Mohon tunggu...
Theresia Iin Assenheimer
Theresia Iin Assenheimer Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu dari dua putra

Belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Lima Alasan Mengapa Orang Jerman Memilih Jadi Vegan

6 Mei 2023   05:17 Diperbarui: 7 Mei 2023   11:32 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menu vegan. Sumber: Mizina via kompas.com

Sudah hampir dua tahun suami memilih jadi vegan. Vegan adalah sebutan bagi orang- orang yang tidak mengonsumsi produk hewani. 

Produk hewani ini tidak hanya daging dan ikan, tetapi semua yang berasal dari hewan termasuk juga telor, madu, semua produk dari susu, misalnya keju dan yogurt, madu, kecap ikan, terasi, saus tiram pun tidak.

Pada awalnya saya pusing bila harus memasak untuk suami dan anak- anak. Pusing karena untuk masakan Indonesia atau China saya selalu menggunakan kecap ikan, saus tiram atau terasi.

Lebih pusing lagi karena selain vegan, mereka juga makan makanan rendah karbohidrat dan tanpa gula. 

Seandainya hanya vegan saja gampang. Misalnya masak spageti dimana spagetinya yang dibuat tanpa telor dan saus tomat.

Syukur saat ini di supermarket banyak dijual spageti rendah kalori yang terbuat dari kacang arab atau Kirschererbsen, kacang ijo.

Kembali ke vegan. Dalam tulisan kecil saya ini saya mau bercerita mengapa suami memutuskan untuk tidak lagi makan, makanan dari hewan dan segala produk hewani.

1. Dengan menjadi vegan berat badan turun tanpa harus merasa lapar

Suami sebelum memilih jadi vegan memiliki berat badan yang berlebih. Tinggi badan suami 184 cm dengan berat badan lebih dari 98 kilogram. Saat itu kadang terasa tidak nyaman dan tidak enak badan. Oleh sebab itu, mulailah suami diet dengan tidak makan daging merah dan berusaha tidak mengkonsumsi gula. 

Dalam hal ini suami konsekwen tidak minum minuman manis dan tidak makan kue- kue. Selain itu suami juga makan makanan yang karbohidradnya rendah. Nasi putih, mie dan roti dari gandum hampir tidak lagi disentuhnya.

Dengan tidak makan daging, makan menjadi secukupnya dan tidak berlebihan.

Sering kali tanpa kita sadari, kita tidak berhenti makan, meskipun sebenarnya sudah kenyang. Mulut merasakan enak dan ingin tambah lagi, terutama bila makan daging. Sedangkan, makanan mengandung vegan cenderung berhenti makan bila sudah kenyang.

Saat ini, suami telah memiliki berat badan ideal dan tidak kegemukan lagi. Saat ini berat badan suami 80 kilogram dengan tinggi badan 184 centimeter.

Suami tidak suka bila orang menyebutnya diet karena tidak makan produk hewani, menghindari gula dan karbohidrat. Suami selalu bilang Nicht Diet aber Ernerungsumstellung yang artinya bukan diet tetapi mengubah pola makan. 

2. Vegan demi kesehatan

Pada hari ulang tahun suami dua tahun lalu, anakku Philipp menghadiahi sebuah buku dengan judul How Not To Die dari Dr. Michael Greger.

Dalam bukunya, Dr Greger menuliskan bahwa 15 penyebab kematian di negara-negara barat antara lain, sakit jantung, kanker, diabetes, darah tinggi, parkison dapat dihindari.

Dalam buku tersebut juga dituliskan bahan makanan apa saja yang bagus dan berguna untuk organ-organ tubuh dan fungsinya.

Pada dasarnya penyakit yang diderita saat ini merupakan akibat dari cara hidup dan pola makan yang tidak sehat dari masa lalu.

Dr. Greger tidak terlalu suka menyebut vegan atau vegetarian, tetapi lebih suka menyebut nutrisi sehat dengan basis tumbuh- tumbuhan atau vollwertigen pflanzenbasierten Ernaerung.

Dr. Greger juga menulis bahwa setiap  langkah mengonsumsi makanan berbasis tumbuh-tumbuhan dan lebih sedikit mengonsumsi bahan makanan berbasis hewan akan memperbaiki kesehatan. 

Selain mengkonsumsi makanan berbasis tumbuhan yang menyehatkan seperti kacang-kacangan, buah-buahan, sayur- mayur, salad, banyak minum dan sport.

