan, namun ini merupakan pilihan terakhir jika memang pasangan kamu atau diri kamu sendiri merasa sudah tidak ada lagi yang perlu diluruskan. Memang ya, hanya kesamaan prinsip, visi dan misi merupakan syarat utama menyatukan hati. Terluka jika harus berpamitan, masih mengingat perjuangan awal namun sepertinya hanya sia-sia.

Ya, Tuhan memang Maha membolak-balikkan hati manusia. Seberapapun usaha yang dilakukan jika pasangan kamu atau diri kamu sendiri sudah merasa terpaksa maka yang terjadi adalah hubungan ini bukannya membaik malah akan semakin terseok-seok. Memberi waktu dan ruang juga butuh takarannya, jika semakin lama membiarkan maka orang yang sedang kamu perjuanngkan ini semakin jauh. Seperti tidak jelas kan perlakuan yang tepat bagaimana? 

Jika membiarkan, maka kita melepaskannya. Jika mengejar, maka kita membiarkannya lepas dalam waktu cepat. Tapi sejauh ini, masih menjadi abu-abu problematika hubungan seperti ini apakah bisa dikatakan sebagai toxic relationship? Karena sepemikiran beberapa orang, hubungan toxic pasti melibatkan kekerasan. Okay, ada baiknya mengenali lebih dalam hubungan yang membangun dan hubungan yang saling menyakiti.

Toksisitas adalah tingkat merusaknya suatu zat jika dipaparkan terhadap organisme. Toksisitas dapat mengacu pada dampak terhadap seluruh organisme, seperti hewan, bakteri, atau tumbuhan, dan efek terhadap substruktur organisme, seperti sel (sitotoksisitas) atau organ tubuh seperti hati (hepatotoksisitas). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun