Setelah Laras dibawa kabur, Didin mencoba turun dari pohon itu. Namun, kakinya terpeleset hingga jatuh.
"Aduh mak!!!"
Singkat cerita, Didin pulang ke rumah Don Bosco karena ia pembantu disana. Rumah Don Bosco adalah tempat latihan Laras tadi. Didin segera menceritakan kejadian penculikan Laras yang membuat Don Bosco mengelus dada geleng-geleng kepala.
"Seperti apa rupa yang menculik Laras?" tanya Don Bosco.
"Badannya baja semua sepertinya. Rambutnya kuning dan matanya hijau. Tenaganya, barangkali sepuluh kali lebih kuat daripada banteng. Aku dilempar sekali, langsung nyangkut di pohon."
"Sebelum menculik Laras di bilang apa?" tanya Don Bosco.
Saat itu, secara mendadak, anak panah dengan tempelan karet meluncur dan menempel di dahi Don Bosco
"Aduh! Kepalaku, kepalaku nih! Kepalaku bolong!" ucap kaget Don Bosco dengan tubuh yang tiba-tiba lemas.
Didin mencabut panah karet yang menempel di dahi Don Bosco. "Tidak nembus, tuan. Cuma dari karet, tuan."
Akhirnya Don Bosco bisa bernapas lega.
"Tuan, ada suratnya! Pasti dari penculik tadi!" kata Didin sembari membuka surat yang menempel di panah itu.