3. Sayang hewan

Pada saat ini daging sapi, ayam, kambing dan lain sebagainya bisa dibeli dimana-mana dan harganya pun relatif terjangkau.

Pernahkan terpikir dalam pikiran kita mengapa harga ayam potong begitu murah? Kalau mungkin kita akan membayar 1 kilogram ayam hanya 3 Euro. Apakah kita pernah berfikir kok bisa semurah itu? Mestinya kita curiga, wah pasti ayamnya bukan ayam kampung yang bahagia.

Saya menyebutnya ayam bahagia, adalah ayam yang masih ada kesempatan lari-lari di kebun. Makan makanan sehat seperti jagung, kacang tanah dan sayuran segar.

Bila harga satu kilogram ayam seharga 3 Euro, pastilah ayam yang hidupnya dalam krankeng atau kandang ayam yang sempit. Ayam itupun tidak ada tempat untuk bergerak dan harus makan supaya cepat gemuk dan segera mencapai berat tertentu untuk segera dijual dan menjadi ayam potong.

Makanannya pun, pakan yang diramu supaya cepat gemuk dalam waktu singkat.

Selain itu harus menelan obat- obat antibiotik supaya tidak sakit. 

Transport dari peternakan ke tempat penyembelihan. Pasti dibawa dalam truk dengan ratusan bahkan ribuan ayam lain berdesak- desak.
Jadi ayam tersebut pasti stres sebelum dipotong. Dengan alasan tersebut di atas masihkan kita mau makan ayam goreng?

Untuk sapi, kambing dan babi pasti juga tidak jauh berbeda.

Demikian juga telur, pasti situasi kandang dan ayamnya juga tidak jauh berbeda dengan ayam potong. Kandang yang sempit dan pakan yang dicampur dengan obat- obatan supaya ayam tidak sakit.

Situasi kandang sapi perah pun tidak berbeda. Banyak kandang yang sempit dan pakan yang penuh dengan obat- obatan supaya produk susu tetap banyak. Kasihan sapi- sapi yang tidak pernah melihat padang rumput hijau. Sapi pun diberi  hormon supaya seakan- akan baru melahirkan supaya tetap memproduksi susu.

Ikan pun demikian, budi daya ikan juga pasti menggunakan pakan dan obat- obat antibiotika supaya ikan cepat besar dan tidak sakit dan mati.

Sistem penangkapan ikan modern pun tidak selalu menperhatikan lingkungan dan kelestarian alam dan ikan itu sendiri.

Pada akhirnya secara tidak langsung kita mengkonsumsi daging, ikan, susu, keju dan teor dari hewan yang  telah banyak mendapatkan obat- obatan dan antibiotika. 

Hal ini bisa berakibat, kebal terhadap antibiotika. Bila jatuh sakit dan harus diterapi dengan antibiotika tidak mempan lagi. Bisa fatal akibatnya.

4. Pelestarian alam dan lingkungan 

Untuk mendapatkan sebutir telur dibutuhkan air sebanyak 200 liter, sedangkan untuk mendapatkan 1 kilogram daging sapi membutuhkan air 15.400 liter. Jumlah yang amat besar.

Sedangkan di Amerika Selatan, berapa ribu hektar hutan dibabat untuk perkebunan kedelai. Seandainya kedelai untuk tahu dan tempe saja tidak seberapa, tetapi 90 persen produk kedelai untuk pakan ternak.

5. Ancaman kelaparan

Saat ini kurang lebih penduduk dunia 8 miliar. Menurut Oxfam, yaitu organisasi pertolongan di negara berkembang, 2 miliar kekurangan makanan, 811 kelaparan.

Di Jerman dari seluruh tanah pertanian hanya 21 persen untuk produk pangan sedangkan 61 persen untuk pakan ternak. Sedangkan 70 persen produk kedelai dunia untuk pakan ternak.

Petani  kecil, pendapatannya terlalu kecil untuk membeli bahan makanan. Seandainya produk pertanian tidak hanya untuk pakan ternak, tidak perlu ada orang kekurangan makan.

Hal- hal tersebut di atas yang menyebabkan banyak orang Jerman memutuskan jadi vegan.

Restaurant- Restaurant vegetarisch dan vegan pun sudah banyak ditemui di kota- kota di Jerman.

Menurut pengalaman, menu vegan masih sulit ditemui di kota kecil. Bisa dimengerti karena pada dasarnya orang Jerman suka makan daging.

Menu Vegan foto iinassenheimer
Menu Vegan foto iinassenheimer

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun